|
KOMPAS/RADITYA HELABU |
Pengantar Redaksi
Yoris
Sebastian mempunyai pekerjaan yang ”tidak biasa” bagi kebanyakan
orang. Dia menjual ide-ide kreatif untuk kliennya. Pekerjaannya sebagai
praktisi kreatif tersebut membawa nama Indonesia menang pertama kali
di International Young Creative Entrepreneur Award dari British Council
di London tahun 2006.
Yoris juga tercatat sebagai General
Manager Hard Rock Cafe termuda di Asia saat berusia 26 tahun lantaran
berbagai inovasi bisnis, termasuk program ”I Like Monday”. Dia dianggap
berhasil mengubah hari Senin menjadi hari paling ramai dalam sepekan.
Menjadi
wirausaha pada tahun 2007 mendirikan OMG Creative Consulting. Dalam
waktu setahun setelah perusahaannya berdiri, dirinya langsung
mendapatkan penghargaan Asia Pacific Entrepreneur Award untuk kategori
Most Promising Entrepreneur. OMG menggarap proyek dari beragam bidang,
seperti mal, hotel, rumah sakit, asuransi, minuman, media, serta
membidani banyak signature event.
***
Bagaimana
cara supaya selalu kreatif dan bagaimana cara menciptakan mood agar
bisa kreatif. Adakah saat-saat khusus atau momentum khusus yang memicu
keluarnya ide-ide kreatif? (Fredy, Surabaya)
Buat saya,
kreativitas adalah kebiasaan. Jadi, di setiap ada kesempatan saya
memang biasakan untuk berpikir kreatif. Baik itu menghasilkan uang
maupun sekadar iseng belaka untuk latihan. Salah satu contohnya adalah
program workshop ”41 Weeks with Creative Junkies” yang idenya lahir
lantaran istri saya hamil selama 41 minggu sehingga untuk melahirkan
orang kreatif baru pun saya buat modul baru 41 minggu.
Saya tidak
perlu momentum khusus untuk memicu ide. Namun, saya akui ide segar
paling banyak keluar saat traveling, dengerin musik, nonton bioskop, dan
tentunya saat meeting bersama tim saya.
Sebagai pelajar,
saya merasa kreativitas saya terkekang oleh pendidikan sekolah. Saya
tak bisa mengeksplorasi suatu hal secara lebih. Saya merasakan
pendidikan kita terlalu terpaku pada teori sebagai pakem segala hal.
Sering saya berpikir, ”Apakah kami benar-benar membutuhkan ini semua?”
Mungkin ini juga dialami oleh banyak pelajar di luar sana. Apa pendapat
Mas Yoris? (Devananta Rizqi Rafiq, Yogyakarta)
Perasaanmu
sama seperti perasaan saya waktu sekolah dulu. Karena itu, pulang
sekolah saya giat ikut organisasi yang sesuai dengan minat saya supaya
saya lebih kreatif dan juga belajar disiplin. Sadar tidak sadar, apa
yang kita pelajari di bangku sekolah nantinya berguna lho di kemudian
hari. Malah untuk saya, SMA adalah blueprint dari kehidupan saya
sekarang.
Apakah ide yang dijual hanya sekadar ide saja, atau sekalian eksekusinya? Apakah Bapak bersedia memberikan kiat suksesnya? (Antonius Padiman, xxxx@gmail.com)
Tergantung
tipe proyek yang kami tangani. Kalau di perusahaan tersebut sudah
memiliki tim internal yang mumpuni, kami cukup bekerja sama dengan
mereka untuk membuat sesuatu yang berbeda dari industri mereka.
Tujuannya untuk mendapatkan hasil bisnis yang lebih baik.
Bisa
juga kami berkolaborasi dengan beberapa pihak lain, misalnya saat
mengerjakan sebuah mal di Medan. Kami bekerja sama dengan Urbane
Architect serta konsultan yang ahli di bidang leasing. Dari situ kami
membuat sebuah konsep yang customized Medan, tidak copy paste mall yang
ada di Jakarta. Jadi berdampak positif untuk area sekitarnya dan bisa
dibanggakan kota Medan.
Menurut Mas Yoris, mind set kreatif itu yang seperti apa sih? (Ronald Ascensio, xxxx@gmail.com, Branding Designer)
Mindset
kreatif buat saya adalah sikap dan pemikiran yang selalu berbeda. Orang
pake jam tangan di kiri, saya pake di kanan. Konsultan pake jas dan
dasi, saya pake kaus.
Namun, buat saya, pemikiran kreatif tetap
harus ada alasan baik di belakangnya. Misalnya, sebagai konsultan, saya
pakai kaus karena ingin menjelaskan bahwa yang saya jual adalah
pemikiran, bukan baju saya.
Apa kendala-kendala yang sering
Mas Yoris hadapi ketika sedang menangani suatu event? Pernahkah ada
salah satu klien Mas Yoris yang berusaha menipu? (Prawatya Endrawila Pawestri, Jatibening II, Bekasi)
Wah
kalau namanya kendala saat menangani event pasti ada saja. Semua
rencana di atas kertas tidak akan bisa dijalankan persis 100 persen.
Misalnya, karena ada kendala di lapangan, cuaca, pengisi acara, dan
masih banyak lagi.
Untuk mengantisipasi, saya selaku konseptor
atau konsultan acara tersebut akan memilih rekanan yang punya rekam
jejak bagus untuk tipe acara yang akan kami tangani. Setiap kendala
nantinya menjadi pelajaran berharga untuk event berikutnya.
Soal
urusan klien berusaha menipu, mungkin dulu sering ya waktu saya belum
berpengalaman. Namun, tidak apa-apa, buat saya itu pengalaman berharga.
Setujukah
Anda, being creative > following trend? Apa tanggapan Anda sebagai
subyek yang menjual ide kreatif terhadap maraknya industri kreatif di
layar kaca. Mereka yang menggunakan jingle untuk komersial secara
serupa atau bahkan sama persis dengan buatan luar negeri? (Reita, xxxx@gmail.com, Jakarta
Pada
awal-awal saya menjadi kreatif selalu mengikuti tren. Namun, kini
karena saya adalah creative junkies, terkadang saya malah membuat tren.
Tapi, betul, kita harus belajar mengikuti dulu sebelum kita bisa
membuat.
Industri kreatif memang sedang tren dan penggunaan
kata-kata kreatif kini kerap digunakan secara komersial. Namun, buat
saya, masyarakat juga semakin pintar dan nanti akan melihat brand mana
yang benar-benar care dengan industri kreatif dan mana yang hanya
menggunakannya sebatas jargon.
Hai, Mas Yoris, pernah enggak
sih, saat mutusin mau menjadi wirausaha, niat Mas Yoris dipandang
sebelah mata oleh orang-orang terdekat, seperti orangtua? Bagaimana
caranya untuk tetap punya semangat dan bangkit walau enggak ada
dukungan dari orangtua? Apakah saya harus tetap lanjut atau enggak?
Soalnya kalau udah menyangkut orangtua, takut serba salah. (Maditi, xxxx@yahoo.co.id)
Betul
sekali, kalau sudah menyangkut orangtua kita serba salah. Enggak
ikutin nasihat orangtua nanti enggak enak. Tapi, mau ikutin kata
orangtua terkadang tidak sesuai dengan kata hati kita. Yang harus kita
camkan adalah nasihat orangtua hampir semua baik adanya.
Hampir
semua diberikan karena mereka sayang sama anak. Namun, belum tentu
cocok dengan kita. Nah, saya selalu mencari cara supaya bisa
menunjukkan bahwa jalan yang saya ambil benar.
Apakah Mas
Yoris, saat ini, sudah merasa sebagai orang yang ”selesai dengan
dirinya” (mengutip istilah Prof Anies Baswedan), di mana yang Mas Yoris
lakukan adalah demi masyarakat banyak, bukan demi diri sendiri. (Dian Marta Manggala Yudha, Sungai Gerong, Banyuasin Sumatera Selatan)
Saya
(tidak sengaja) akhirnya merasa demikian, saat menerbitkan buku Oh My
Goodness: Buku Pintar Seorang Creative Junkies. Hal tersebut terjadi
karena melihat banyaknya pembaca buku saya yang meraih sukses karena
kreatif, dan ternyata rasanya lebih berharga dibandingkan berbagai
penghargaan yang saya terima sebelumnya.
Sejak itulah saya mulai
(dengan sengaja) melakukan banyak proyek atau konsep demi masyarakat
banyak, bukan lagi buat diri sendiri.
Saya termasuk orang yang
punya banyak mimpi dan banyak yang sudah jadi kenyataan. Saat ini impian
terbesar saya adalah membawa orang kreatif Indonesia tampil dan
berjaya di lingkup internasional. Menurut saya, orang Indonesia
kreatif-kreatif, tetapi saat ini belum diberi panggung dengan level
dunia. (Ush)
• KOMPAS.com