blog-indonesia.com

Sabtu, 23 Oktober 2010

Kompor Biru Ramah Lingkungan

TEMPO Interaktif, Malang - Mutmainah warga Desa Pakisjajar Kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur membiarkan kompor elpiji beserta tabung gas ukuran tiga kilogram yang dibagikan pemerintah mangkrak di sudut dapurnya. Di meja dapurnya justeru 'hadir' sebuah kompor berwarna biru.

Kompor berukuran 25 meter persegi itu ternyata tak menggunakan bahan bakar gas elpiji apalagi minyak tanah. Kompor yang mengeluarkan api biru itu memanfaatkan cairan bio energi berupa campuran minyak jarak dengan bio ethanol. "Saya takut menggunakan tabung gas elpiji," kata Mutmainah.

Keputusan untuk menggunakan kompor bio energi ini dilatarbelakangi kisah bocornya regulator tabung gas setelah dipasang beberapa waktu lalu. Ketika itu, Mutmainah bersusah payah mengeluarkan tabung gas ke udara terbuka dan mematikan aliran listrik di rumahnya. "Saking takutnya, anak saya yang sedang mandi keluar tanpa busana," katanya.

Usai kejadian tersebut, Mutmainah trauma. Ia tak mau menyentuh apalagi menggunakan kompor gas lagi. Apalagi, saudaranya tewas terbakar akibat tabung gas elpiji yang bocor.

Menurut Mutmainah, kompor bio energi lebih aman dan bebas ledakan. Keunggulan bahan bakar bio energi lainnya adalah peralatan masak bersih dan tak ada noda hitam seperti saat mengggunakan minyak tanah. Bahkan, waktu memasak lebih singkat dan cepat matang.

Pengeluaran uang untuk membeli bahan bakar pun lebih hemat. Setiap hari, dia menghabiskan minyak bio energi sebanyak setengah liter. Sedangkan, jika menggunakan minyak tanah setiap hari rata-rata menghabiskan satu liter minyak tanah. Setiap liter bio energi, Mutmainah membeli seharga Rp 6 ribu, sedangkan minyak tanah melonjak hingga Rp 7 ribu per liter. Menurutnya, nyala api bio energi lebih biru dan api lebih panas.

Kompor bio energi ini merupakan karya Didik Susanto warga Perumahan Pakis Permata Desa Pakisjajar Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Di rumah sekaligus bengkel kerjanya, Didik mengotak-atik kompor hasil kreasinya. Ia memasang aksesoris serta alat pengaman sebelum dijual langsung ke konsumen. Kompor bio energi terdiri dari bodi atas dan bodi bawah, yang dapat dilepas. Di dalamnya terpasang alat pembakar yang bisa diatur naik turun sesuai kebutuhan. Didik juga memasang penampung tumpahan bahan bakar di bawah alat pembakar. Alat pembakar terhubung selang menuju tabung bahan bakar.

"Besar api bisa diatur, sesuai kebutuhan," ujar Didik. Selama tiga bulan ia mengotak-atik kompor serta bahan bakar bio energi. Racikan bahan bakar ini diuji coba berulang kali, sampai ditemukan campuran yang pas. Hasilnya, bara api biru, tak berbau, tak bernoda, irit dan ramah lingkungan. Fomulasi bahan bakar ini, katanya, didasarkan unsur kimia yang tepat sehingga menghasilkan bara yang besar.

Ia berencana mendaftarkan kompor bio gas sebagai hak paten, untuk mencegah pembajakan karya intelektual. Ternyata, di pasaran banyak dijuampai kompor bio energi yang ramah lingkungan. Bahan bakarnya disesuaikan dengan kemampuan menyediakan bahan bakar energi terbarukan. Balai Penelitian Tembakau dan Serat (Balittas) Karangploso, telah memproduksi berbagai jenis kompor. Diantaranya kompor sumbu minyak jarak, kompor anglo bahan bakar biji jarak hingga kompor tekan berbahan bakar minyak jarak.

"Teknologinya mudah dan siap digunakan konsumen," kata Peneliti Balittas, Abi Dwi Hastono. Biji jarak pagar, katanya, tak harus melalui pengolahan yang rumit. Namun dengan teknologi sederhana biji jarak bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar untuk memasak dan memenuhi energi setiap rumah. Menurut Abi, tak ada alasan petani mengalami kekurangan energi atau kesulitan bahan bakar. Dengan menanam jarak pagar, Abi yakin seluruh kebutuhan memasak selama setahun terpenuhi.(Eko Widianto)


TEMPOInteraktif

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More