KAPAL Elnusa Samudra 8 bersiap dilepas dari dermaga PT Bandar Abadi Shipyard, Selasa (5/5). Kapal berkonsep eco green merupakan yang pertama di Indoensia. [batampos] ●
Industri perkapalan dalam kemaritiman Indonesia ibarat "mesin jahit", apabila industri tersebut maju, maka industri lain akan ikut terangkat kemajuannya, begitu kata praktisi pendidikan program studi teknik perkapalan Universitas Indonesia Dr. Sunaryo.
Sunaryo mengatakan industri perkapalan di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar, namun sayang industri pembuatan kapal di Tanah Air belum terlihat menjanjikan oleh sebagaian produsen atau perusahaan.
"Itu karena marketnya tidak ada," kata dia.
Pria yang juga turut berperan dalam sejumlah proyek di perusahaan nasional Pelindo mengatakan industri perkapalan di Indonesia masih "loyo" dikarenakan beberapa faktor.
Sunaryo menjelaskan industri pembuatan kapal yang dilakukan oleh perusahaan swasta masih memiliki kendala dalam hal biaya pajak dan persaingan oleh kapal utuh yang diimpor melalui kebijakan pemerintah.
"Pemerintah kasih kemudahan untuk impor kapal bekas, nah sekarang Indonesia kebanjiran kapal impor, itu membuat kecil hati galangan untuk membuat kapal-kapal baru," kata dia.
Ia menggatakan hingga saat ini proyek galangan kapal lebih banyak dilakukan oleh proyek pemerintah ketimbang oleh pihak swasta. Sunaryo mengkhawatirkan Indonesia akan menjadi negara yang sering mengimpor kapal jika tidak adanya insentif untuk industri perkapalan itu sendiri.
"Sehingga ini kalau pemerintah tidak memberikan insentif ke industri perkapalannya, nanti balik lagi kita impor melulu. Padahal kita punya potensi besar sekali," jelasnya.
Menurut pandangan dosen yang tengah mengajukan gelar profesor tersebut, pemerintah harus menerapkan kebijakan untuk memangkas bea masuk komponen kapal untuk dirancang di Indonesia, atau mengeluarkan kebijakan standarisasi pembuatan komponen kapal di dalam negeri.
"Sehingga tidak ada alasan untuk tidak pakai komponen dalam negeri, galangannya nol ppn. Sehingga kapal yang dibuat galangan harganya bisa bersaing dengan luar negeri," kata Sunaryo.
Di titik inilah industri pembuatan kapal dalam negeri mengalami keterbatasan untuk berkembang.
"Karena kapal kita lebih mahal, ya mending beli dari luar dong. Galangan ngga maju, dan industrinya juga ngga maju. Industri kapal itu sangat potensial, Indonesia bisa sebenarnya, tapi karena ngga ada marketnya ngapain?" jelas dia.
Sementara Ketua Ikatan Alumni Perkapalan Universitas Hasanudin Makassar Ganding Sitepu merumuskan ada tiga tantangan industri perkapalan nasional yang perlu dirampungkan guna mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim.
"Terdapat tiga hal utama, pertama Sumber Daya Manusia harus ditingkatkan, terbangunnya industri komponen perkapalan, dan kebijakan pemerintah yang konsisten serta berkesinambungan," ujar Ganding.
Ganding mengatakan, industri perkapalan merupakan industri yang kompleks, karena padat karya, padat modal, padat teknologi dan pencapaian titik nilai impasnya relatif lama.
"Tapi, Indonesia kan merupakan negara maritim dan kita sudah sepakat soal itu. Jadi, memang perlu pemikiran jangka panjang untuk membangunnya," kata Ganding.
Terkait kebijakan pada industri perkapalan, Ganding mengatakan bahwa dukungan Presiden Joko Widodo akan sangat berpengaruh terhadap berbagai kebijakan turunan serta kebangkitan industri ini.Teknologi dari SwissKRI Tombak produksi PT PAL Indonesia. [PAL] ●
"Alasan saya ada di sini adalah untuk mentransfer teknologi, dari kapal berkecepatan tinggi yang dimiliki oleh Hydros ke kapal untuk kebutuhan sektor maritim," kata CEO perusahaan pembuatan kapal asal Swiss Hydros Innovation SA Jeremie Lagarrigue saat memberikan seminar sehari di kampus Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.
Peneliti arsitektur perkapalan dari Swiss tersebut memaparkan sejumlah kapal hasil buatannya yang memiliki sentuhan futuristik. Entah itu dari penampilan, atau bahkan teknologinya.
Dalam presentasinya di hadapan mahasiswa teknik, akademisi, dan sejumlah praktisi pendidikan teknik perkapalan, Jeremie memaparkan kapal-kapal buatannya yang bisa melayang beberapa inci di atas permukaan air, kapal layar pemegang rekor tercepat di dunia, kapal ferri yang hemat bahan bakar, hingga pemanfaatan gelombang laut sebagai sumber energi ramah lingkungan.
Inovasi baginya berawal dari mimpi. "Ini mimpi kami selanjutnya," kata Jeremie sambil memperlihatkan sketsa kapal layar yang bisa terbang hingga beberapa meter di atas permukaan laut, dengan ditarik oleh perahu cepat. "Apakah ini mungkin?" tanya dia lagi.
Namun baginya sketsa ide kapal terbang itu sangat mungkin direalisasikan mengingat dirinya telah berhasil membuat kapal layar dan kapal motor yang bisa melayang sekitar 50 centimeter di atas permukaan air laut yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Saat Jeremie datang ke Indonesia dan melihat sejumlah galangan kapal dan pelabuhan, ia pun memiliki ide cemerlang untuk sektor maritim Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa yang membuatnya beriklim tropis.
"Indonesia punya potensi besar sekali. Paradigmanya harus maju, maka Indonesia bisa melakukan segala macam hal, termasuk sumber daya ramah lingkungan. Mungkin kita buat kapal menggunakan solar energy?" kata Jeremie.
Pria berkebangsaan Swiss ini merasa dikutuk karena tinggal di negara dengan sedikit laut, lebih banyak pegunungan dan danau, serta lebih sering tertutup salju. Sedangkan di Indonesia, Jeremie melihat sinar matahari yang melimpah di negara beriklim tropis yang menurutnya, sangat cukup untuk membuat kapal dengan penggerak berasal dari sumber energi panel surya.
"Di Indonesia berlimpah mataharinya, di Swiss cuma lima bulan ada matahari," kata dia.
Jeremie menjelaskan bahwa di negaranya yang sedikit mendapat sinar matahari, hampir setiap rumah memiliki panel surya untuk menampung sumber energi ramah lingkungan. Sedangkan ia menyayangkan penggunaan sumber energi berbahan dasar fosil di mana potensi sumber energi surya melimpah di Indonesia.
Jeremie juga memaparkan, bahwa untuk memajukan sektor maritim Indonesia harus dimulai dengan keberadaan kapal yang mumpuni.
"90 persen perdagangan di seluruh dunia itu dikirimkan melalui laut. Yang paling utama, kapal itu haruslah nyaman, memiliki performa yang bagus, dan energi yang efisien," ujar Jeremie.
Beruntungnya, Sunaryo mengatakan, Universitas Indonesia akan membuat kesepakatan kerja sama antara lembaga penelitian milik Jeremie Lagarrigue dalam bidang teknologi perkapalan.
"Dia akan bantu transfer teknologi. Kita akan kembangkan kebutuhan pasar di Indonesia dengan teknologi dari mereka, untuk diaplikasikan di Indonesia," kata dia.
"Kita sudah bisa buat kapal, meski desainnya masih biasa. Tapi semua kekurangannya bisa dibantu oleh Hydros, dengan teknologi yang tadi dijabarkan akan dihitung dan ditutupi semuanya," kata salah satu staf pengajar lainnya Tresno Hadi.
Sunaryo mengatakan, UI dan Jeremie sudah mencapai kata sepakat untuk menjalin kerja sama dalam bidang teknik perkapalan. "Tinggal tunggu waktunya saja, kita draft-nya sudah ada, mereka juga sudah berikan," jelasnya.
Sekali lagi, peneliti asal Swiss mengatakan, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk maju pada sektor maritim. Hanya butuh paradigma yang lebih maju untuk mengubahnya menjadi negara martim yang sebenar-benarnya.
Industri perkapalan dalam kemaritiman Indonesia ibarat "mesin jahit", apabila industri tersebut maju, maka industri lain akan ikut terangkat kemajuannya, begitu kata praktisi pendidikan program studi teknik perkapalan Universitas Indonesia Dr. Sunaryo.
Sunaryo mengatakan industri perkapalan di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar, namun sayang industri pembuatan kapal di Tanah Air belum terlihat menjanjikan oleh sebagaian produsen atau perusahaan.
"Itu karena marketnya tidak ada," kata dia.
Pria yang juga turut berperan dalam sejumlah proyek di perusahaan nasional Pelindo mengatakan industri perkapalan di Indonesia masih "loyo" dikarenakan beberapa faktor.
Sunaryo menjelaskan industri pembuatan kapal yang dilakukan oleh perusahaan swasta masih memiliki kendala dalam hal biaya pajak dan persaingan oleh kapal utuh yang diimpor melalui kebijakan pemerintah.
"Pemerintah kasih kemudahan untuk impor kapal bekas, nah sekarang Indonesia kebanjiran kapal impor, itu membuat kecil hati galangan untuk membuat kapal-kapal baru," kata dia.
Ia menggatakan hingga saat ini proyek galangan kapal lebih banyak dilakukan oleh proyek pemerintah ketimbang oleh pihak swasta. Sunaryo mengkhawatirkan Indonesia akan menjadi negara yang sering mengimpor kapal jika tidak adanya insentif untuk industri perkapalan itu sendiri.
"Sehingga ini kalau pemerintah tidak memberikan insentif ke industri perkapalannya, nanti balik lagi kita impor melulu. Padahal kita punya potensi besar sekali," jelasnya.
Menurut pandangan dosen yang tengah mengajukan gelar profesor tersebut, pemerintah harus menerapkan kebijakan untuk memangkas bea masuk komponen kapal untuk dirancang di Indonesia, atau mengeluarkan kebijakan standarisasi pembuatan komponen kapal di dalam negeri.
"Sehingga tidak ada alasan untuk tidak pakai komponen dalam negeri, galangannya nol ppn. Sehingga kapal yang dibuat galangan harganya bisa bersaing dengan luar negeri," kata Sunaryo.
Di titik inilah industri pembuatan kapal dalam negeri mengalami keterbatasan untuk berkembang.
"Karena kapal kita lebih mahal, ya mending beli dari luar dong. Galangan ngga maju, dan industrinya juga ngga maju. Industri kapal itu sangat potensial, Indonesia bisa sebenarnya, tapi karena ngga ada marketnya ngapain?" jelas dia.
Sementara Ketua Ikatan Alumni Perkapalan Universitas Hasanudin Makassar Ganding Sitepu merumuskan ada tiga tantangan industri perkapalan nasional yang perlu dirampungkan guna mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim.
"Terdapat tiga hal utama, pertama Sumber Daya Manusia harus ditingkatkan, terbangunnya industri komponen perkapalan, dan kebijakan pemerintah yang konsisten serta berkesinambungan," ujar Ganding.
Ganding mengatakan, industri perkapalan merupakan industri yang kompleks, karena padat karya, padat modal, padat teknologi dan pencapaian titik nilai impasnya relatif lama.
"Tapi, Indonesia kan merupakan negara maritim dan kita sudah sepakat soal itu. Jadi, memang perlu pemikiran jangka panjang untuk membangunnya," kata Ganding.
Terkait kebijakan pada industri perkapalan, Ganding mengatakan bahwa dukungan Presiden Joko Widodo akan sangat berpengaruh terhadap berbagai kebijakan turunan serta kebangkitan industri ini.Teknologi dari SwissKRI Tombak produksi PT PAL Indonesia. [PAL] ●
"Alasan saya ada di sini adalah untuk mentransfer teknologi, dari kapal berkecepatan tinggi yang dimiliki oleh Hydros ke kapal untuk kebutuhan sektor maritim," kata CEO perusahaan pembuatan kapal asal Swiss Hydros Innovation SA Jeremie Lagarrigue saat memberikan seminar sehari di kampus Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.
Peneliti arsitektur perkapalan dari Swiss tersebut memaparkan sejumlah kapal hasil buatannya yang memiliki sentuhan futuristik. Entah itu dari penampilan, atau bahkan teknologinya.
Dalam presentasinya di hadapan mahasiswa teknik, akademisi, dan sejumlah praktisi pendidikan teknik perkapalan, Jeremie memaparkan kapal-kapal buatannya yang bisa melayang beberapa inci di atas permukaan air, kapal layar pemegang rekor tercepat di dunia, kapal ferri yang hemat bahan bakar, hingga pemanfaatan gelombang laut sebagai sumber energi ramah lingkungan.
Inovasi baginya berawal dari mimpi. "Ini mimpi kami selanjutnya," kata Jeremie sambil memperlihatkan sketsa kapal layar yang bisa terbang hingga beberapa meter di atas permukaan laut, dengan ditarik oleh perahu cepat. "Apakah ini mungkin?" tanya dia lagi.
Namun baginya sketsa ide kapal terbang itu sangat mungkin direalisasikan mengingat dirinya telah berhasil membuat kapal layar dan kapal motor yang bisa melayang sekitar 50 centimeter di atas permukaan air laut yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Saat Jeremie datang ke Indonesia dan melihat sejumlah galangan kapal dan pelabuhan, ia pun memiliki ide cemerlang untuk sektor maritim Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa yang membuatnya beriklim tropis.
"Indonesia punya potensi besar sekali. Paradigmanya harus maju, maka Indonesia bisa melakukan segala macam hal, termasuk sumber daya ramah lingkungan. Mungkin kita buat kapal menggunakan solar energy?" kata Jeremie.
Pria berkebangsaan Swiss ini merasa dikutuk karena tinggal di negara dengan sedikit laut, lebih banyak pegunungan dan danau, serta lebih sering tertutup salju. Sedangkan di Indonesia, Jeremie melihat sinar matahari yang melimpah di negara beriklim tropis yang menurutnya, sangat cukup untuk membuat kapal dengan penggerak berasal dari sumber energi panel surya.
"Di Indonesia berlimpah mataharinya, di Swiss cuma lima bulan ada matahari," kata dia.
Jeremie menjelaskan bahwa di negaranya yang sedikit mendapat sinar matahari, hampir setiap rumah memiliki panel surya untuk menampung sumber energi ramah lingkungan. Sedangkan ia menyayangkan penggunaan sumber energi berbahan dasar fosil di mana potensi sumber energi surya melimpah di Indonesia.
Jeremie juga memaparkan, bahwa untuk memajukan sektor maritim Indonesia harus dimulai dengan keberadaan kapal yang mumpuni.
"90 persen perdagangan di seluruh dunia itu dikirimkan melalui laut. Yang paling utama, kapal itu haruslah nyaman, memiliki performa yang bagus, dan energi yang efisien," ujar Jeremie.
Beruntungnya, Sunaryo mengatakan, Universitas Indonesia akan membuat kesepakatan kerja sama antara lembaga penelitian milik Jeremie Lagarrigue dalam bidang teknologi perkapalan.
"Dia akan bantu transfer teknologi. Kita akan kembangkan kebutuhan pasar di Indonesia dengan teknologi dari mereka, untuk diaplikasikan di Indonesia," kata dia.
"Kita sudah bisa buat kapal, meski desainnya masih biasa. Tapi semua kekurangannya bisa dibantu oleh Hydros, dengan teknologi yang tadi dijabarkan akan dihitung dan ditutupi semuanya," kata salah satu staf pengajar lainnya Tresno Hadi.
Sunaryo mengatakan, UI dan Jeremie sudah mencapai kata sepakat untuk menjalin kerja sama dalam bidang teknik perkapalan. "Tinggal tunggu waktunya saja, kita draft-nya sudah ada, mereka juga sudah berikan," jelasnya.
Sekali lagi, peneliti asal Swiss mengatakan, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk maju pada sektor maritim. Hanya butuh paradigma yang lebih maju untuk mengubahnya menjadi negara martim yang sebenar-benarnya.
★ antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.