Merupakan radar terbesar dan terlengkap ketiga setelah yang ada di Peru dan India.
LAPAN Pasang Radar Deteksi Gempa dan Tsunami
Atmosfer di wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah
lain karena berada dalam garis khatulistiwa dan terletak di antara dua
benua dan dua samudera.
Posisi khusus ini menjadikan Indonesia dianggap sebagai salah satu mesin
pembangkit utama terjadinya perubahan iklim global, seperti peristiwa
La Nina dan El Nino, yang berkaitan dengan musim basah dan musim kering
yang melebihi batas normal.
Untuk itu, Lembaga Penerbangan Antariksa nasional (LAPAN) bekerjasama
dengan Research Institute for Sustainable Humonsphere (RISh) Universitas
Kyoto Jepang mengembangkan Equatorial Atmosphere Radar (EAR).
Radar ini digunakan untuk mempelajari dinamika atmosfer yang merupakan
lapisan pelindung bumi. Dengan mempelajari semua fenomena yang terjadi
dalam lapisan atmosfer, hasilnya bisa menjadi bahan pertimbangan untuk
mengantisipasi cuaca ekstrim ataupun hal lainnya.
“Radar ini mampu mendeteksi sesuatu di atmosfer yang paling rendah, mulai dari 2 kilometer sampai ratusan kilometer.
Kemampuan
deteksi radar ini mencakup segala fenomena yang terjadi dalam lapisan
atmosfer. Secara teknis, spesifikasi radar ini terdiri dari 560 buah
alat dalam satu rangkaian yang diletakkan pada ketinggian 865 meter di
atas permukaan laut. Ia menggunakan frekuensi 47.0 MHz dengan power 100
Kwh. Terdiri dari dua bagian, antena tegak serta modul transmisi.
EAR juga merupakan pengembangan dari Boundary Layer Radar (BLR).
Kelebihan radar ini dibanding dengan radar lain adalah menggunakan
antena putar yang mampu menembak ke segala arah, asalkan dalam radius 30
derajat dari sumbu vertikal.
“Radar ini mampu menembak ke objek di segala arah dalam cakupan sudut 30
derajat, dengan radius sampai 120 kilometer,” kata Eddy Hermawan,
peneliti Radar LAPAN. “Selain itu, radar ini bekerja dalam cakupan
menit, jadi menganalisa setiap fenomena dalam atmosfer tiap menit,”
ucapnya.
Dengan kemampuan tersebut, radar bermanfaat untuk menganalisa terjadinya
fenomena ekstrem seperti gempa dan tsunami. “Bisa untuk peringatan dini
gempa dan tsunami secara real, resolusinya per 2-3 menit, tidak per
jam,” tambah Eddy.
Radar ini bahkan mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi. Namun
demikian, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membandingkan dan
melakukan analisa kasus per kasus. Selain itu, alat ini juga dirancang
untuk mendeteksi perilaku arah dan kecepatan angin dalam tiga dimensi
dari lapisan 1,5 Km sampai 20 Km.
Radar yang dipasang di Kotatabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia juga
merupakan radar terbesar dan terlengkap ketiga setelah radar MST
(Mesosphere Stratosphere Troposhphere) di Peru dan India.
Pada dasarnya, sistem EAR dirancang dengan kemampuan untuk :
1. Menghitung kecepatan angin pada lapisan troposfer dan stratosfer bawah hingga mencapai ketinggian 20 km.
2. Kemampuan untuk mengendalikan beam antena kesegala arah dalam sudut 300 dari sumbu vertikalnya, sehingga bisa mengamati struktur dari setiap proses skala kecil di atmosfer ekuator.
3. Kemampuan untuk mengukur profil temperatur terhadap ketinggian dengan menggunakan teknik RASS (Radio Acoustic Sounding System).
4. Kemampuan untuk memahami Field-Allign Irregularities (FAI) dalam pengamatan lapisan ionosfer dalam arah tegak lurus terhadap bidang geomagnetik.
5. Resolusi range sinyal tunggal mencapai 75 m, dan bahkan lebih akurat lagi untuk menghitung perpindahan vertikal dari struktur lapisan tipis atmosfer dengan teknik Frequency Domain Interferrometry (FDI) atau Frequency Interferrometric Immaging (FII).
6. Dapat menghasilkan data mulai ketinggian 2 km.
7. Fasilitasnya dapat digunakan semaksimal mungkin karena sudah ditempatkan di Kototabang, Sumatera Barat.
2. Kemampuan untuk mengendalikan beam antena kesegala arah dalam sudut 300 dari sumbu vertikalnya, sehingga bisa mengamati struktur dari setiap proses skala kecil di atmosfer ekuator.
3. Kemampuan untuk mengukur profil temperatur terhadap ketinggian dengan menggunakan teknik RASS (Radio Acoustic Sounding System).
4. Kemampuan untuk memahami Field-Allign Irregularities (FAI) dalam pengamatan lapisan ionosfer dalam arah tegak lurus terhadap bidang geomagnetik.
5. Resolusi range sinyal tunggal mencapai 75 m, dan bahkan lebih akurat lagi untuk menghitung perpindahan vertikal dari struktur lapisan tipis atmosfer dengan teknik Frequency Domain Interferrometry (FDI) atau Frequency Interferrometric Immaging (FII).
6. Dapat menghasilkan data mulai ketinggian 2 km.
7. Fasilitasnya dapat digunakan semaksimal mungkin karena sudah ditempatkan di Kototabang, Sumatera Barat.
Hardware dari EAR terdiri dari lima subsistem utama , yaitu :
ANT (Antenna Array)
TRX (Transmitter and Receiver)
SMD (Signal Modulator System)
SP (Signal Processor)
HC (Host Computer)
ANT (Antenna Array)
TRX (Transmitter and Receiver)
SMD (Signal Modulator System)
SP (Signal Processor)
HC (Host Computer)
SMD membangkitkan pengaturan kode sinyal RF yang kemudian dikirim ke TRX
untuk diperkuat hingga sumber spesifik yang kemudian diradiasikan oleh
ANT ke angkasa. Hamburan sinyal dari atmosfer kemudian diterima oleh ANT
yang diperkuat oleh TRX dan dikirim ke SMD. Pada SMD sinyal dideteksi
dan dikonversi ke sinyal digital, yang kemudian dikirim ke SP untuk
proses domain-waktu. Hasilnya kemudian dikirim ke HC untuk data
domain-frekuensi untuk menghasilkan profil kecepatan angin terhadap
ketinggian.(Arifdoank)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.