Suasana kawasan Objek Wisata Arkeologi Bukit Siguntang, Palembang, Minggu (12/7/2015).TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO ★
Beberapa hari lalu orang dari Balai Arkeologi Nurhadi Rangkuti, Retno Purwanti, dan Sejarawan Farida diundang Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Irene Camelyn bertandang ke kantornya. Selain mereka bertiga adapula beberapa akademisi dan peneliti yang hadir. Raut wajah Irene cukup serius saat itu, Nurhadi beranggapan ada hal yang sangat penting yang akan disampaikan.
Terlebih cara Irene berbicara seolah akan menyampaikan kabar buruk.
Benar saja Irene mengatakan bahwa Yayasan Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dari Malaysia akan melakukan investasi di Sumsel. Bukit Siguntang menjadi pilihannya.
Melalui sistim Build Operate and Transfer (BOT) Yayasan DMDI akan mengelola Bukit Siguntang. Mereka sendiri telah mengutarakan niatnya kepada Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, Juni lalu.
Bukit Siguntang sendiri merupakan bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi.Secara administratif situs ini masuk Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.
Di atas Bukit Siguntang terdapat kompleks pemakaman yang menurut penduduk lokal dikaitkan dengan tokoh-tokoh raja, bangsawan dan pahlawan Melayu-Sriwijaya seperti Raja Sigentar Alam, Pangeran Raja Batu Api, Putri Kembang Dadar, Putri Rambut Selako, Panglima Tuan Junjungan, Panglima Bagus Kuning, dan Panglima Bagus Karang.
Rencananya kawasan Bukit Siguntang akan dibagi menjadi dua bagian, pertama untuk tempat-tempat bersejarah seperti makam, kampung buku, museum kapal, teater, dan bagian kedua untuk tempat rekreasi masyarakat seperti tempat untuk memberi makan hewan, taman bunga, dan restoran tradisional. Tempat ini kelak akan diberi nama Parameswara Heritage.
“Kita telah menyatakan sikap bahwa Bukit Siguntang fokus sebagai situs Kerajaan Sriwijaya dan menolak dipergunakan untuk yang lain,” ujar Nurhadi Rangkuti saat diwawancarai Tribun Sumsel, Minggu (12/7).
Usai pembicaraan dengan Irene tersebut para peneliti dari Balai Arkeolog Palembang merasa was-was. Mereka khawatir situs Kerajaan Sriwijaya Bukit Siguntang akan mengalami nasib serupa dengan situs-situs lain yang kini menjadi permukiman warga.
Menurutnya sebelum situs Bukit Siguntang ada beberapa situs di Palembang yang telah hilang seperti di sekitaran Pelabuhan Boom Baru dan Pusri.
“Sampai sekarang kita (peneliti) belum tahu seperti apa rencana itu. Masih wacana,” jelasnya. Nurhadi mengatakan pertemuan tersebut digagas oleh Irene. Selaku Kadisbudpar Irene juga tidak setuju atas rencana BOT Bukit siguntang tersebut.
Karena itu ia mengumpulkan para peneliti dan sejarahwan untuk meminta pendapat atas usulan tersebut. “Saya lihat bu Irene menolak, yang lain juga menolak,” ujarnya.
Adanya rencana BOT Bukit Siguntang tersebut membuat Nurhadi bingung karena wacana mengubah wajah Bukit Siguntang tersebut akan perlahan mengikis sejarah Kerajaan Sriwijaya yang ada di sana.
Sementara Gubernur Sumsel, Alex Noerdin sempat meminta kepadanya agar terus melakukan penelitian untuk memperkuat bukti-bukti Kerajaan Sriwijaya.
“Salah satu penelitian di sana bahkan dibantu gubernur. Gubernur ingin mengungkap sejarah Kerajaan Sriwijaya di Bukit Siguntang,” terangnya. Selain itu pengubahan nama Bukit Siguntang menjadi Parameswara Heritage akan berdampak buruk bagi sejarah Kerajaan Sriwijaya di Bukit Siguntang.
Selama ini orang mengenal Bukit Siguntang sebagai tempat bersejarah. Apalagi nama tersebut bertujuan untuk komersil.
“Pastinya akan mengubah pandangan masyarakat, tidak bisa seperti itu (mengubah nama),” lanjut Nurhadi.
Dikhawatirkannya sejumlah peninggalan juga turut hilang seperti batu bata struktur candi. Selain itu, penelitian lebih lanjut juga akan mengalami kesulitan padahal masih banyak bukti-bukti sejarah yang perlu diungkap.
Selama penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang di Bukit Siguntang Nurhadi mengungkapkan telah banyak menemukan bukti-bukti peninggalan Kerajaan Sriwijaya seperti Arca Budha ukuran besar yang sekarang berada di museum serta prasasti.
Pada tahun 90an Balai Arkeologi juga menemukan sisa-sisa bangunan dan keramik dari abad kedelapan hingga abad ke 10.
Saat ini Balai Arkeologi tengah menyiapkan untuk melakukan penelitian sisa bangunan dari abad ke-7. “Untuk membuktikan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 berada di palembang,” ujarnya.
Beberapa hari lalu orang dari Balai Arkeologi Nurhadi Rangkuti, Retno Purwanti, dan Sejarawan Farida diundang Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Irene Camelyn bertandang ke kantornya. Selain mereka bertiga adapula beberapa akademisi dan peneliti yang hadir. Raut wajah Irene cukup serius saat itu, Nurhadi beranggapan ada hal yang sangat penting yang akan disampaikan.
Terlebih cara Irene berbicara seolah akan menyampaikan kabar buruk.
Benar saja Irene mengatakan bahwa Yayasan Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dari Malaysia akan melakukan investasi di Sumsel. Bukit Siguntang menjadi pilihannya.
Melalui sistim Build Operate and Transfer (BOT) Yayasan DMDI akan mengelola Bukit Siguntang. Mereka sendiri telah mengutarakan niatnya kepada Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, Juni lalu.
Bukit Siguntang sendiri merupakan bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi.Secara administratif situs ini masuk Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.
Di atas Bukit Siguntang terdapat kompleks pemakaman yang menurut penduduk lokal dikaitkan dengan tokoh-tokoh raja, bangsawan dan pahlawan Melayu-Sriwijaya seperti Raja Sigentar Alam, Pangeran Raja Batu Api, Putri Kembang Dadar, Putri Rambut Selako, Panglima Tuan Junjungan, Panglima Bagus Kuning, dan Panglima Bagus Karang.
Rencananya kawasan Bukit Siguntang akan dibagi menjadi dua bagian, pertama untuk tempat-tempat bersejarah seperti makam, kampung buku, museum kapal, teater, dan bagian kedua untuk tempat rekreasi masyarakat seperti tempat untuk memberi makan hewan, taman bunga, dan restoran tradisional. Tempat ini kelak akan diberi nama Parameswara Heritage.
“Kita telah menyatakan sikap bahwa Bukit Siguntang fokus sebagai situs Kerajaan Sriwijaya dan menolak dipergunakan untuk yang lain,” ujar Nurhadi Rangkuti saat diwawancarai Tribun Sumsel, Minggu (12/7).
Usai pembicaraan dengan Irene tersebut para peneliti dari Balai Arkeolog Palembang merasa was-was. Mereka khawatir situs Kerajaan Sriwijaya Bukit Siguntang akan mengalami nasib serupa dengan situs-situs lain yang kini menjadi permukiman warga.
Menurutnya sebelum situs Bukit Siguntang ada beberapa situs di Palembang yang telah hilang seperti di sekitaran Pelabuhan Boom Baru dan Pusri.
“Sampai sekarang kita (peneliti) belum tahu seperti apa rencana itu. Masih wacana,” jelasnya. Nurhadi mengatakan pertemuan tersebut digagas oleh Irene. Selaku Kadisbudpar Irene juga tidak setuju atas rencana BOT Bukit siguntang tersebut.
Karena itu ia mengumpulkan para peneliti dan sejarahwan untuk meminta pendapat atas usulan tersebut. “Saya lihat bu Irene menolak, yang lain juga menolak,” ujarnya.
Adanya rencana BOT Bukit Siguntang tersebut membuat Nurhadi bingung karena wacana mengubah wajah Bukit Siguntang tersebut akan perlahan mengikis sejarah Kerajaan Sriwijaya yang ada di sana.
Sementara Gubernur Sumsel, Alex Noerdin sempat meminta kepadanya agar terus melakukan penelitian untuk memperkuat bukti-bukti Kerajaan Sriwijaya.
“Salah satu penelitian di sana bahkan dibantu gubernur. Gubernur ingin mengungkap sejarah Kerajaan Sriwijaya di Bukit Siguntang,” terangnya. Selain itu pengubahan nama Bukit Siguntang menjadi Parameswara Heritage akan berdampak buruk bagi sejarah Kerajaan Sriwijaya di Bukit Siguntang.
Selama ini orang mengenal Bukit Siguntang sebagai tempat bersejarah. Apalagi nama tersebut bertujuan untuk komersil.
“Pastinya akan mengubah pandangan masyarakat, tidak bisa seperti itu (mengubah nama),” lanjut Nurhadi.
Dikhawatirkannya sejumlah peninggalan juga turut hilang seperti batu bata struktur candi. Selain itu, penelitian lebih lanjut juga akan mengalami kesulitan padahal masih banyak bukti-bukti sejarah yang perlu diungkap.
Selama penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang di Bukit Siguntang Nurhadi mengungkapkan telah banyak menemukan bukti-bukti peninggalan Kerajaan Sriwijaya seperti Arca Budha ukuran besar yang sekarang berada di museum serta prasasti.
Pada tahun 90an Balai Arkeologi juga menemukan sisa-sisa bangunan dan keramik dari abad kedelapan hingga abad ke 10.
Saat ini Balai Arkeologi tengah menyiapkan untuk melakukan penelitian sisa bangunan dari abad ke-7. “Untuk membuktikan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 berada di palembang,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.