Apa saja Tantangannya?
Anak negeri ini kian banyak yang kreatif. Juga cerdas. Sesudah mobil Esemka dari Solo beberapa waktu lalu, kali ini ada mobil listrik dari Depok Jawa Barat. Bikinan warga bernama Dasep Ahmadi. Mobil listrik itu sesungguhnya sudah lama dibicarakan orang. Senin 16 Juli 2012, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan secara resmi memperkenalkan mobil ini.
Tidak sekedar memperkenalkan kepada khayalak ramai, Dahlan juga menunggangi mobil itu. Dari pabriknya di Jatimulya, Cilodong, Depok, ke kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Hampir semua media massa nasional mengirim wartawan meliput perjalanan uji coba ini.
Melaju dari Cilodong itu, Dahlan didampingi Dasep, sang pembuat mobil itu. Perjalanan dimulai pukul delapan pagi. Rombongan melewati Jalan Kalimulya Raya, Grand Depok City, Jalan Kartini, lalu Jalan Margonda lurus hingga Pasar Minggu dan Pancoran. Dahlan Melewati Jalan Gatot Subroto dan memutar di Semanggi kemudian lewat Jalan Sudirman. Sampai BPPT tepat pukul 10.40. "Daya power-nya cukup. Setirnya juga nyaman," kata Dahlan.
Meski sedikit mengalami masalah sebab mobil sempat mogok, namun ini sebuah keberhasilan. "Ini hari pertama mobil listrik nasional," kata Dahlan dalam catatan uji coba ini. Proses uji coba ini berhasil.
Mobil Ahmadi ini bisa menempuh 150 km untuk sekali setrum. Jarak ini setara Jakarta-Bandung. Mobira -- begitu namanya dan merupakan singkatan dari mobil rakyat -- diperkuat baterai lithium ion sebanyak 36 buah dengan kapasitas baterai yang mencapai 21 kWh.
Mobil ini sangat fleksibel dan bisa melakukan pengisian di rumah dengan tegangan 220 V. Hanya membutuhkan waktu 4-5 jam hingga baterai tersisi penuh. Sementara dengan cara sistem cepat dengan daya tinggi hanya membutuhkan waktu 30 menit.
Tantangan
Mobil listrik saat ini memang menjadi salah satu fokus pemerintah, khususnya guna mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Guna pengembangannya, pemerintah diminta terus mendorong dengan memberikan insentif-insentif yang dibutuhkan industri.
Dasep, menegaskan, sebagai industri baru, keterbatasan komponen di dalam negeri sangat terasa. Saat ini sekitar 50 persen komponen mobil listrik masih diimpor dari luar, seperti baterai, inventer, motor listrik, charger, dan beberapa komponen lainnya. "Tarifnya PPN-BM itu sekarang 10 persen," ujar Dasep di Jakarta 16 Juli 2012.
Bila ingin berkembang, seharusnya pemerintah sudah menerapkan tarif nol dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap komponen impor tesebut.
Selain masalah pajak, pemerintah diharapkan harus mulai berpikir memberikan subsidi atau insentif kepada masyarakat agar menarik minat beralih ke mobil listrik. Subsidi itu bisa diberikan dalam bentuk langsung atau pembebasan pajak kendaraan. "Di beberapa negara seperti di Amerika dan Jepang sudah menerapkannya," katanya.
Dasep mengakui pengembangan mobil listrik ini takkan berhasil jika pemerintah belum mampu mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan masyarakat. "Pokoknya kemudahan -kemudahan yang memicu pertumbuhan mobil listrik biar berkelanjutanlah," kata Dasep penuh harap.
Infrastruktur penunjang yang dibutuhkan itu di antaranya ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar listrik. Penunjang lainnya adalah tempat parkir khusus mobil listrik serta berbagai sarana pendukung lainnya. "Itu perlu fasilitas colokan agar bisa parkir sambil mengisi," kata dia.
Dasep mengaku optimistis dengan pengembangan mobil listrik di tanah air. Bahkan dia memprediksi kendaraan dengan bahan bakar energi alternatif ini akan menjadi salah satu kendaraan yang diandalkan pada beberapa tahun mendatang. Optimisme Dasep tersebut didasarkan pada penguasaan teknologi dari sumber daya manusia (SDM) di tanah air yang tak tertinggal jauh dibandingkan negara lain.
Dari sisi konsumen, Indonesia merupakan negara yang memiliki pangsa pasar cukup besar. "Saya optimistis, industi ini dapat berjalan secara mandiri, bahkan 2014 saya sanggup memproduksi 5.000 sampai 10.000 unit," kata dia.
Dasep hanya mengingatkan agar semua pihak bergandengan tangan mengembangkan mobil listrik tersebut. "Istilahnya Indonesia ini jalan bareng lah ya jadi kita tidak dari awal lagi," ujar dia.
Singapura dan Vietnam
Walau terlambat dibandingkan negara-negara maju, Indonesia ternyata tak terlalu ketinggalan dalam mengembangkan mobil listrik di tingkat Asia Tenggara. Salah satu negara tetangga, Singapura, diketahui baru memulai program mobil listrik yang khusus dikembangkan di dalam negeri.
Dikutip VIVAnews dari laman Channel News Asia, salah satu perusahaan lokal Singapura, Mayton Automotive telah menjalin kerjasama pengembangan mobil listrik dengan menggandeng mitranya dari China dan Amerika Serikat.
Mayton rencananya akan menyuntikkan modal 10 juta dolar Singapua untuk pengembangan proyek tersebut. Dana untuk lima tahun itu akan digunakan untuk menunjang kelangsungan pusat kegiatan penelitian dan pengembangan mobil listrik.
Dalam jangka panjang, perusahaan yang baru mengumumkan program mobil listrik akhir pekan lalu itu berencana mengetes sekitar 200 mobil listrik di Punggol, salah satu kawasan di Singapura. Target ini sejalan dengan serangkaian tes yang akan dilakukan institusi milik pemerintah Singapura.
Sementara itu, laman evwind.es melaporkan, pengembangan mobil listrik Singapura ini merupakan salah satu inisiatif entrepreneur asal China, Yan Wei. Lewat Lihe Investment Holding, Yan Wei bersama kedua mitranya itu berencana menyuntikan modal dengan total anggaran US$300 juta dalam tiga tahun ke depan.
Pusat pengembangan mobil listrik Singapura ini ditetapkan di Hengshui, salah satu kota di belahan utara provinsi Hebei, China.
Lihe Investment dalam pernyataannya menegaskan bahwa pemilihan Singapura sebagai negara pengembangan lantaran lokasinya yang cocok untuk ujicoba mobil listrik. Aturan menyebutkan, batas maksimal jarak tempuh mobil listrik dalam kondisi baterai terisi penuh adalah 150-250 kilometer. Sementara rata-rata jarak tempuh pengguna kendaraan di Singapura hanya berkisar 55 kilometer.
Selain Singapura, rencana pengembangan mobil listrik kini juga sedang dilakukan Vietnam. Dikutip dari Vietnamnet, sebuah perusahaan produsen mobil, Yo Auto, telah menandatangani perjanjian kerjasama pembangunan pabrik mobil listrik bersama salah satu mitra lokal negara tersebut.
Kabar itu tentu saja memberikan angin positif bagi industri otomotif Vietnam yang terancam ditinggalkan pabrikan besar dunia. Seorang sumber kepada Dat Viet mengatakan, Yo Auto nantinya bakal menjadi perusahaan dengan spesialisasi produk mobil listrik hybrid. Pabrik itu sendiri bakal memiliki kapasitas produksi hingga 100 ribu unit per tahun.
Semula investasi pembangunan pabrik itu akan dilaksanakan pada Mei 2012. Namun dengan berbagai alasan, rencana itu terpaksa dimundurkan menjadi awal 2013.
Senior Eksekutif Toyota Vietnam, Pham Anh Tuan menilai rencana investasi mobil listrik di Vietnam untuk saat ini, masih terlalu dini. Terlebih lagi jika melihat penguasaan teknologi Vietnam. Rencana itu bahkan sulit terealisasi meski pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan otomotif.
© VIVA.co.I'd
Produksi Mobil Nasional Semester Pertama Mencapai 533 Ribu Unit
Mobil listrik dalam negeri bisa diproduksi secara massal tahun 2013.
Produksi mobil di dalam negeri sepanjang semester I-2012 men- capai 533.429 unit. Angka ini masih jauh lebih besar, dibandingkan impor mobil utuh (completely built up/CBU) yang sekitar 53.371 unit.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menjelaskan, produksi mobil pada semester I tahun ini mencapai 533.429 unit, atau 88.904 unit per bulan.
Produksi tersebut melampaui kapasitas produksi rata-rata per bulan yang hanya 75.000 unit, dari total kapasitas terpasang 900.000 unit per tahun.
“Artinya, ada kenaikan 18,54 persen dari rata-rata produksi normalnya. Kenaikan ini berkat peningkatan permintaan di dalam negeri maupun ekspor yang semakin besar,” kata Jongkie di Jakarta.
Karena produksi bulanan di atas rata-rata, agen tunggal pemegang merek (ATPM) harus menambah jam kerja untuk mendorong produksi yang lebih besar.
“Penambahan produksi sudah terjadi sejak akhir tahun lalu dan ATPM harus menambah jam kerja, meskipun dengan biaya produksi yang meningkat, karena kapasitas total pabrikan otomotif sudah melampaui target,” ungkapnya.
Jongkie memaparkan, produksi mobil pada April 2012 tercatat sebanyak 84.322 unit, sedangkan permintaan 87.145 unit.
Sementara pada Mei 2012, produksi meningkat menjadi 97.308 unit, dengan penjualan 95.541 unit. Produksi kembali naik pada Juni 2012 menjadi 103.000 unit dengan penjualan mencapai 101.743 unit.
Kenaikan produksi tersebut, lanjut dia, juga sejalan dengan peningkatan ekspor mobil CBU. Ekspor CBU semester per tama tahun ini melonjak 78,12 persen dibandingkan semester I-2011.
“Pada semester I-2012, ekspor CBU diperkirakan mencapai 89.063 unit, melampaui realisasi sepanjang 2010 yang hanya 85.796 unit,” ujar dia seperti dilansir Antara.
Angka produksi dan ekspor mobil nasional tersebut masih lebih tinggi, dibandingkan impor mobil ke Indonesia. Tercatat, impor kendaraan CBU pada semester I-2012 hanya 53.371 unit. Angka ini naik 28,15 persen dibandingkan periode sama tahun lalu 41.646 unit.
“Berdasarkan kondisi tersebut, industri otomotif menjadi salah satu sektor yang berkontribusi cukup positif pada neraca perdagangan di tengah penurunan kinerja beberapa sektor lain,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, mobil listrik buatan dalam negeri sudah bisa diproduksi massal pada awal 2013.
“Kalau infrastruktur sudah siap, kami pastikan sudah dapat diproduksi massal dengan 5.000 unit per tahun,” ujar Dahlan.
Dia mengungkapkan, dalam tiga bulan ke depan, aturan mengenai teknis hingga komersial sudah harus dirumuskan, sehingga dapat diproduksi massal dan diterima masyarakat.
Sumber : BeritaSatu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.