Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, Selasa malam, 14 Agustus 2013. Rudi ditangkap terkait dugaan suap senilai ratusan ribu dolar AS.
Rudi ditangkap di kediamannya di Jalan Brawijaya No 8/30, Jakarta Selatan.
Namun, Ketua Komisi Pengawas SKK Migas, Jero Wacik, meyakini, tertangkapnya Rudi Rubiandini pada saat menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tidak akan memengaruhi produksi migas Indonesia.
"Semua kegiatan lifting, eksplorasi, dan eksploitasi migas di Indonesia akan berjalan normal," ujar Wacik yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kemarin, di kantornya.
Wacik mengungkapkan, sejauh ini, pemerintah tetap pada komitmennya untuk mengembangkan industri migas. Untuk itu, ia mengimbau kepada perusahaan migas nasional ataupun asing agar tidak khawatir dengan komitmen pemerintah.
Lantas, berapa besar produksi minyak dan gas di Indonesia?
Pada 2012, berdasarkan data laporan keuangan SKK Migas, rata-rata produksi minyak dan gas bumi Indonesia mencapai 2,31 juta barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD). Berdasarkan data produksi, periode 2007-2010, terjadi kenaikan produksi migas.
Namun, pada 2012 terjadi penurunan, terutama disebabkan turunnya produksi dari Total E&P Indonesie, ExxonMobil Oil Indonesia Inc, dan PT Chevron Pacific Indonesia.
Dari pencapaian produksi pada 2012, hanya 3 dari 50 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) produsen minyak bumi yang dapat memenuhi target APBN-P.
Selanjutnya, terdapat 15 dari 50 Kontraktor KKS produsen minyak bumi yang produksinya lebih tinggi dibandingkan realisasi pada 2011, yaitu Hess (Indonesia-Pangkah) Ltd, PT Pertamina EP, JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ, Mobil Cepu Ltd, PT Sumatera Persada Energi, dan Medco E&P Tarakan.
Perusahaan lainnya adalah BP Berau Ltd, Camar Resources Canada Inc, Montd’Or Oil (Tungkal) Ltd, Santos (Sampang) Pty. Ltd, Star Energy (Kakap) Ltd, EMP Malacca Strait, S.A, Lapindo Brantas, Inc, dan JOB Pertamina-EMP Gebang.
Penyebab utama tidak tercapainya produksi minyak bumi pada 2012 di antaranya adalah, kontribusi produksi hasil pemboran pengembangan hanya sebesar 76,8 persen dari target. Kondisi ini antara lain karena kendala proses pengadaan akibat terbatasnya ketersediaan rig, perizinan, subsurface, dan pembebasan lahan.
Selain itu, PetroChina International Jabung, Ltd tidak dapat memproduksikan sumur yang sudah dibor. Situasi ini akibat belum selesainya proses perizinan lahan untuk gelar pipa yang sudah memakan waktu lebih dari 2 tahun.
Saat ini, produksi minyak bumi dilakukan dengan metode trucking, sehingga terdapat potensi kondensat yang tidak dapat diambil sekitar 3.000 BCPD dan potensi gas bumi yang harus di-flare 30 MMSCFD.
Penyebab lain tidak tercapainya target produksi minyak adalah kerusakan fasilitas produksi seperti kompresor, gangguan suplai listrik, instrumentasi, artificial lift, kebocoran subsea umbilical riser and flowline (SURF), dan surface
pipeline.
Terdapat juga kendala transportasi minyak bumi dengan metode trucking, antara lain di PT Sele Raya Merangin Dua dan PetroChina International Jabung, Ltd. Hambatan kepasiran subsurface di Total E&P Indonesie, serta ditutupnya Lapangan Pagerungan Utara Offshore di Kangean Energy Indonesia, Ltd, karena tidak ekonomis, juga memengaruhi produksi minyak.
Selain itu, penyebab lainnya adalah mundurnya realisasi proyek pemindahan Turbin di CNOOC SES, Ltd usai kebakaran di FSO Lentera Bangsa. Dan, shutdown berkepanjangan di Kilang LNG Tangguh.
Belum adanya penambahan produksi yang signifikan dari PT Pertamina Hulu Energi WMO usai perpanjangan (pengalihan) kontrak wilayah kerja West Madura Offshore, juga ikut menjadi penyebab.
Produksi gas bumi
Sementara itu, untuk realisasi produksi gas bumi dalam beberapa tahun terakhir juga selalu meningkat. Namun, pada 2012, produksi turun menjadi 8.167 MMSCFD. Kondisi ini terutama karena penurunan produksi Kontraktor KKS Total E&P Indonesie dan BP Berau Ltd.
Andalan produksi gas bumi nasional pada 2012 masih bertumpu kepada lapangan-lapangan yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesie di Kalimantan Timur, BP Berau Ltd. di Papua, PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi, ConocoPhillips di wilayah Sumatera dan Natuna.
Selain itu, produksi gas masih mengandalkan Vico Indonesia di Kalimantan Timur, juga lapangan lainnya yang dioperasikan oleh ExxonMobil Oil Indonesia Inc di Aceh, Petrochina International Jabung, Ltd di Jambi, PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, dan Kangean Energy Indonesia, Ltd.
Penyebab utama tidak tercapainya produksi gas bumi pada 2012 adalah kontribusi produksi hasil pemboran pengembangan hanya 84 persen dari target. Situasi ini antara lain karena mundurnya jadwal pemboran, subsurface, dan kesiapan fasilitas produksi.
Selain itu, terjadi kerusakan fasilitas produksi seperti kompresor, gangguan suplai listrik, instrumentasi, artificial lift, dan surface pipeline.
Kendala subsurface di Total E&P Indonesie, juga menjadi salah satu pemicu tidak tercapainya target produksi gas bumi itu. Sebab lainnya adalah ketidaksiapan pembeli untuk menyerap gas.
Rudi ditangkap di kediamannya di Jalan Brawijaya No 8/30, Jakarta Selatan.
Namun, Ketua Komisi Pengawas SKK Migas, Jero Wacik, meyakini, tertangkapnya Rudi Rubiandini pada saat menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tidak akan memengaruhi produksi migas Indonesia.
"Semua kegiatan lifting, eksplorasi, dan eksploitasi migas di Indonesia akan berjalan normal," ujar Wacik yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kemarin, di kantornya.
Wacik mengungkapkan, sejauh ini, pemerintah tetap pada komitmennya untuk mengembangkan industri migas. Untuk itu, ia mengimbau kepada perusahaan migas nasional ataupun asing agar tidak khawatir dengan komitmen pemerintah.
Lantas, berapa besar produksi minyak dan gas di Indonesia?
Pada 2012, berdasarkan data laporan keuangan SKK Migas, rata-rata produksi minyak dan gas bumi Indonesia mencapai 2,31 juta barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD). Berdasarkan data produksi, periode 2007-2010, terjadi kenaikan produksi migas.
Namun, pada 2012 terjadi penurunan, terutama disebabkan turunnya produksi dari Total E&P Indonesie, ExxonMobil Oil Indonesia Inc, dan PT Chevron Pacific Indonesia.
Dari pencapaian produksi pada 2012, hanya 3 dari 50 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) produsen minyak bumi yang dapat memenuhi target APBN-P.
Selanjutnya, terdapat 15 dari 50 Kontraktor KKS produsen minyak bumi yang produksinya lebih tinggi dibandingkan realisasi pada 2011, yaitu Hess (Indonesia-Pangkah) Ltd, PT Pertamina EP, JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ, Mobil Cepu Ltd, PT Sumatera Persada Energi, dan Medco E&P Tarakan.
Perusahaan lainnya adalah BP Berau Ltd, Camar Resources Canada Inc, Montd’Or Oil (Tungkal) Ltd, Santos (Sampang) Pty. Ltd, Star Energy (Kakap) Ltd, EMP Malacca Strait, S.A, Lapindo Brantas, Inc, dan JOB Pertamina-EMP Gebang.
Penyebab utama tidak tercapainya produksi minyak bumi pada 2012 di antaranya adalah, kontribusi produksi hasil pemboran pengembangan hanya sebesar 76,8 persen dari target. Kondisi ini antara lain karena kendala proses pengadaan akibat terbatasnya ketersediaan rig, perizinan, subsurface, dan pembebasan lahan.
Selain itu, PetroChina International Jabung, Ltd tidak dapat memproduksikan sumur yang sudah dibor. Situasi ini akibat belum selesainya proses perizinan lahan untuk gelar pipa yang sudah memakan waktu lebih dari 2 tahun.
Saat ini, produksi minyak bumi dilakukan dengan metode trucking, sehingga terdapat potensi kondensat yang tidak dapat diambil sekitar 3.000 BCPD dan potensi gas bumi yang harus di-flare 30 MMSCFD.
Penyebab lain tidak tercapainya target produksi minyak adalah kerusakan fasilitas produksi seperti kompresor, gangguan suplai listrik, instrumentasi, artificial lift, kebocoran subsea umbilical riser and flowline (SURF), dan surface
pipeline.
Terdapat juga kendala transportasi minyak bumi dengan metode trucking, antara lain di PT Sele Raya Merangin Dua dan PetroChina International Jabung, Ltd. Hambatan kepasiran subsurface di Total E&P Indonesie, serta ditutupnya Lapangan Pagerungan Utara Offshore di Kangean Energy Indonesia, Ltd, karena tidak ekonomis, juga memengaruhi produksi minyak.
Selain itu, penyebab lainnya adalah mundurnya realisasi proyek pemindahan Turbin di CNOOC SES, Ltd usai kebakaran di FSO Lentera Bangsa. Dan, shutdown berkepanjangan di Kilang LNG Tangguh.
Belum adanya penambahan produksi yang signifikan dari PT Pertamina Hulu Energi WMO usai perpanjangan (pengalihan) kontrak wilayah kerja West Madura Offshore, juga ikut menjadi penyebab.
Produksi gas bumi
Sementara itu, untuk realisasi produksi gas bumi dalam beberapa tahun terakhir juga selalu meningkat. Namun, pada 2012, produksi turun menjadi 8.167 MMSCFD. Kondisi ini terutama karena penurunan produksi Kontraktor KKS Total E&P Indonesie dan BP Berau Ltd.
Andalan produksi gas bumi nasional pada 2012 masih bertumpu kepada lapangan-lapangan yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesie di Kalimantan Timur, BP Berau Ltd. di Papua, PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi, ConocoPhillips di wilayah Sumatera dan Natuna.
Selain itu, produksi gas masih mengandalkan Vico Indonesia di Kalimantan Timur, juga lapangan lainnya yang dioperasikan oleh ExxonMobil Oil Indonesia Inc di Aceh, Petrochina International Jabung, Ltd di Jambi, PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, dan Kangean Energy Indonesia, Ltd.
Penyebab utama tidak tercapainya produksi gas bumi pada 2012 adalah kontribusi produksi hasil pemboran pengembangan hanya 84 persen dari target. Situasi ini antara lain karena mundurnya jadwal pemboran, subsurface, dan kesiapan fasilitas produksi.
Selain itu, terjadi kerusakan fasilitas produksi seperti kompresor, gangguan suplai listrik, instrumentasi, artificial lift, dan surface pipeline.
Kendala subsurface di Total E&P Indonesie, juga menjadi salah satu pemicu tidak tercapainya target produksi gas bumi itu. Sebab lainnya adalah ketidaksiapan pembeli untuk menyerap gas.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.