Tim Penship dari PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) ketika menunjukkan Kapal Cepat Tak Berawak, Selasa (28/7). ♔
Tak mudah bagi Tim Penship dari PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) untuk bisa sampai maju ke semi final dalam Roboboat Competition International 2015.
Mereka menciptakan Kapal Cepat Tak Berawak di Virginia, Amerika Serikat pada 6 Juli hingga 12 Juli.
Butuh perjuangan bagi tim yang terdiri dari lima orang itu. Mereka berlima yaitu Irwan Privasa Baraputra, Ahmad Zurkoni, Rachmat Faizal Ajie, Mochammad Ardhy Windhy Saputra, dan Muhammad Sholahuddin Al-Ayyubi.
Walau pada akhirnya harus menerima kekalahan dan meraih kategori juara Best Compact Design Award. Tim Penship ini, membuat robot kapal tak berawak dan dilombakan pada 6 Juli hingga 12 Juli.
Untuk bisa mengikuti lomba itu, mereka harus mencari bantuan yang bisa membawa keperlombaan bergengsi itu. Hal ini karena tidak adanya dana dari pihak kampus, sehingga apresisasi kampus serta pemerintah yang kurang untuk mendukung prestasi di kalangan mahasiswa ini.
Sebenarnya bukan kali ini saja tim Penship meraih juara. Tim yang dibimbing oleh Iwan Kurnianto ini sudah tiga kali berturut-turut meraih jawara di tingkat nasional untuk katagori Kontes kapal Cepat Tak Berawak Indonesia (KKCTBI).
Namun, tim kebanggan PENS ini belum pernah memiliki kesempatan untuk bertanding di tingkat internasional. Hal itu lantaran Kementrian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) tidak memiliki anggaran internasional untuk kategori robot kapal sehingga tim jawara tidak bisa bertanding di tingkat internasional.
“Pada 2015 kami menang lagi. Meski tidak ada anggaran dari Dikti kita nekat ke Virginia dengan minta bantuan ke sponsor,” kata Irwan yang juga tim yang ahli dalam programmer hardware.
Salah satu perusahaan penerbangan ternama akhirnya mau memberi tiket gratis hanya sampai Tokyo Jepang. Nah untuk sampai ke Virginia, pihak PENS dan mahasiswa mengumpulkan dana. “Untuk kehidupan sehari-hari di Virginia kami dibantu oleh WNI dan Kedubes,” jelas Irwan.
Namun perjuangan tim Penship tidaklah sia-sia. Pada 11 Juli, tim Penship berhasil lolos kualifikasi yang diadakan di danau Swan, Regent University. Dalam babak pertama ini, tim Penship berhasil mengalahkan 15 tim dari negara ternama, seperti Inggris, Jepang, Prancis, Jerman dan lainnya.
Kompetisi awal yang membuat tim ini lolos ke babak selanjutnya yakni pada kecepatan robot atau speed test. Sedangkan, misi selanjutnya adalah menghindari rintangan yang ditata secara acak atau dikenal dengan misi obstancles. Selain itu juga harus mampu mendeteksi blackbox yang biasanya ada di dalam pesawat atau kapal.
“Juri bilang kapal kami punya poin plus. Dengan hanya berat 7,8 kg dan daya dorong kapal mencapai 12,8 Lbs, kecepatan kapal mencapai 7 detik untuk menempuh jarak 15 meter kita sudah mampu membuat penonton dan dewan juri terpukau,” tambah dosen pembimbing tim Penship, Iwan Kurnianto.
Poin plus lainnya yakni hampir seluruh awak robot kapal dibuat secara handmade oleh tim Penship. Berbeda dengan robot kapal tim mahasiswa asing yang awak kapalnya rakitan.
Sayang perjuangan mereka terhenti di misi atau pada babak ketiga. Ketika misi ketiga robot kapal menguji kemampuan kapal dalam mendeteksi gambar dan sasaran atau automatic docking.
Robot kapal ini gagal melewati misi ketiga akibat permasalahan jaringan. Hal itu membuat tim Penship tidak melanjutkan misi keempat yakni deteksi frekuensi untuk kembali ke dermaga.
“Tapi, kami bersyukur masuk final. Dari tujuh tim yang masuk final, enam tim dari amerika dan satu dari Indonesia. Karena kualitas robot kapal yang cepat dan bagus kami meraih Compact Design Award,” tegas Iwan.
Apalagi, meski sudah berkali-kali jawara di tingkat internasional, kompetisi robot tingkat internasional ini baru pertama kali diikuti. “Pengalaman lomba tingkat internasional ini sangat penting untuk riset-riset robot kapal kami selanjutnya,” harap Iwan.
Tak mudah bagi Tim Penship dari PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) untuk bisa sampai maju ke semi final dalam Roboboat Competition International 2015.
Mereka menciptakan Kapal Cepat Tak Berawak di Virginia, Amerika Serikat pada 6 Juli hingga 12 Juli.
Butuh perjuangan bagi tim yang terdiri dari lima orang itu. Mereka berlima yaitu Irwan Privasa Baraputra, Ahmad Zurkoni, Rachmat Faizal Ajie, Mochammad Ardhy Windhy Saputra, dan Muhammad Sholahuddin Al-Ayyubi.
Walau pada akhirnya harus menerima kekalahan dan meraih kategori juara Best Compact Design Award. Tim Penship ini, membuat robot kapal tak berawak dan dilombakan pada 6 Juli hingga 12 Juli.
Untuk bisa mengikuti lomba itu, mereka harus mencari bantuan yang bisa membawa keperlombaan bergengsi itu. Hal ini karena tidak adanya dana dari pihak kampus, sehingga apresisasi kampus serta pemerintah yang kurang untuk mendukung prestasi di kalangan mahasiswa ini.
Sebenarnya bukan kali ini saja tim Penship meraih juara. Tim yang dibimbing oleh Iwan Kurnianto ini sudah tiga kali berturut-turut meraih jawara di tingkat nasional untuk katagori Kontes kapal Cepat Tak Berawak Indonesia (KKCTBI).
Namun, tim kebanggan PENS ini belum pernah memiliki kesempatan untuk bertanding di tingkat internasional. Hal itu lantaran Kementrian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) tidak memiliki anggaran internasional untuk kategori robot kapal sehingga tim jawara tidak bisa bertanding di tingkat internasional.
“Pada 2015 kami menang lagi. Meski tidak ada anggaran dari Dikti kita nekat ke Virginia dengan minta bantuan ke sponsor,” kata Irwan yang juga tim yang ahli dalam programmer hardware.
Salah satu perusahaan penerbangan ternama akhirnya mau memberi tiket gratis hanya sampai Tokyo Jepang. Nah untuk sampai ke Virginia, pihak PENS dan mahasiswa mengumpulkan dana. “Untuk kehidupan sehari-hari di Virginia kami dibantu oleh WNI dan Kedubes,” jelas Irwan.
Namun perjuangan tim Penship tidaklah sia-sia. Pada 11 Juli, tim Penship berhasil lolos kualifikasi yang diadakan di danau Swan, Regent University. Dalam babak pertama ini, tim Penship berhasil mengalahkan 15 tim dari negara ternama, seperti Inggris, Jepang, Prancis, Jerman dan lainnya.
Kompetisi awal yang membuat tim ini lolos ke babak selanjutnya yakni pada kecepatan robot atau speed test. Sedangkan, misi selanjutnya adalah menghindari rintangan yang ditata secara acak atau dikenal dengan misi obstancles. Selain itu juga harus mampu mendeteksi blackbox yang biasanya ada di dalam pesawat atau kapal.
“Juri bilang kapal kami punya poin plus. Dengan hanya berat 7,8 kg dan daya dorong kapal mencapai 12,8 Lbs, kecepatan kapal mencapai 7 detik untuk menempuh jarak 15 meter kita sudah mampu membuat penonton dan dewan juri terpukau,” tambah dosen pembimbing tim Penship, Iwan Kurnianto.
Poin plus lainnya yakni hampir seluruh awak robot kapal dibuat secara handmade oleh tim Penship. Berbeda dengan robot kapal tim mahasiswa asing yang awak kapalnya rakitan.
Sayang perjuangan mereka terhenti di misi atau pada babak ketiga. Ketika misi ketiga robot kapal menguji kemampuan kapal dalam mendeteksi gambar dan sasaran atau automatic docking.
Robot kapal ini gagal melewati misi ketiga akibat permasalahan jaringan. Hal itu membuat tim Penship tidak melanjutkan misi keempat yakni deteksi frekuensi untuk kembali ke dermaga.
“Tapi, kami bersyukur masuk final. Dari tujuh tim yang masuk final, enam tim dari amerika dan satu dari Indonesia. Karena kualitas robot kapal yang cepat dan bagus kami meraih Compact Design Award,” tegas Iwan.
Apalagi, meski sudah berkali-kali jawara di tingkat internasional, kompetisi robot tingkat internasional ini baru pertama kali diikuti. “Pengalaman lomba tingkat internasional ini sangat penting untuk riset-riset robot kapal kami selanjutnya,” harap Iwan.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.