[Jhoni Hutapea] ★
Pemerintah mendukung pengembangan mobil listrik tanah air. Namun dengan modal industri mobil listrik yang sangat tinggi, pemerintah menyerahkan kepada swasta.
"Pada intinya kami (pemerintah) dukung, tapi untuk membangun suatu industri dengan kebutuhan modal puluhan triliun kita pasti akan serahkan ke swasta," kata Menteri Perindustrian, Saleh Husin, usai seminar mengenai kemitraan Indonesia dan Belgia di bidang teknologi bertajuk 'Belgium-Indonesia Technology Partnership: A Perfect Match' di Grand Ballroom Hotel Pullman, Jakarta, Senin (14/3/2016).
"Kan pasti swasta sebelum dia membangun, dia riset, melihat infrastrukturnya sudah siap apa belum karena kembali lagi kan nanti dia juga ke bank. Tidak mungkin dia modal sendiri bank kan akan riset lagi kira-kira feasible (layak) tidak, kira-kira setelah diproduksi terjual tidak," kata Saleh.
Nah, setelah ada riset dan swasta siap memproduksi, pemerintah kan membangun infrastruktur penunjangnya. Dengan adanya mobil listrik ini Saleh berharap bisa ada kendaraan yang ramah lingkungan di dalam negeri.
"Oh iya, pasti kita kan mengarahnya ke low emission, penunjangnya yang harus diperhatikan. Jadi jangan disamakan riset dengan membangun massal, itu harus dibedakan," ujarnya.
Pekan lalu, para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS) sudah berkumpul di kantor Menko Perekonomian untuk membahas mobil listrik. Hadir juga perwakilan dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Para peneliti ini meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan mobil listrik. Sebab, Indonesia dinilai sudah tertinggal dalam pengembangan mobil ramah lingkungan ini.
Dikhawatirkan, Indonesia akan kembali menjadi konsumen yang mengimpor mobil listrik jika tidak ada pengembangan dari sekarang.
Selain itu, para peneliti juga memprediksi mobil listrik akan menjadi tren dunia di 2020. Sayangnya, saat ini banyak peneliti mobil listrik yang 'kabur' ke luar negeri karena takut dikriminalisasi.
Butuh Modal Puluhan Triliun Rupiah
Beberapa peneliti di Indonesia sudah berkumpul dengan pemerintah untuk membahas penelitian mobil listrik di Indonesia. Para peneliti ini meminta dukungan dari pemerintah.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan pengembangan industri otomotif bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi modal yang dibutuhkan juga cukup besar.
Saleh sendiri mendukung riset yang akan dilakukan oleh para peneliti tersebut. Namun, pemerintah tidak ingin terburu-buru dalam mengembangkan satu industri otomotif baru.
"Pada intinya untuk membangun sebuah industri otomotif itu harus padat modal, padat teknologi. Kita nggak mau terburu-buru, tapi yang paling utama adalah bagaimana kita mempersiapkan berbagai infrastruktur pendukungnya sehingga ketika mobil tersebut sudah diproduksi infrastruktur penunjangnya sudah siap," kata Saleh usai usai seminar mengenai kemitraan Indonesia dan Belgia di bidang teknologi bertajuk 'Belgium-Indonesia Technology Partnership: A Perfect Match' di Grand Ballroom Hotel Pullman, Jakarta, Senin (14/3/2016).
"Jadi intinya untuk membangun sebuah industri otomotif membutuhkan modal puluhan triliun. Lain untuk riset yang hanya membuat satu dengan kita produksi massal. Nah itu yang harus kita bedakan," katanya.
Pekan lalu, para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS) sudah berkumpul di kantor Menko Perekonomian untuk membahas mobil listrik. Hadir juga perwakilan dari Kementerian Riset dan Teknologi. (ang/dnl)
Pemerintah mendukung pengembangan mobil listrik tanah air. Namun dengan modal industri mobil listrik yang sangat tinggi, pemerintah menyerahkan kepada swasta.
"Pada intinya kami (pemerintah) dukung, tapi untuk membangun suatu industri dengan kebutuhan modal puluhan triliun kita pasti akan serahkan ke swasta," kata Menteri Perindustrian, Saleh Husin, usai seminar mengenai kemitraan Indonesia dan Belgia di bidang teknologi bertajuk 'Belgium-Indonesia Technology Partnership: A Perfect Match' di Grand Ballroom Hotel Pullman, Jakarta, Senin (14/3/2016).
"Kan pasti swasta sebelum dia membangun, dia riset, melihat infrastrukturnya sudah siap apa belum karena kembali lagi kan nanti dia juga ke bank. Tidak mungkin dia modal sendiri bank kan akan riset lagi kira-kira feasible (layak) tidak, kira-kira setelah diproduksi terjual tidak," kata Saleh.
Nah, setelah ada riset dan swasta siap memproduksi, pemerintah kan membangun infrastruktur penunjangnya. Dengan adanya mobil listrik ini Saleh berharap bisa ada kendaraan yang ramah lingkungan di dalam negeri.
"Oh iya, pasti kita kan mengarahnya ke low emission, penunjangnya yang harus diperhatikan. Jadi jangan disamakan riset dengan membangun massal, itu harus dibedakan," ujarnya.
Pekan lalu, para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS) sudah berkumpul di kantor Menko Perekonomian untuk membahas mobil listrik. Hadir juga perwakilan dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Para peneliti ini meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan mobil listrik. Sebab, Indonesia dinilai sudah tertinggal dalam pengembangan mobil ramah lingkungan ini.
Dikhawatirkan, Indonesia akan kembali menjadi konsumen yang mengimpor mobil listrik jika tidak ada pengembangan dari sekarang.
Selain itu, para peneliti juga memprediksi mobil listrik akan menjadi tren dunia di 2020. Sayangnya, saat ini banyak peneliti mobil listrik yang 'kabur' ke luar negeri karena takut dikriminalisasi.
Butuh Modal Puluhan Triliun Rupiah
Beberapa peneliti di Indonesia sudah berkumpul dengan pemerintah untuk membahas penelitian mobil listrik di Indonesia. Para peneliti ini meminta dukungan dari pemerintah.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan pengembangan industri otomotif bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi modal yang dibutuhkan juga cukup besar.
Saleh sendiri mendukung riset yang akan dilakukan oleh para peneliti tersebut. Namun, pemerintah tidak ingin terburu-buru dalam mengembangkan satu industri otomotif baru.
"Pada intinya untuk membangun sebuah industri otomotif itu harus padat modal, padat teknologi. Kita nggak mau terburu-buru, tapi yang paling utama adalah bagaimana kita mempersiapkan berbagai infrastruktur pendukungnya sehingga ketika mobil tersebut sudah diproduksi infrastruktur penunjangnya sudah siap," kata Saleh usai usai seminar mengenai kemitraan Indonesia dan Belgia di bidang teknologi bertajuk 'Belgium-Indonesia Technology Partnership: A Perfect Match' di Grand Ballroom Hotel Pullman, Jakarta, Senin (14/3/2016).
"Jadi intinya untuk membangun sebuah industri otomotif membutuhkan modal puluhan triliun. Lain untuk riset yang hanya membuat satu dengan kita produksi massal. Nah itu yang harus kita bedakan," katanya.
Pekan lalu, para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS) sudah berkumpul di kantor Menko Perekonomian untuk membahas mobil listrik. Hadir juga perwakilan dari Kementerian Riset dan Teknologi. (ang/dnl)
✈️ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.