Proyek ini berbenturan dengan Mass Rapid Transit Koridor Barat-Timur?
Hutama Karya mentargetkan pembangunan kereta dengan panjang rel mencapai 100 kilometer ini mulai konstruksi pada 2013,
Perusahaan konstruksi PT Hutama Karya menawarkan konsep baru untuk mengurai kemacetan di Ibukota. Kontraktor pelat merah itu berencana membangun kereta layang di median jalan tol yang tidak digunakan.
Kereta layang ini dirancang menjadi model transportasi intermoda yang terintegrasi, dari kereta listrik, busway hingga MRT.
Direktur Utama PT Hutama Karya, Tri Widjajanto Joedosastro, menjelaskan, ada lima tahap proyek kereta layang yang diusulkan. Jurusan Bekasi-Slipi akan dikerjakan lebih dulu. Dilanjutkan dengan Bogor-Cawang-Slipi, Slipi-Serpong dan Serpong-Bandara Soekarno-Hatta.
Ide Hutama Karya mengembangkan jaringan jalan tol dengan kereta layang terintegrasi sudah muncul sejak 1988. Namun, ide itu redup kembali akibat krisis ekonomi yang menimpa Indonesia.
Seiring pertumbuhan kendaraan bermotor, kebutuhan transportasi massal yang nyaman di Jakarta menjadi kebutuhan. Ia mengungkapkan, saat ini jalan tol dilalui oleh 98 persen mobil pribadi, dan hanya dua persen oleh angkutan umum.
Untuk kereta layang jurusan Bekasi-Slipi, titik awalnya dimulai dari pusat perbelanjaan Bekasi Square, sehingga pengguna kendaraan pribadi dapat menitipkan kendaraannya di pusat perbelanjaan tersebut, lalu melanjutkan perjalanan menuju Jakarta dengan kereta layang.
Dalam konsep ini, Stasiun Cawang akan menjadi titik sentral bertemunya kereta dan Transjakarta. Kemudian Semanggi sebagai titik sentral kereta listrik dengan MRT.
Tri mengatakan, median jalan tol yang selama ini tidak dimanfaatkan sengaja dipilih sehingga pembangunannya tidak mengganggu pengguna jalan tol. Tri meyakini transportasi kereta listrik ini dapat mengangkut orang dengan jumlah banyak.
"Prinsipnya mengusulkan terobosan ini dengan memanfaatkan median tol untuk mengatasi kemacetan. Konsepnya, yang diangkut orangnya, bukan mobilnya," kata dia kepada VIVAnews.
Rencananya, kereta yang akan digunakan adalah kereta listrik atau kereta bertenaga matahari yang lebih ramah lingkungan. Dan ini, menurutnya, sudah lumrah dilaksanakan di negara-negara lain untuk mengatasi kemacetan di perkotaan. Hutama Karya akan menggandeng PT Kereta Api sebagai operator dalam proyek ini.
General Manager Divisi Pengembangan Hutama Karya, Wikumurti, menambahkan, untuk tahap awal disiapkan empat rangkaian kereta untuk melayani penumpang. Dalam satu rangkaian kereta terdapat empat gerbong. Idealnya, kata dia, dengan mengutamakan kenyamanan penumpang, dalam satu gerbong seluas 60 meter persegi dapat menampung hingga 180 orang.
Dalam satu hari akan ada 39 ritase atau perjalanan pulang pergi. Jika ditotal, dalam satu hari kereta layang akan dapat mengangkut penumpang hingga 112.896 orang.
Pada jam sibuk, yaitu pukul 05.30-09.30 WIB dan 16.00-20.00 WIB, perjalanan dapat diintensifkan hingga per 15 menit. Jumlah gerbongnya pun dapat ditambah hingga 12 gerbong dalam satu rangkaian.
Menurut Wikumurti, pada jam sibuk, kereta layang berjarak 22 kilometer itu dapat mengangkut penumpang hingga 69.120 orang. "Di negara maju seperti Jepang, rata-rata kereta mengangkut 70.000 penumpang pada jam sibuk," katanya.
Pada saat siang, kapasitas kereta kembali dikurangi menjadi empat gerbong dan jam perjalanan kereta dikurangi untuk menekan biaya operasional.
Dengan mengintensifkan waktu perjalanan di jam sibuk, diharapkan dapat mengurangi beban jalan tol yang saat ini dilalui oleh 357.838 orang atau 196.614 mobil pribadi dari arah Bekasi. "Rata-rata satu mobil mengangkut dua orang, kereta layang dapat mengangkut hingga 112 ribu orang, itu hampir separuh pengguna jalan tol," katanya.
Pembangunan kereta layang ini, kata dia, bukan berarti akan menggerus pendapatan PT Jasa Marga Tbk. sebagai operator jalan tol. Namun, diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan kendaraan pribadi, khususnya mobil, yang masuk ke jalan tol.
Wikumurti memaparkan besarnya pembengkakan subsidi akibat kemacetan dari konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sudah mencapai Rp10,7 triliun per tahun. Jika dana subsidi BBM ini dapat dialihkan untuk membangun kereta layang, masyarakat dapat beralih menggunakan transportasi massal dan mengurangi kemacetan.
"Pemerintah dapat mensubsidi harga tiketnya. Karena, perhitungan kami, harga tiket kereta layang Bekasi-Semanggi Rp10.000. Kalau pemerintah bisa subsidi setengahnya, menjadi Rp5.000 per tiket, pengguna kendaraan pribadi bisa beralih," katanya.
Hutama Karya mentargetkan pembangunan kereta dengan panjang rel mencapai 100 kilometer ini mulai konstruksi pada 2013, dan beroperasi pada 2015. Tahun ini perseroan akan fokus untuk membereskan aspek teknis, finansial, dan legal. Dari sisi aspek teknis akan berkoordinasi dengan PT Jasa Marga Tbk dan Badan Pengatur Jalan Tol.
Sementara itu, untuk aspek legalitas, menurut dia, saat ini sedang disiapkan dokumen proyek seperti study kelayakan (feasibility study), Detail Engineering Design (DED), dan proposal bisnis.
Untuk aspek finansial, Wikumurti melanjutkan, pihaknya sedang menjalin komunikasi dengan beberapa BUMN karya untuk membentuk Konsorsium Jabodetabek Integrated Transportation (JATRA) Corporation.
Dengan membentuk konsorsium ini, dia menjelaskan, diharapkan pemerintah tidak perlu lagi memberikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan proyek ini dapat dilaksanakan secara business to business.
Dia memperkirakan proyek ini butuh dana investasi sebesar Rp300 miliar per kilometer dari target panjang lintasan 100 kilometer. Total investasi yang diperlukan mencapai Rp30 triliun.
Dari materi rencana, perusahaan memperkirakan total pendapatan yang bisa diraih dari jalur Bekasi-Semanggi bisa mencapai Rp406 miliar per tahun.
Pendapatan ini terbilang cukup tinggi, mengingat biaya operasional yang dibutuhkan untuk menjalankan kereta layang ini hanya sebesar Rp25,2 miliar per tahun. Biaya itu di antaranya digunakan untuk operasional Rp600 juta, biaya umum Rp1,2 miliar, dan biaya perawatan Rp300 juta.
Dengan nilai investasi sebesar Rp5,7 triliun untuk ruas Bekasi-Semanggi, Hutama Karya memperkirakan pengembalian investasi hanya akan memakan waktu 12 tahun. Sementara itu, tingkat pengembalian finansial (Internal Rate of Return/IRR) diperkirakan mencapai 22,5 persen.
Perusahaan asal Jepang, Mitsui Corporation, sudah melakukan pembicaraan awal untuk masuk sebagai salah satu investor. "Dari Jepang kemarin Mitsui sudah menyatakan minat untuk investasi, tapi berapanya kami belum tahu," ucap Wikumurti.
Pembicaraan dengan Mitsui ini baru tahap awal, dan akan diperdalam kembali seiring dengan perbaikan rencana kereta layang. Selain Mitsui, Hutama Karya juga membuka peluang bagi negara lain yang masuk sebagai investor.
Untuk pengembangkan proyek ini, perusahaan mengaku lebih mementingkan masuknya investor asing dibandingkan pinjaman dari bank asing lewat skema business to business. Dengan menjadi investor, maka diharapkan terjadi alih teknologi dari Jepang dan China.
Sementara untuk investor lokal, Hutama Karya memastikan akan menggandeng PT Jasa Marga Tbk mengingat lahan yang digunakan merupakan milik BUMN jasa tol tersebut. Secara teknis pun perusahaan pelat merah tol itu diklaim sudah menyetujui proyek kereta layang ini.
Berbenturan dengan MRT
Pengamat Perkotaan dan Transportasi, Yayat Supriatna, menilai proyek itu tidak efisien karena akan berbenturan dengan Mass Rapid Transit (MRT) Koridor Barat-Timur yang sudah digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain Jakarta, MRT Barat-Timur mengikutsertakan daerah sebelah barat Balaraja, Tangerang, dan Timur Cikarang Bekasi.
Seharusnya kata dia, sebelum membuat konsep ini PT Hutama Karya membuat kajian terlebih dahulu. Sehingga tidak bentrok dengan pengembangan pola transportasi makro yang sudah ada. "Kalau sebatas ide dan konteks bisnis memang bagus," kata Yayat.
Selain itu, kata dia, untuk merancang suatu konsep trasnportasi juga harus menyesuaikan dengan tata ruang. Kontraktor harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perhubungan terkait tata ruang Jabodetabek. Dan karena ini lintas wilayah, maka pembangunan disinergikan dengan konsep pengembangan transportasi Jabodetabek.
Menurutnya, saat ini tidak perlu konsep baru untuk mengatasi masalah macet di Jakarta. Sebaiknya konsep yang sudah ada dimatangkan. Dan kalau pun ada terobosan baru itu bisa menjadi penyempurna. "Jangan sampai konsep lama belum dijalankan tapi sudah ada ide baru lagi," ujarnya. Dia mencontohkan salah satu proyek yang sudah direncanakan tapi tidak berjalan yakni pembangunan monorel.
Saat ini pembangunan sarana pendukung MRT mulai dikerjakan. Pembangunan dimulai dengan pemindahan utilitas dan pelebaran jalan di sepanjang Jalan Fatmawati.
MRT yang berbasis rel rencananya akan membentang sekitar 110,3 kilometer, yang terdiri dari Koridor Selatan–Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23,3 kilometer dan Koridor Timur–Barat sepanjang 87 kilometer.
Pembangunan Koridor Selatan-Utara dari Lebak Bulus-Kampung Bandan dilakukan dalam dua tahap, yakni Tahap I yang akan dibangun terlebih dahulu menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15,2 kilometer dengan 13 stasiun (tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah). Ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.
Tahap II akan melanjutkan jalur dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer yang akan mulai dibangun sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2018, dipercepat dari target awal 2020. Untuk tahap ini studi kelayakannya sudah selesai.
Koridor Barat-Timur saat ini sedang dalam tahap pre-feasibility study. Koridor ini ditargetkan paling lambat beroperasi pada 2024- 2027.
© VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.