Siapa yang tidak kenal Air Conditioner (AC) atau pendingin udara? Bagi mereka yang tinggal di wilayah dengan cuaca tropis seperti Indonesia, alat ini telah menjadi pelengkap utama. Tak hanya untuk gedung-gedung perkantoran tetapi juga rumah tinggal.
Penggunaan AC hingga kini tetap digandrungi. Meskipun para ahli dan lembaga yang bergerak di bidang lingkungan hidup berulang kali menyuarakan bahaya penggunaan AC lantaran terkandungnya Hydro Chlorofluoro-Carbon (HCFC) atau freon dalam alat itu. Freon dinyatakan berperan dalam penipisan lapisan ozon yang memicu terjadinya perubahan iklim.
Semakin tipis lapisan ozon, makin panas udara, otomatis makin banyak pula orang menggunakan AC. Tetapi sebenarnya tidak harus seperti itu. Banyak cara alternatif yang dapat dilakukan guna menurunkan penggunaan AC.
Susan DeFreitas dari EarthTechling, media yang mengangkat isu-isu lingkungan hidup, seperti dikutip Reuters mengatakan penggunaan teknologi memanfaatkan geotermal atau energi panas bumi adalah cara paling populer saat ini. Tak hanya mendinginkan, namun juga memanaskan udara dengan tetap ramah lingkungan.
Departemen Energi di Amerika melansir dalam enam tahun terakhir instalasi pemanas menggunakan geotermal tumbuh pesat. Di negara tersebut, instalasi mencapai lebih dari satu juta. Dan setidaknya 100.000 hingga 120.000 sistem dipasang di Amerika per tahun atau sama dengan satu dari 38 rumah baru di Amerika sudah menggunakan pemanas berteknologi geotermal.
Penggunaan geotermal mungkin dilihat sebagai hal baru dalam memanaskan dan mendinginkan ruangan. Namun sebenarnya teknologi ini telah berkembang sejak 1940-an. Alat pompa geotermal bekerja dengan mengeksploitasi suhu udara yang ada di dalam perut bumi.
Penggunaan geotermal menguntungkan karena fakta suhu udara di dalam bumi yang tidak berfluktuasi. Sementara udara di permukaan bumi terus mengalami perubahan, di dalam bumi lokasinya suhu udara tetap terjaga di angka 7 derajat celcius hingga 21 derajat celsius.
Penggunaan geotermal sebagai pendingin ruangan di Indonesia memang belum populer. Namun pemerintah kini sudah mulai melakukan penghapusan secara bertahap penggunaan freon di industri manufaktur.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Masnellyarti Hilman mengatakan pelarangan penggunaan freon merupakan rekomendasi dari tim kerja teknis pelaksanaan penghapusan zat perusak ozon.
"Agar pelaksanaan penghapusan freon tidak berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi terkait, KLH membentuk tim kerja teknis. Tim itu terdiri dari perwakilan industri pengguna HCFC, ahli dari perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan instansi pemerintah terkait," katanya beberapa waktu lalu.
Tim bertugas memberikan rekomendasi strategi penghapusan HCFC. Dan sejauh ini rekomendasi yang diberikan meliputi pembatasan impor seluruh jenis HCFC, peningkatan bea masuk produk yang mengandung HCFC, pelarangan emisi HCFC, pelarangan penggunaan HCFC pada kegiatan industri manufaktur, serta pengendalian HCFC pada kegiatan industri jasa.
Masnellyarti mengatakan berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data teridentifikasi tingkat konsumsi HCFC di Indonesia pada 2009 mencapai 5.714,25 ton. Penggunaan HCFC terbesar adalah pada AC yaitu 54,5 persen, diikuti sektor re-frigerasi, foam dan pemadam kebakaran dengan tingkat konsumsi masing-masing 29,52 persen, 11,78 persen, dan 4,19 persen.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.