Kehadiran Fregat buatan lokal akan memperkuat alutsista dalam negeri. [FOTO/WAWAN BASTIAN]
Bila tidak ada aral melintang, Indonesia tinggal menghitung hari untuk memulai pembangunan kapal fregat Merah Putih. Pembangunan kapal yang diadaptasi dari desain Arrowhead 140 Babcock tersebut lazimnya akan diawali dengan upacara cutting steel atau pemotongan baja yang dilakukan di galangan kapal PT PAL Surabaya.
Kepastian pemotongan akan dilakukan November ini disampaikan CEO PT PAL Kaharuddin Djenod saat berbicara dengan Janes pada pameran Indo Defence 2022 di Jakarta pekan lalu. Dia menyebut, proyek tersebut sebagai fregat Merah Putih yang merupakan cermin bahwa status kapal perang tersebut buatan lokal.
Dia pun memastikan bahwa fregat tersebut akan mempunyai panjang 140 meter, bukan lagi 143 meter dan bukan juga 138 meter sebagai varian yang identik Iver Huitfeldt milik AL Denmark.
Proyek fregat merah putih bisa disebut sebagai milestone Indonesia menapak level baru dalam kapasitas membangun kapal perang sekaligus kekuatan matra laut. Dari sisi kapasitas knowledge, PT PAL memang pernah membangun fregat sigma kelas. Tapi prosesnya lebih banyak dilakukan Damen Shipyard Belanda, dan hanya sebagaian dibangun di Tanah Air.
Kemampuan penuh galangan kapal domestik baru sebatas membuat kapal cepat rudal (KCR), seperti ditunjukkan galangan PT PAL, PT Palindo Batam Shipyard, maupun PT Tesco Indomaritim.
Desain OPV 90 PT DRU (DRU)
Sedangkan dari sisi kekuatan, sejauh ini kapal perang yang dimiliki Indonesia seperti kelas KRI Raden Eddy Martadinata (REM) atau PKR 10514 SIGMA yang dibangun bersama Damen belum sepenuhnya kelas real fregat atau light fregat. Sedangkan kelas KRI Ahmad Yani perlahan sudah memasuki masa pensiun dan harus diistirahatkan.
Di sisi lain, bila dilihat dari kecanggihan dan persenjataan yang ditentengnya, fregat Merah Putih ini bahkan disebut destroyer. Dengan kapasitas demikian, Indonesia kekuatan armada laut Indonesia tidak kalah dengan kapal perang terkuat di ASEAN, dalam hal ini kelas RSS Formidable yang dimiliki Singapura.
Kepastian pembangunan fregat Merah Putih mengindikasikan keseriusan pemerintah memperkuat kekuatan militer, termasuk di Matra Laut. Bahkan, pembangunan fregat Merah Putih yang diproyeksikan sebanyak dua buah akan diikuti dengan pembangunan fregat kelas FREMM dari galangan Fincantieri Italia dan kapal kelas offshore patrol vessel (OPV) yang tengah dilakukan galangan kapal domestik asal Lampung, PT Daya Radar Utama.
Langkah ditunjukkan pemerintah, dalam ini Kementerian Pertahanan (Kemhan), dengan membangun armada laut secara besar-besaran merupakan keniscayaan. Hal ini dalam konteks merespons dinamika geopolitik begitu cepat, seperti agresivitas China mengklaim Laut China Selatan dan konflik Rusia-Ukrainia yang setiap saat bisa bergeser ke kawasan Indo Pasifik mengingat banyaknya negara di kawasan yang terseret konflik tersebut.
Dengan kondisi demikian, Indonesia tidak lagi bisa berjalan santai seperti sebelumnya, tapi harus bergerak cepat dengan melakukan konsolidasi besar- besaran kekuatan matra laut yang menempati garda terdepan pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia.
Ilustrasi KRI TNI AL (TNI AL)
Bersyukur, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki kesadaran tersebut. Bahkan dia sudah mencanangkan dalam dua tahun mengonsolidasikan 50 kapal perang siap tempur, hingga menjadikan TNI AL sebagai kekuatan utama sesungguhnya di ASEAN.
Skema untuk mencapai target tersebut sudah sangat jelas tergambar. Selain membangun kapal fregat, OPV maupun KCR baru, Kemhan juga melakukan refurbishment besar-besaran, yakni terhadap 40 kapal perang sekaligus.
Modernisasi untuk semua aspek perlengkapan kapal -mulai dari mesin, sistem manajemen tempur, hingga persenjataan- dilakukan untuk kapal kelas Fast Patrol Boat (FPB), kelas Parchim, kelas Corvet Fatahillah, kelas PKR, kels KCR, kelas Sigma, dan kelas MRLF Bung Tomo. Penggarapan melibatkan galangan kapal nasional, termasuk swasta, di bawah koordinasi PT PAL.
Ke depan, dengan dinamika geopolitik yang tentu sangat sulit diprediksi dan dengan harapan dukungan anggaran semakin kuat, kekuatan matra laut Indonesia tidak cukup sebatas level green water, yang hanya berorientasi pengamanan wilayah kepulauan. Tetapi lebih jauh harus mampu terwujud sebagai kekuatan blue water navy.
Hal ini bukan mimpi karena TNI AL di era Orde Lama pernah menjadi kekuatan utama di bumi bagian selatan. Di sisi lain, kekuatan utama di kawasan seperti Australia, India, dan China sudah menunjukkan power pada tahap ini. Kita yakin Indonesia bisa mengimbanginya. (ynt)
Bila tidak ada aral melintang, Indonesia tinggal menghitung hari untuk memulai pembangunan kapal fregat Merah Putih. Pembangunan kapal yang diadaptasi dari desain Arrowhead 140 Babcock tersebut lazimnya akan diawali dengan upacara cutting steel atau pemotongan baja yang dilakukan di galangan kapal PT PAL Surabaya.
Kepastian pemotongan akan dilakukan November ini disampaikan CEO PT PAL Kaharuddin Djenod saat berbicara dengan Janes pada pameran Indo Defence 2022 di Jakarta pekan lalu. Dia menyebut, proyek tersebut sebagai fregat Merah Putih yang merupakan cermin bahwa status kapal perang tersebut buatan lokal.
Dia pun memastikan bahwa fregat tersebut akan mempunyai panjang 140 meter, bukan lagi 143 meter dan bukan juga 138 meter sebagai varian yang identik Iver Huitfeldt milik AL Denmark.
Proyek fregat merah putih bisa disebut sebagai milestone Indonesia menapak level baru dalam kapasitas membangun kapal perang sekaligus kekuatan matra laut. Dari sisi kapasitas knowledge, PT PAL memang pernah membangun fregat sigma kelas. Tapi prosesnya lebih banyak dilakukan Damen Shipyard Belanda, dan hanya sebagaian dibangun di Tanah Air.
Kemampuan penuh galangan kapal domestik baru sebatas membuat kapal cepat rudal (KCR), seperti ditunjukkan galangan PT PAL, PT Palindo Batam Shipyard, maupun PT Tesco Indomaritim.
Desain OPV 90 PT DRU (DRU)
Sedangkan dari sisi kekuatan, sejauh ini kapal perang yang dimiliki Indonesia seperti kelas KRI Raden Eddy Martadinata (REM) atau PKR 10514 SIGMA yang dibangun bersama Damen belum sepenuhnya kelas real fregat atau light fregat. Sedangkan kelas KRI Ahmad Yani perlahan sudah memasuki masa pensiun dan harus diistirahatkan.
Di sisi lain, bila dilihat dari kecanggihan dan persenjataan yang ditentengnya, fregat Merah Putih ini bahkan disebut destroyer. Dengan kapasitas demikian, Indonesia kekuatan armada laut Indonesia tidak kalah dengan kapal perang terkuat di ASEAN, dalam hal ini kelas RSS Formidable yang dimiliki Singapura.
Kepastian pembangunan fregat Merah Putih mengindikasikan keseriusan pemerintah memperkuat kekuatan militer, termasuk di Matra Laut. Bahkan, pembangunan fregat Merah Putih yang diproyeksikan sebanyak dua buah akan diikuti dengan pembangunan fregat kelas FREMM dari galangan Fincantieri Italia dan kapal kelas offshore patrol vessel (OPV) yang tengah dilakukan galangan kapal domestik asal Lampung, PT Daya Radar Utama.
Langkah ditunjukkan pemerintah, dalam ini Kementerian Pertahanan (Kemhan), dengan membangun armada laut secara besar-besaran merupakan keniscayaan. Hal ini dalam konteks merespons dinamika geopolitik begitu cepat, seperti agresivitas China mengklaim Laut China Selatan dan konflik Rusia-Ukrainia yang setiap saat bisa bergeser ke kawasan Indo Pasifik mengingat banyaknya negara di kawasan yang terseret konflik tersebut.
Dengan kondisi demikian, Indonesia tidak lagi bisa berjalan santai seperti sebelumnya, tapi harus bergerak cepat dengan melakukan konsolidasi besar- besaran kekuatan matra laut yang menempati garda terdepan pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia.
Ilustrasi KRI TNI AL (TNI AL)
Bersyukur, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki kesadaran tersebut. Bahkan dia sudah mencanangkan dalam dua tahun mengonsolidasikan 50 kapal perang siap tempur, hingga menjadikan TNI AL sebagai kekuatan utama sesungguhnya di ASEAN.
Skema untuk mencapai target tersebut sudah sangat jelas tergambar. Selain membangun kapal fregat, OPV maupun KCR baru, Kemhan juga melakukan refurbishment besar-besaran, yakni terhadap 40 kapal perang sekaligus.
Modernisasi untuk semua aspek perlengkapan kapal -mulai dari mesin, sistem manajemen tempur, hingga persenjataan- dilakukan untuk kapal kelas Fast Patrol Boat (FPB), kelas Parchim, kelas Corvet Fatahillah, kelas PKR, kels KCR, kelas Sigma, dan kelas MRLF Bung Tomo. Penggarapan melibatkan galangan kapal nasional, termasuk swasta, di bawah koordinasi PT PAL.
Ke depan, dengan dinamika geopolitik yang tentu sangat sulit diprediksi dan dengan harapan dukungan anggaran semakin kuat, kekuatan matra laut Indonesia tidak cukup sebatas level green water, yang hanya berorientasi pengamanan wilayah kepulauan. Tetapi lebih jauh harus mampu terwujud sebagai kekuatan blue water navy.
Hal ini bukan mimpi karena TNI AL di era Orde Lama pernah menjadi kekuatan utama di bumi bagian selatan. Di sisi lain, kekuatan utama di kawasan seperti Australia, India, dan China sudah menunjukkan power pada tahap ini. Kita yakin Indonesia bisa mengimbanginya. (ynt)
⚓️ sindonews
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.