JAKARTA - Telkom menargetkan lima tahun ke depan, upaya pengembangan infrastruktur jaringan akses Telkom akan fokus pada penyediaan fiber access penuh ke rumah atau gedung.
"Lima tahun ke depan akses fiber akan masuk ke rumah atau gedung. Jadi diharapkan pada tahun 2015, akses kabel tembaga (copper) sudah tergantikan oleh serat optik, paling tidak di kota-kota besar," ujar EGM Divisi Akses Telkom Muhammad Awaluddin, dalam keterangan resminya, Sabtu (4/9/2010).
Nantinya, lanjut Awaluddin, fokus penyediaan fiber access secara penuh itu menargetkan komposisi jaringan akses FTTE (end-to-end copper) sekira 15 persen, akses FTTC (Fiber to the Curb) yang menggunakan teknologi MSAN, GPON dan VDSL sebesar 70 persen, serta akses FTTB/H (Fiber to the Building/Home) sebanyak 15 persen.
Awaluddin menekankan, kebijakan transformasi Telkom menjadi TIME Company perlu didukung transformasi infrastruktur dan sistem, termasuk di sisi jaringan akses. Telkom akan mengembangkan akses pita lebar dengan tiga segmen sasaran, yaitu Broadband for Home Digital Environment, Broadband for Enterprise Government, dan Broadband Anywhere. Kerjasama dengan ASG merupakan bagian dari upaya pengembangan Broadband for Home Digital Environment. Konsep Digital Home sendiri meliputi digital home communication, digital home office, digital entertainment, dan digital surveillance and security.
Sebagai konsekuensi perubahan besar-besaran portofolio layanannya ke arah layanan berbasis TIME, Telkom memberikan perhatian dan upaya yang ekstra terkait pengembangan kapabilitas akses. Kebijakan Telkom tentang rencana pengembangan akses pita lebar antara lain menyebutkan bahwa kapasitas true broadband (yakni akses dengan kecepatan 20 Mbps dan 100 Mbps) yang di tahun 2010 diperkirakan hanya mencapai 21 persen saja, di tahun 2015 akan berkembang menjadi 85 persen.
Saat ini, sebagian besar jaringan akses yang ada masih didominasi kecepatan 1-4 Mbps dan di bawahnya dengan porsi 79 persen.
Menurut Awaluddin, semakin besar kapasitas jaringan akses, semakin besar pula kemampuan jaringan tersebut untuk mengakomodasi berbagai layanan dan aplikasi, termasuk layanan berbasis triple play services yang terdiri dari Data (Internet atau Intranet), Voice dan Video (Interactive TV dan Multimedia).
Akses pita lebar 4 Mbps yang dilayani dengan teknologi DSLAM (Digital Subscriber Line Access Multiplexer) baru mampu memberikan layanan Internet dan Warnet berkecepatan 512 Kbps. Sedangkan akses pita lebar 20 Mbps yang dilayani teknologi MSAN (Multi-Service Access Node) sudah mampu memberikan layanan Triple Play. Akses 20 Mbps juga mampu mengakomodasi layanan-layanan lain seperti ISDN PRA/BRA, VPN IP, TelkomLink, dan Leased Circuit.
Akses pita lebar 100 Mbps yang menggunakan teknologi GPON (Gigabyte Pasive Optical Network) tentu memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi lagi. Akses dengan kecepatan setinggi itu bisa mengakomodasi berbagai kebutuhan layanan sekelas Enterprise Solution, Business Solution, Internet Service Provider/Other Liason Operators, Mobile Backhaul, dan lain-lain.
Keseriusan Telkom untuk membangun infrastruktur yang handal di level jaringan akses tak lepas dari grand scenario Telkom Super Highway yang dicanangkan Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah pada tanggal 30 November 2009 di depan Presiden Republik Indonesia.
Pada Telkom Super Highway dibangun jaringan akses di antaranya MSAN, GPON dan softswitch yang akan membentuk Next Generation Nationwide Broadband Network (NG-NBN), sehingga dimungkinkan tersedianya layanan TIME (Telecommunication, Information, Media dan Edutainment) dengan kecepatan dan kualitas yang tinggi dan dengan harga yang kompetitif.
Untuk mewujudkan cita-cita besar membangun Telkom Super Highway, perusahaan akan terus membangun jaringan serat optik beserta Metro-E, IPCore, Terra Router. Pembangunan Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO) Jawa-Kalimantan-Sulawesi-Denpasar-Mataram atau yang dikenal dengan sebutan proyek JaKa2LaDeMa, membuat posisi TELKOM Super Higway semakin kuat.
Dalam kaitan visi Telkom Super Highway, serangkaian infrastruktur telah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada akhir 2009 lalu. Infrastruktur dimaksud meliputi: backbone serat optik Padang-Bengkulu sepanjang 914 km; backbone serat optik Kalimantan-Sulawesi sepanjang 5.445 km; IP core, Tera Router dan Metro-e dengan 921 node pada 10 kota (yaitu: Batam, Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Bandung, Makassar, dan Banjarmasin); Soft-switch Jakarta dengan kapasitas 172.000 SSL; dan backbone Batam ke link Internasional (proyek Batam-Singapura Cable System dan Asian America Gateway) yang merupakan infrastruktur untuk menghubungkan Indonesia ke Asia dan Amerika dengan kapasitas 40 Gbps (kini sudah meningkat menjadi 63 Gbps.
Rinaldi menyatakan pihaknya telah dan akan terus mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara optimal untuk membangun infrastruktur yang handal, yang memungkinkan seluruh layanan berbasis TIME beroperasi. Ia mengakui, ada tuntutan capex yang tidak sedikit untuk mewujudkan itu semua. Sebagai contoh ia menjelaskan biaya teknologi MSAN ALU saja sekitar USD 150 per SSL, sehingga akan dibutuhkan biaya besar bila kapasitas line yang ada mencapai jutaan. Demikian pula untuk teknologi DSLAM yang biayanya mencapai USD 80 per Satuan Sambungan Layanan (SSL) atau teknologi GPON yang jelas tidak murah.
Namun demikian, lanjut Rinaldi, pihaknya memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa sepanjang Telkom konsisten mengoptimalkan variabel ARPU-Bandwidth-Cost, posisinya justru akan semakin leading baik dari segi layanan maupun bisnis.
"Kami sangat menyadari, begitu banyak harapan, termasuk dari Negara, ditujukan kepada Telkom dalam hal penyediaan infrastruktur akses pita lebar di seluruh pelosok Indonesia. Ini tentu sebuah tantangan yang mesti kami respon dengan upaya terbaik," ujarnya. (srn)
• okezone
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.