✈ NC212 Filipina [PTDI]
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria menyatakan, produksi PT Dirgantara Indonesia menjadi lambat, diduga karena ada kesengajaan dibagian produksi perusahaan tersebut.
“Karena dalam waktu beberapa bulan lagi Direktur Utama PTDI Budi Santoso akan segera mengakhiri masa jabatannya karena sudah menjabat dua periode untuk jabatan dirut. Tentu saja ini sudah jadi tradisi kalau diantara direksi PTDI ada yang bernafsu untuk mengantikan posisi Budi Santoso tersebut,” kata Sofyano Zakaria kepada Antara di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, sudah diakui bahwa keterlambatan pesanan para konsumen PTDI seperti TNI-AL, TNI-AU, negara Thailand, Philipina seperti ada dugaan kesengajaan yang dilakukan oleh bagian produksi dari PTDI yang dipimpin oleh Direktur Produksi PTDI, Ari Wibowo.
“Karena itu kinerja PTDI yang sudah mulai bangkit dari keterpurukan menjadi kembali sebagai satu-satunya perusahaan pembuat pesawat terbang di Asia Tenggara menjadi sedikit menurun kinerjanya akibat ketidak becusan jajaran Produksi PTDI yang dipimpin Ari Wibowo tersebut,” ungkapnya.
Sehingga, sepertinya ada benang merah antara keinginan Ari Wibowo untuk bisa mengantikan posisi dirut PTDI agar dengan keterlambatan memenuhi pesanan pelanggan PTDI yang disalahkan justru dirut dan jajaran lainnya, katanya.
“Padahal jika ada kekompakan dan tidak ada kepentingan pribadi, seharusnya PTDI mampu tepat waktu dalam memproduksi pesanan dari konsumennya dan tidak perlu terkena penalti oleh para konsumen akibat terlambat pesanan tersebut,” katanya.
Untung saja direksi dan jajaran lainnya mampu melakukan negosiasi baik secara personal maupun lewat arbitrasi internasional dapat mengurangi beban pembayaran ganti rugi dari klaim para konsumen PTDI yang memesan produk PTDI dan terlambat pesanannya itu.
“Apapun PTDI harus jadi kebanggaan bangsa Indonesia, dan karena itu menteri BUMN harus hati-hati menempatkan seseorang untuk posisi dirut PTDI ke depannya,” kata Sofyano Zakaria.
Bantah Sengaja Perlambat Proses Produksi
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara kinerja produksi dengan rencana pergantian direksi menjelang berakhirnya masa jabatan direksi.
“Jadi, kalau dilihat pemberitaan seperti itu, rasanya aneh apabila orang dalam memperlambat produksi, rasanya tidak mungkin,” kata Budi Santoso saat dihubungi Antara dari Pontianak, Kamis.
Menurut dia, saat ini PT Dirgantara Indonesia tengah fokus menyelesaikan sejumlah pesanan pesawat dari beberapa pihak seperti TNI AU, Thailand dan Filipina.
“Setiap hari kerja, jadi tidak benar seperti yang diberitakan sebelumnya,” kata Budi Santoso.
Secara pribadi pun ia menilai lebih baik menjadi direksi saja dibandingkan menjadi direktur utama di PT DI.
“Tanggung jawabnya lebih besar, sedangkan pendapatan beda sedikit saja. Dan itu semua sudah diatur kementerian BUMN,” ujar mantan Dirut PT Pindad ini.
Budi Santoso yang sudah hampir 22 tahun menjadi direktur utama di sejumlah BUMN menuturkan, produksi yang sempat melambat terlebih disebabkan karena adanya perubahan engineering yang berimbas kepada desain yang baru.
Ia mencontohkan produksi NC212 yang mulai kembali diproduksi pada tahun 2011 yang sebelumnya PTDI (dahulu IPTN) fokus pada program pesawat N250, dimana program tersebut ketika terjadi krisis moneter tahun 1997 dan 1998 dihentikan.
Setelah krisis mulai berlalu, perusahaan tersebut kembali berproduksi. Lalu, direksi melihat apa lagi yang dapat dikerjakan. Ada dua pilihan pesawat, jenis helikopter atau fixed wing. Pilihan jatuh ke fixed wing dengan pertimbangan lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan PTDI. “Lalu, kita fokus ke NC212,” ungkap Budi Santoso.
Pesawat NC212 dan CN235 menjadi fokus PTDI dengan melakukan beberapa upgrade agar sesuai dengan kebutuhan dan teknologinya tidak ketinggalan zaman, dimana saat ini pesawat tersebut menjadi unggulan produk PTDI yang telah diakui dunia.
Untuk memperkuat posisi PTDI sebagai produsen NC212, pihaknya menggandeng kerja sama dengan Airbus Defence and Space (sebelumnya dikenal dengan Aibus Military/CASA) agar seluruh fasilitas produksi yang berkaitan dengan NC212 dipindahkan ke PTDI. “Peralatan PTDI sebagian besar dari Airbus Defence and Space di Spanyol. Meski tidak baru, dan ada beberapa yang perlu diperbaiki,” kata dia.
Kini, permintaan terhadap NC212 terus tumbuh. Saat ini ada pesanan dari Thailand meski PTDI dikenakan denda 3,5 – 4 juta dolar AS namun denda tersebut dapat di konversi ke pekerjaan jasa pemeliharaan pesawat dan dukungan suku cadang, bukan dalam bentuk tunai.
Selain itu, ada juga pesanan dari Filipina untuk NC212i yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari seri NC212-200/400.
“Kelambatan pengiriman bukan karena masalah di sisi PTDI, namun pesawat ini sudah siap di delivery akan tetapi pihak angkatan udara Filipina saat ini masih mempersiapkan fasilitas hanggar untuk NC212i tersebut sehingga pesawatnya masih dititipkan di PTDI,” ungkap dia.
Ia menambahkan, hingga tahun 2018, ada pesanan 18 unit NC212 yang harus diselesaikan PTDI. Nilai per unit pesawat tersebut di kisaran 12 juta dolar AS, harga tersebut bisa lebih atau kurang tergantung permintaan dan kebutuhan pemesan. Pesanan tersebut terdiri dari pesanan TNI AU sebanyak 9 unit, Thailand 2 unit dan Filipina 7 unit.
“Kalau Thailand mempermasalahkan keterlambatan, toh buktinya mereka kembali memesan ke PTDI,” kata Budi Santoso.
Ia melanjutkan, PTDI pernah mengalami masa-masa sulit sebelumnya. “Dan kini mulai menuai hasil,” kata dia.
Pada pameran dirgantara di Langkawi, Malaysia (LIMA 2017), ia dengan tegas mengatakan bahwa produksi NC212 dan CN235 saat ini semua berasal dari PTDI di Bandung. “Ini menjadi identitas Indonesia di dunia sebagai industri pesawat bertaraf internasional,” ujar dia.
Selain NC212 dan CN235, program selanjutnya adalah pesawat N219 untuk pesawat ringan dengan kapasitas 19 penumpang dan pesawat N245 dengan kapasitas yang lebih besar, pesawat tersebut akan menjadi branding PTDI dan Indonesia di mata dunia.
Berita ini juga sebagai hak jawab atas dari berita :
Produksi PT DI lambat diduga karena kesengajaan
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria menyatakan, produksi PT Dirgantara Indonesia menjadi lambat, diduga karena ada kesengajaan dibagian produksi perusahaan tersebut.
“Karena dalam waktu beberapa bulan lagi Direktur Utama PTDI Budi Santoso akan segera mengakhiri masa jabatannya karena sudah menjabat dua periode untuk jabatan dirut. Tentu saja ini sudah jadi tradisi kalau diantara direksi PTDI ada yang bernafsu untuk mengantikan posisi Budi Santoso tersebut,” kata Sofyano Zakaria kepada Antara di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, sudah diakui bahwa keterlambatan pesanan para konsumen PTDI seperti TNI-AL, TNI-AU, negara Thailand, Philipina seperti ada dugaan kesengajaan yang dilakukan oleh bagian produksi dari PTDI yang dipimpin oleh Direktur Produksi PTDI, Ari Wibowo.
“Karena itu kinerja PTDI yang sudah mulai bangkit dari keterpurukan menjadi kembali sebagai satu-satunya perusahaan pembuat pesawat terbang di Asia Tenggara menjadi sedikit menurun kinerjanya akibat ketidak becusan jajaran Produksi PTDI yang dipimpin Ari Wibowo tersebut,” ungkapnya.
Sehingga, sepertinya ada benang merah antara keinginan Ari Wibowo untuk bisa mengantikan posisi dirut PTDI agar dengan keterlambatan memenuhi pesanan pelanggan PTDI yang disalahkan justru dirut dan jajaran lainnya, katanya.
“Padahal jika ada kekompakan dan tidak ada kepentingan pribadi, seharusnya PTDI mampu tepat waktu dalam memproduksi pesanan dari konsumennya dan tidak perlu terkena penalti oleh para konsumen akibat terlambat pesanan tersebut,” katanya.
Untung saja direksi dan jajaran lainnya mampu melakukan negosiasi baik secara personal maupun lewat arbitrasi internasional dapat mengurangi beban pembayaran ganti rugi dari klaim para konsumen PTDI yang memesan produk PTDI dan terlambat pesanannya itu.
“Apapun PTDI harus jadi kebanggaan bangsa Indonesia, dan karena itu menteri BUMN harus hati-hati menempatkan seseorang untuk posisi dirut PTDI ke depannya,” kata Sofyano Zakaria.
Bantah Sengaja Perlambat Proses Produksi
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara kinerja produksi dengan rencana pergantian direksi menjelang berakhirnya masa jabatan direksi.
“Jadi, kalau dilihat pemberitaan seperti itu, rasanya aneh apabila orang dalam memperlambat produksi, rasanya tidak mungkin,” kata Budi Santoso saat dihubungi Antara dari Pontianak, Kamis.
Menurut dia, saat ini PT Dirgantara Indonesia tengah fokus menyelesaikan sejumlah pesanan pesawat dari beberapa pihak seperti TNI AU, Thailand dan Filipina.
“Setiap hari kerja, jadi tidak benar seperti yang diberitakan sebelumnya,” kata Budi Santoso.
Secara pribadi pun ia menilai lebih baik menjadi direksi saja dibandingkan menjadi direktur utama di PT DI.
“Tanggung jawabnya lebih besar, sedangkan pendapatan beda sedikit saja. Dan itu semua sudah diatur kementerian BUMN,” ujar mantan Dirut PT Pindad ini.
Budi Santoso yang sudah hampir 22 tahun menjadi direktur utama di sejumlah BUMN menuturkan, produksi yang sempat melambat terlebih disebabkan karena adanya perubahan engineering yang berimbas kepada desain yang baru.
Ia mencontohkan produksi NC212 yang mulai kembali diproduksi pada tahun 2011 yang sebelumnya PTDI (dahulu IPTN) fokus pada program pesawat N250, dimana program tersebut ketika terjadi krisis moneter tahun 1997 dan 1998 dihentikan.
Setelah krisis mulai berlalu, perusahaan tersebut kembali berproduksi. Lalu, direksi melihat apa lagi yang dapat dikerjakan. Ada dua pilihan pesawat, jenis helikopter atau fixed wing. Pilihan jatuh ke fixed wing dengan pertimbangan lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan PTDI. “Lalu, kita fokus ke NC212,” ungkap Budi Santoso.
Pesawat NC212 dan CN235 menjadi fokus PTDI dengan melakukan beberapa upgrade agar sesuai dengan kebutuhan dan teknologinya tidak ketinggalan zaman, dimana saat ini pesawat tersebut menjadi unggulan produk PTDI yang telah diakui dunia.
Untuk memperkuat posisi PTDI sebagai produsen NC212, pihaknya menggandeng kerja sama dengan Airbus Defence and Space (sebelumnya dikenal dengan Aibus Military/CASA) agar seluruh fasilitas produksi yang berkaitan dengan NC212 dipindahkan ke PTDI. “Peralatan PTDI sebagian besar dari Airbus Defence and Space di Spanyol. Meski tidak baru, dan ada beberapa yang perlu diperbaiki,” kata dia.
Kini, permintaan terhadap NC212 terus tumbuh. Saat ini ada pesanan dari Thailand meski PTDI dikenakan denda 3,5 – 4 juta dolar AS namun denda tersebut dapat di konversi ke pekerjaan jasa pemeliharaan pesawat dan dukungan suku cadang, bukan dalam bentuk tunai.
Selain itu, ada juga pesanan dari Filipina untuk NC212i yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari seri NC212-200/400.
“Kelambatan pengiriman bukan karena masalah di sisi PTDI, namun pesawat ini sudah siap di delivery akan tetapi pihak angkatan udara Filipina saat ini masih mempersiapkan fasilitas hanggar untuk NC212i tersebut sehingga pesawatnya masih dititipkan di PTDI,” ungkap dia.
Ia menambahkan, hingga tahun 2018, ada pesanan 18 unit NC212 yang harus diselesaikan PTDI. Nilai per unit pesawat tersebut di kisaran 12 juta dolar AS, harga tersebut bisa lebih atau kurang tergantung permintaan dan kebutuhan pemesan. Pesanan tersebut terdiri dari pesanan TNI AU sebanyak 9 unit, Thailand 2 unit dan Filipina 7 unit.
“Kalau Thailand mempermasalahkan keterlambatan, toh buktinya mereka kembali memesan ke PTDI,” kata Budi Santoso.
Ia melanjutkan, PTDI pernah mengalami masa-masa sulit sebelumnya. “Dan kini mulai menuai hasil,” kata dia.
Pada pameran dirgantara di Langkawi, Malaysia (LIMA 2017), ia dengan tegas mengatakan bahwa produksi NC212 dan CN235 saat ini semua berasal dari PTDI di Bandung. “Ini menjadi identitas Indonesia di dunia sebagai industri pesawat bertaraf internasional,” ujar dia.
Selain NC212 dan CN235, program selanjutnya adalah pesawat N219 untuk pesawat ringan dengan kapasitas 19 penumpang dan pesawat N245 dengan kapasitas yang lebih besar, pesawat tersebut akan menjadi branding PTDI dan Indonesia di mata dunia.
Berita ini juga sebagai hak jawab atas dari berita :
Produksi PT DI lambat diduga karena kesengajaan
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.