JAKARTA (SINDO) – Kenali tandatanda alam dan hiduplah berdampingan secara harmonis! Karena jika alam sudah berkehendak, tidak ada satupun yang bisa melawan dan merekayasa,termasuk kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Kalimat tersebut diungkapkan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono.Menurut dia, meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta pada 26 Oktober kemarin menjadi bukti bahwa alam memiliki kehendak sendiri yang tidak bisa dipaksakan. ”Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia hanya bisa menyesuaikan saja dengan alam,” ungkap Surono.
Kemampuan iptek dalam menyesuaikan diri dengan alam bisa dicontohkan, misalnya saat membangun rumah tahan gempa di wilayah yang rentan terhadap gempa,membuat skenario bencana,dan lainnya. Iptek,ujarnya,hanya bisa melakukan tindakan mitigasi alam. Artinya, kemampuan iptek hanya bermanfaat untuk melakukan upaya- upaya meminimalkan korban bencana sekecil mungkin.
Surono mengatakan, upaya - upaya mitigasi bencana Gunung Merapi dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter. Di antaranya energi kinetik, potensial, dan termal. Parameter ini dijadikan acuan untuk mengamati aktivitas Gunung Merapi. ”Itulah kenapa kami tidak bisa memprediksi kapan Merapi meletus. Sedikit sekali parameter yang bisa kami manfaatkan dari kemungkinan banyaknya parameter yang ada.
Yang bisa kami lakukan hanyalah melihat parameter tersebut untuk dijadikan pegangan melakukan mitigasi bencana,”ungkap Surono. Selain itu, pantauan juga terus dilakukan.Gunung Merapi dipantau dengan cara instrumental dan visual secara periodik. Instrumental merupakan metode dengan menggunakan sistem seismik, EDM (electiric distance measurement), dan tiltmeter. Adapun pengamatan visual dilakukan melalui Pos Pengamatan Kaliurang, Ngepos, Babadan, Jrakah, dan Selo.
”Pada tahap ini,barulah peran teknologi dalam penentuan sistem peringatan dini begitu besar. Sebab, sistem peringatan dini bergantung pada teknologi,”jelas Surono. Menurut dia, karena Merapi tidak bisa diprediksi kapan meletusnya, pihaknya juga tidak bisa mengungkapkan kapan Merapi berangsur normal. ”Sekali lagi, yang bisa kami lakukan adalah melakukan pantauan dengan kemampuan yang kami miliki,”tandasnya.
Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hery Harjono mengungkapkan, meletusnya Merapi menjadi pelajaran berharga bagi dunia keilmuwan, khususnya kegunungapian. ”Saya pikir, dari banyaknya peristiwa bencana, termasuk Merapi, Indonesia bisa memetik banyak pelajaran berharga,” katanya.
Menurut Hery, Indonesia bisa menjadi center of excellence kebencanaan di kawasan Asia Tenggara, bahkan Asia.Indonesia,kata Hery, dapat menjadi center of excellence gunung api, tsunami, gempa, dan lainnya.“Pemerintah wajib mendorong kemampuan sumber daya manusia Indonesia dalam mengatasi banyaknya persoalan bencana di Tanah Air,”tandasnya.
Hery mengungkapkan, bersama para ilmuwan Jepang, saat ini pihaknya sedang melakukan riset terkait potensi-potensi kebencanaan di Tanah Air.Termasuk penelitian segmen Mentawai yang konon masih memiliki potensi gempa dengan skala mencapai 8,8 Skala Richter. ”Dari sisi historis, 200 tahun lalu Mentawai juga pernah diguncang gempa dengan skala sama,”tegasnya. (sugeng wahyudi)
• SINDO
Menhan Sjafrie Tinjau Daerah Latihan di Nunukan, Kalimantan Utara
-
* Perisai Trisula Nusantara *
*[image:
https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2024/12/1734753359124-768x512.jpg]*
*Menhan Sjafrie meninjau daerah ...
57 menit yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.