KOMPAS.com - Megaupload adalah perusahaan yang berbasis di Hong Kong dan pendirinya berlokasi di Selandia Baru. Kenapa bisa dijerat oleh hukum di AS?
Kasus ini menarik untuk diperhatikan bagi pengelola situs atau layanan online di Indonesia yang mungkin was-was akan terkena dampak dari sebuah hukum di AS (atau negara lain).
Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kasus Megaupload yang dikutip dari ArsTechnica.
Prinsip Kejadian
Megaupload memang secara resmi sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pendiri dan karyawannya juga tinggal secara fisik di Selandia Baru.
Nah, menurut tulisan di ArsTechnica, yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah nexus-nya. Atau lebih sederhananya, prinsip "di mana terjadinya kerugian."
Megauplod dianggap sebagai sebuah situs yang, meski tidak berbasis di AS, namun ditujukan bagi warga AS dan menimbulkan kerugian pada pihak-pihak yang ada di AS.
Dokumen dakwaan pada Megaupload menyebutkan, perusahaan itu menyewa 1000-an server di AS, sebanyak 525 di antaranya ada di Virginia.
Kemudian, kebanyakan transaksi di situs itu juga dilakukan lewat PayPal, perusahaan AS. Jumlahnya, menurut pemerintah AS, lebih dari 110 juta dollar AS.
Pendapatan iklan Megaupload didapatkan dari Google AdSense (hingga 2007) dan AdBrite. Keduanya perusahaan AS.
Megaupload membayar penggunanya yang melakukan upload paling populer. Dalam dakwaan itu disebutkan, termasuk di antaranya merupakan penduduk Virginia, AS.
Logika dari dokumen itu, dengan mengirimkan uang ke alamat di AS, maka Megaupload memahami bahwa mereka berbisinis di AS dan terikat dengan jurisdiksi AS.
Kesimpulannya: kerugian pelanggaran hak cipta terjadi di Virginia, dari server di Virginia, dan perusahaan itu mendapatkan serta mengirimkan uang ke warga Virginia. Maka ia terikat hukum federal di Virginia.
Tentu masalah jurisdiksi ini akan jadi salah satu bahan pembelaan terhadap Megaupload di persidangan kelak.
Bagaimana dengan Indonesia?
Selama perusahaan web di Indonesia tidak berbisnis langsung atau menargetkan pengguna di AS, bisa jadi hukum di AS tak akan "menyentuhnya".
Paling tidak hal itu bisa membuat tenang pengelola layanan online yang sempat was-was dengan adanya berbagai aturan di AS. Termasuk Stop Online Pircay Act yang sempat ramai.
Namun bukan berarti mereka "tak tersentuh" sama sekali. Penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual juga ada di Indonesia. Sehingga hal terbaik adalah berusaha menghindari pelanggaran sebisa mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.