Kapal Basarnas produksi galangan kapal Indonesia ●
Dalam satu dekade terakhir perkembangan industri perkapalan di Indonesia barjalan cukup signifikan, karena selain didukung sebagai negara kepulauan terbesar didunia, pemerintah juga memberi keberpihakan melalui berbagai program dan kebijakan strategis dalam pengembangan industri maritim nasional.
Demikian disampaikan Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam sambutannya pada acara Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV di Makassar, Selasa (28/7).
"Program prioritas Nawa Cita diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, memiliki sumber daya yang berkelanjutan, serta mensejahterakan segenap rakyat Indonesia," kata Menperin.
Pada forum tersebut, selain Menperin, narasumber yang hadir adalah Bupati Takalar-Sulawesi Selatan Burhanuddin Baharuddin, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Struktur Industri, Ngakan Timur Antara, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Muchlis Patahna, serta Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, Sattar Taba selaku moderator.
Menperin menjelaskan, sebagai negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan yang kaya diantaranya memiliki cadangan minyak bumi mencapai 9,1 milliar barel di laut, 8500 species ikan, 555 species rumput laut, dan 950 species biota terumbu karang hidup di perairan Indonesia.
Menurut Menperin, industri perkapalan memiliki beberapa karakter khusus antara lain proses produksi yang komplek dan simultan, berdasarkan pesanan, struktur organisasi jaringan dengan mengandalkan outsourcing untuk penyediaan komponen dan tenaga kerja, serta aktifitas utamanya adalah pembangunan kapal baru dan reparasi.
Dari karakter-karakter tersebut dapat disimpulkan bahwa "stakeholder" industri terdiri dari berbagai pihak, diantaranya industri pelayaran, industri komponen, pemerintah, biro klasifikasi, perbankan dan asuransi.
"Bahkan sejak diterapkannya Instruksi Presiden No. 5 tahun 2005 tentang azas cabotage, terjadi peningkatan jumlah armada kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit pada Juni 2005 menjadi 13.224 pada Februari 2014," kata Menperin.
Peningkatan jumlah armada kapal nasional itu berdampak pada peningkatan utilisasi fasilitas reparasi kapal.
Saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 250 perusahaan, dimana 5 perusahaan berstatus BUMN.
Selanjutnya, galangan kapal nasional saat ini telah mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan 50.000 DWT dan mereparasi kapal sampai dengan kapasitas 150.000 DWT.
Namun demikian, 250 galangan kapal nasional, hanya sekitar 10 perusahaan yang memiliki kapasitas produksi diatas 10.000 DWT dengan fasilitas "graving dock" terbesar yaitu 300.000 DWT yang berlokasi di Batam dan Banten.
"Oleh karena itu, dalam roadmap yang telah kami susun, pada tahun 2025 industri perkapalan nasional ditargetkan akan mampu membangun berbagai jenis kapal sampai dengan ukuran 200.000 DWT dan didukung dengan industri komponen kapal yang tangguh dan berdaya saing tinggi," tegas Menperin.
Sementara itu, strategi yang dilakukan Kementerian Perindustrian dalam mencapai roadmap tersebut, antara lain; peningkatan daya saing industri perkapalan nasional melalui pemberian insentif fiskal; peningkatan kemampuan desain dan rekayasa kapal melalui pemberdayaan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN).
Selain itu, penguatan struktur industri perkapalan melalui program bimbingan teknis dan sertifikasi untuk industri komponen kapal; pengembangan kemampuan SDM perkapalan melalui pelatihan dan sertifikasi; serta peningkatan kapasitas produksi melalui pengembangan kawasan khusus industri maritim.
Hingga lima tahun terakhir, kinerja Industri perkapalan nasional terus mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2013, pembangunan kapal baru mecapai 859,9 ribu DWT dan reparasi kapal mencapai 8,437 juta DWT. Menperin mengharapkan, strategi pembangunan industri perkapalan nasional mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Seusai forum, Menperin melanjutkan kegiatan dengan mengunjungi Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) untuk meninjau laboratorium uji dan unit pelayanan publik di BBIHP Makassar.
Dalam satu dekade terakhir perkembangan industri perkapalan di Indonesia barjalan cukup signifikan, karena selain didukung sebagai negara kepulauan terbesar didunia, pemerintah juga memberi keberpihakan melalui berbagai program dan kebijakan strategis dalam pengembangan industri maritim nasional.
Demikian disampaikan Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam sambutannya pada acara Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV di Makassar, Selasa (28/7).
"Program prioritas Nawa Cita diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, memiliki sumber daya yang berkelanjutan, serta mensejahterakan segenap rakyat Indonesia," kata Menperin.
Pada forum tersebut, selain Menperin, narasumber yang hadir adalah Bupati Takalar-Sulawesi Selatan Burhanuddin Baharuddin, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Struktur Industri, Ngakan Timur Antara, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Muchlis Patahna, serta Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, Sattar Taba selaku moderator.
Menperin menjelaskan, sebagai negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan yang kaya diantaranya memiliki cadangan minyak bumi mencapai 9,1 milliar barel di laut, 8500 species ikan, 555 species rumput laut, dan 950 species biota terumbu karang hidup di perairan Indonesia.
Menurut Menperin, industri perkapalan memiliki beberapa karakter khusus antara lain proses produksi yang komplek dan simultan, berdasarkan pesanan, struktur organisasi jaringan dengan mengandalkan outsourcing untuk penyediaan komponen dan tenaga kerja, serta aktifitas utamanya adalah pembangunan kapal baru dan reparasi.
Dari karakter-karakter tersebut dapat disimpulkan bahwa "stakeholder" industri terdiri dari berbagai pihak, diantaranya industri pelayaran, industri komponen, pemerintah, biro klasifikasi, perbankan dan asuransi.
"Bahkan sejak diterapkannya Instruksi Presiden No. 5 tahun 2005 tentang azas cabotage, terjadi peningkatan jumlah armada kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit pada Juni 2005 menjadi 13.224 pada Februari 2014," kata Menperin.
Peningkatan jumlah armada kapal nasional itu berdampak pada peningkatan utilisasi fasilitas reparasi kapal.
Saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 250 perusahaan, dimana 5 perusahaan berstatus BUMN.
Selanjutnya, galangan kapal nasional saat ini telah mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan 50.000 DWT dan mereparasi kapal sampai dengan kapasitas 150.000 DWT.
Namun demikian, 250 galangan kapal nasional, hanya sekitar 10 perusahaan yang memiliki kapasitas produksi diatas 10.000 DWT dengan fasilitas "graving dock" terbesar yaitu 300.000 DWT yang berlokasi di Batam dan Banten.
"Oleh karena itu, dalam roadmap yang telah kami susun, pada tahun 2025 industri perkapalan nasional ditargetkan akan mampu membangun berbagai jenis kapal sampai dengan ukuran 200.000 DWT dan didukung dengan industri komponen kapal yang tangguh dan berdaya saing tinggi," tegas Menperin.
Sementara itu, strategi yang dilakukan Kementerian Perindustrian dalam mencapai roadmap tersebut, antara lain; peningkatan daya saing industri perkapalan nasional melalui pemberian insentif fiskal; peningkatan kemampuan desain dan rekayasa kapal melalui pemberdayaan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN).
Selain itu, penguatan struktur industri perkapalan melalui program bimbingan teknis dan sertifikasi untuk industri komponen kapal; pengembangan kemampuan SDM perkapalan melalui pelatihan dan sertifikasi; serta peningkatan kapasitas produksi melalui pengembangan kawasan khusus industri maritim.
Hingga lima tahun terakhir, kinerja Industri perkapalan nasional terus mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2013, pembangunan kapal baru mecapai 859,9 ribu DWT dan reparasi kapal mencapai 8,437 juta DWT. Menperin mengharapkan, strategi pembangunan industri perkapalan nasional mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Seusai forum, Menperin melanjutkan kegiatan dengan mengunjungi Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) untuk meninjau laboratorium uji dan unit pelayanan publik di BBIHP Makassar.
★ antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.