TEMPO.CO , Jakarta-
Apa jadinya kalau game developer buka-bukaan sepanjang hari? Hasilnya
mencengangkan. Rupanya, industri game di Indonesia sudah maju pesat. Ini
terungkap dalam pertemuan komunitas game, Gedebuk (http://gedebuk.org) yang menggelar acara Gedebuk Coy! di Hotel Cihampelas 2, Bandung pada 30 Maret 2012.
Gedebuk Coy! menghadirkan berbagai praktisi industri
game berpengalaman di Indonesia. Mereka berbagi cerita dan kiat-kiat
pembuatan game dengan game developer dan kalangan media.
Dihadiri oleh 33 studio game dari berbagai kota di
Indonesia, termasuk Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Malang
serta belasan media, acara ini dibuka oleh inisiator Gedebuk, Aditia
Dwiperdana. Dia menjelaskan, Gedebuk akan jadi komunitas yang kondusif
untuk mereka yang ingin belajar tentang pembuatan game, studio game
pemula, maupun mereka yang sangat menyukai game.
Sejumlah founder dan CEO studio game kemudian
mempresentasikan isu-isu yang sedang hangat di industri game Indonesia.
Teddy Pandu, Chief Financial Officer Nightspade,
membeberkan pengalamannya memperoleh investasi dari East Ventures.
"Investor lebih tertarik pada founder yang komitmen menjalankan bisnis,
bukan yang sekadar mendirikan bisnis untuk kemudian exit," tegasnya.
Kris Antoni, CEO Toge Productions--produsen
game Flash yang terkenal di dunia internasional seperti Necronator dan
Infectonator--berbagi kisah sukses. Dia juga berpesan agar game
developer berhati-hati saat mengangkat isu sensitif dalam konten game.
Ada pula Guntur Sarwohadi, dari SoybeanSoft, yang menyarankan agar developer mengembangkan game untuk target yang terfokus (niche), bukan satu game untuk semua orang.
Sementara itu Dien Wong dari Altermyth, Wilson Tjandra dari Mintsphere, dan Wimindra Lee dari Agate Studio membagikan analisis mereka tentang tren di masa depan untuk industri game.
Dien Wong mengutarakan konsol akan terus menurun,
sementara mobile game akan terus meningkat. Juga bahwa publisher luar
mulai melirik pasar Indonesia, bukan hanya sebagai pasar, tapi juga
sebagai sumber daya berpotensi besar. "Kita tidak perlu takut dengan
hadirnya mereka. Masuk ya masuk saja. Biarlah dengan uang mereka kita
bangunkan pasar untuk mereka. Sepuluh tahun lagi, kita bisa berdiri di
atas kaki kita sendiri," yakinnya.
Wilson Tj menjelaskan tantangan yang dihadapi oleh
mobile game developer. Sementara Wimindra Lee dari Agate Studio menguak
rencana Agate untuk mengembangkan mobile social platform khusus game,
Gempon, yang direncanakan perilisannya pada Juni 2012.
Unsur Lokal dalam Game, Pentingkah?
Dua sesi paling menarik di Gedebuk Coy! adalah sesi
diskusi. Yang pertama, bertopik "Unsur Lokal dalam Sebuah Game,
Pentingkah?", menghadirkan Ivan Chen dari Anantarupa Studio, Eko Nugroho dari Kummara, dan Ricky Nuriadi dari Amulet Studio. Dimoderatori oleh Frida Dwi dari Agate Jogja,
diskusi itu menyimpulkan bahwa unsur lokal berguna bagi pengembangan
game karena merupakan identitas bangsa, menambah keunikan game itu
sendiri, dan mengandung faktor "coolness" (=keren) untuk memikat para
gamer.
"Style yang benar-benar 'Indonesia' susah dicari,
jadi lebih baik menggunakan pop culture ditambah value lokal supaya
lebih mudah diterima masyarakat global," kata Ivan Chen.
Ricky Nuriadi pun mendukung. "Kita masih dalam
perjalanan membentuk apa yang nantinya bisa disebut orang sebagai
sesuatu yang 'Indonesia banget'."
Eko Nugroho menegaskan, "Mau bikin sesuatu yang
positif lewat unsur lokal, boleh. Mau bikin sesuatu yang positif lewat
unsur lain, boleh juga. Yang penting positifnya itulah yang diutamakan
dan jadi keunikan game itu."[BS]
• TEMPO.CO
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.