Rancangan dibuat sesederhana mungkin agar mudah dioperasikan. Dua prototipe ditargetkan kelar pada 2015. Oktober ini juga mesin, avionik serta baling-baling sudah akan tiba dan siap pasang. Dari 145 unit yang dipatok untuk mencapai titik impas modal, dua perusahaan dikabarkan telah memesan 130 unit.Ilustrasi N219
Pesawat turboprop 19 kursi yang telah digadang-gadang jadi tulang punggung pengikat daerah-daerah terpencil di Indonesia, akhirnya mulai dibuat. Penekanan tombol mesin pemotong metal Quaser MV 184 oleh Dirut PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, Selasa, 9 September silam di Hanggar Machining PT Dirgantara Indonesia, Bandung Jawa Barat, secara simbolik menghidupkan deretan mesin serupa yang telah disiapkan mencetak ribuan komponen pesawat ini.
Komponen pertama yang dicetak, yakni center post atau tulang bagian tengah jendela kokpit, selanjutnya dipertunjukan kepada hadirin dan wartawan. Chief Engineer N219, Palmana Banandhi mengungkap, struktur pesawat badan kecil seratus persen karya Anak Bangsa ini akan terdiri dari lima ribu jenis komponen, dan seluruhnya akan dikerjakan di DI. Ia optimis dua prototipe akan rampung sebelum akhir 2015, dan akan segera disertifikasi kelayakan terbangnya pada 2016.
Bagi DI, pembuatan pesawat ini merupakan momen yang amat ditunggu-tunggu. Pasalnya, sejak desainnya diperkenalkan pada 2000-an, kabar tentang pembuatannya tak kunjung pasti oleh sebab ketiadaan anggaran. Masalah baru terpecahkan setelah Lapan mengajukan konsep win-win solution lewat kewenangan yang dimilikinya sebagai lembaga litbang kedirgantaraan. Pemerintahan SBY pun setuju menggelontorkan Rp 400 miliar pada tahun anggaran 2014-15, khususnya setelah Lapan menyanggupi 40 persen dari pesawat ini merupakan local content.
“Pekerjaan ini kami limpahkan ke Pusat Teknologi Penerbangan yang baru saja dibentuk. Namun karena mereka belum memiliki tenaga ahli yang cukup, teknik pelaksanaannya di-subkontrakkan ke DI. Lewat kerjasama ini lah selanjutnya kami bisa belajar banyak bagaimana merancang pesawat. Ahli Pustekbang sendiri cukup intens melakukan berbagai uji di fasilitas terowongan angin Lapan dan laboratorium uji konstruksi BPPT di Serpong, Tangerang,” kisah Drs. Bambang S. Tedjasukmana, Dipl.Ing, kepada Angkasa, tahun lalu ketika masih menjabat Kepala Lapan.
Selain seluruh rangka dan lempeng kulit yang akan dicetak sendiri di DI, berbagai industri lokal dikatakan telah dikontak untuk ikut serta dalam pembuatan kaca jendela, avionik, roda pendarat, kursi, bahkan radar. DI sendiri sudah memilih Garmin G1000 untuk avionik N219, namun untuk pengembangan selanjutnya tak tertutup kemungkinan menyertakan industri lokal seperti PT Infoglobal Teknologi Semesta dari Surabaya.
“N219 adalah pijakan bagi kebangkitan teknologi Indonesia. Untuk tahap pertama ini kami dapat kontrak pembuatan ECU untuk flap controller dan simulator. Semoga pada tahap selanjutnya kami bisa terlibat lebih banyak,” ujar Dirut ITS, Adi Sasongko.
Bersaing dengan Twin Otter
2015 sendiri tinggal selemparan batu. Akankah pesawat ini kelar sesuai janji? Kepada Angkasa, Direktur Teknologi dan Pengembangan DI, Dr. Andi Alisjahbana menjawab, “Kenapa tidak?” Ia yakin selesai mengingat tak ada yang merepotkan dalam pembuatannya. Teknologi sudah dibuat sesederhana mungkin. Sedemikian sederhananya, sampai-sampai pesawat ini tak saja mudah diterbangkan, tetapi juga mudah dirawat oleh teknisi di daerah. (Adrianus Darmawan)
★ Angkasa
Produk Bom Buatan Indonesia Menarik Perhatian di Vietnam Defence Expo
-
*[image:
https://cdn.antaranews.com/cache/1200x800/2024/12/23/9348359e-0178-4ff0-a3c7-97744d74e5db.jpeg.webp]*
*Direktur PT Sari Bahari Putra Egam (kiri) ...
17 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.