TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Anti-pembajakan atau Stop Online Privacy Act (SOPA) dan Protect Intellectual Property Act (PIPA) akan diberlakukan di Amerika Serikat. Tapi gaungnya sampai ke Indonesia dan membuat sebagian orang khawatir. Sebenarnya apa dampak beleid ini bagi pengguna Internet di Indonesia?
Peneliti senior dari Kemitraan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia atau lebih dikenal dengan ICT Watch, Donny Budhi Utoyo, menuturkan, bagi mayoritas pengguna sosial media di Indonesia, tidak terlalu kerasa. Tapi, bagi yang menggunakan Internet sebagai sumber informasi, tentu terkena dampaknya. Soalnya situs-situs seperti Wikipedia, Wikileaks, atau YouTube harus bisa memastikan bahwa situs mereka tidak mengandung konten yang melanggar hak cipta.
Sekali ketahuan suatu situs mengandung konten yang melanggar hak cipta, maka risikonya akan digugat dan bisa berakhir dengan penutupan hingga pemutusan aliran bisnis. "Niat awal UU ini baik untuk melindungi hak cipta," kata pengajar cyber journalism di Universitas Bina Nusantara ini saat dihubungi Kamis, 19 Januari 2012. Sayangnya, potensi kerusakannya bisa merembet ke mana-mana, lebih dari tujuan awal: perlindungan hak cipta.
Pengaruh yang terasa adalah bagi pengungkap aib (whistle blower). Data-data kejahatan yang dilansir dari suatu situs bisa dituntut dari pemiliknya dengan tuduhan pelanggaran hak cipta. "Ini sudah mengganggu kebebasan berekspresi dan mengakses informasi," ujar Donny. Bahkan, ia melanjutkan, untuk server yang berada di Indonesia pun bisa terkena pengaruh jika memuat konten dari Amerika yang berpotensi melanggar hak cipta.
Pemerintah Amerika Serikat bisa meminta pengadilan untuk memblokir akses ke situs Indonesia karena memuat konten yang melanggar hak cipta. Efeknya adalah sumber iklan, pembeli, hingga pengunjung dari negara asal Barack Obama ini jadi menurun drastis.
Pendiri situs salingsilang.com, Enda Nasution, menguraikan bahwa SOPA-PIPA berarti juga banyak pembatasan. "Situs-situs pengumpul data lebih lama dengan memverifikasi konten supaya tidak terkena gugatan," ujar dia yang dihubungi terpisah.
Pria berusia 36 tahun ini mengilustrasikan, jika peraturan ini berlaku, maka sebelum mengunggah konten di sebuah situs, akan banyak sekali tahap verifikasi yang menyatakan bahwa tidak ada unsur pelanggaran hak cipta. Kemudian, Enda menambahkan, pada mesin pencari pun, akses daya carinya semakin menurun. Sebab SOPA-PIPA melarang tautan yang mengandung unsur pelanggaran hak cipta.
"Padahal tidak bisa disangkal Indonesia banyak pake situs yang berasal dari Amerika Serikat," ujar lelaki kelahiran Bandung ini.(DIANING SARI)
• TEMPO.CO
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.