Jakarta � Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah akses poin jaringan nirkabel atau Wi-Fi terbesar di Asia. Program Indonesia Wi-Fi, yang digagas PT Telekomunikasi Indonesia, menargetkan pemasangan 10 juta akses poin di seluruh Tanah Air pada 2015. Pada tahun depan, program ini akan berfokus pada pemasangan 2 juta hotspot.
Oki Wiranto, Senior Manager Business Planning & Infrastructure Development PT Telekomunikasi Indonesia, mengatakan, sasaran utama pemasang akses poin Internet melalui Wi-Fi adalah bidang pendidikan, usaha kecil dan menengah, serta layanan publik.
Sayangnya, Oki menolak menyebutkan nilai investasi Telkom untuk pemasangan 10 juta akses poin Wi-Fi ini. Telkom memiliki program IndiShcool, yang akan memasang akses poin Wi-Fi di 100 ribu sekolah--dari total 360 ribu sekolah--pada 2013. "Harganya sangat terjangkau untuk anak sekolah," ujar dia di sela acara Global Youth Forum di Nusa Dua, Bali, dua pekan lalu.
Telkom sangat yakin Wi-Fi bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di Cina dan Korea, Wi-Fi merupakan alternatif pengalihan jalur komunikasi dari GSM. Program ini akan melengkapi teknologi lain, seperti GSM, 3G, dan Wimax. "Jadi, sejuta Wi-Fi berjuta kemajuan. Kami ingin Indonesia menjadi surganya Wi-Fi," ujar Oki.
Angka pemakaian Wi-Fi di Indonesia semakin pesat seiring dengan penggunaan Internet yang kian meluas. Rata-rata angka akses data mencapai sekitar 1 gigabita per pengguna setiap bulan. Masyarakat juga sudah sangat familiar dengan Wi-Fi. Oki pun yakin tak akan ada kendala edukasi. Misalnya, Indonesia Wi-Fi tak perlu menjelaskan bila kecepatan akses Wi-Fi melambat saat dipakai banyak orang. Sebab, sebagian besar masyarakat sudah tahu hal itu.
Program Indonesia Wi-Fi diyakini akan mengubah predikat Indonesia sebagai negara terburuk dalam penyediaan fasilitas Internet. Untuk mengejar target 10 juta titik Wi-Fi, Telkom akan menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan operator lain. "Dari 10 operator dan penyedia layanan Internet, ada lima yang siap bekerja sama," kata Oki.
Indonesia Wi-Fi menggandeng Cisco sebagai mitra penyedia perangkat keras akses poin. Ichwan F. Agus, Direktur Sales Telco PT Cisco System Indonesia, mengatakan, Cisco akan mendukung penuh program Indonesia Wi-Fi. Menurut dia, Wi-Fi sangat potensial untuk berkembang karena sistem layanannya di semua negara sama. Berbeda dengan 3G, yang spektrum frekuensinya berbeda di setiap negara. "Wi-Fi akan saling melengkapi dengan teknologi pita lebar lain," ujar dia.
Istilah Wi-Fi sebenarnya merupakan merek dagang milik Wi-Fi Alliance, yang merupakan sebuah asosiasi perusahaan jaringan dan komputer. Saat ini, jumlah anggotanya mencapai 375 perusahaan, seperti Cisco, Motorola, Nokia, Apple, dan Microsoft. Asosiasi ini lantas membuat standar teknis, yang membuat peranti dengan teknologi Wi-Fi bisa saling terkoneksi dan berkirim data secara stabil.
Menjajal Wi-Fi Gratisan di Jalur Busway
Eka Santhika ingat betul pengalaman pertamanya mengakses Internet melalui jaringan Wi-Fi di halte Transjakarta koridor I rute Blok M-Kota. Pada September lalu, program ini baru diluncurkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Cepat banget. Aplikasi 20 megabita bisa diunduh dalam hitungan detik," kata karyawati berumur 27 tahun ini.
Di halte Bundaran Hotel Indonesia, layanan Wi-Fi gratis juga masih berfungsi dengan baik. Ketika Tempo menjajal titik ini dengan aplikasi SpeedTest, kecepatan unduh mencapai 3,8 megabita per detik dan kecepatan unggah 1,4 megabita per detik.
Hanya, di lokasi lain, seperti halte Dukuh Atas, Gelora Bung Karno, dan Bundaran Senayan, layanan ini tidak berfungsi mulus. Ada yang memancarkan sinyal kuat tapi tidak bisa digunakan untuk mengakses Internet, ada pula yang tidak memancarkan sinyal sama sekali seperti di halte Bundaran Senayan.
"Sering eror memang, maklum gratis," kata seorang petugas Transjakarta sembari tertawa. Karena itu, banyak pengguna Transjakarta yang kembali mengakses Internet melalui jaringan pribadi berbayar.
"Konsepnya bagus, membantu pengguna Transjakarta. Tapi pengelolaannya harus diperhatikan," kata Iwan Setiadi, wiraswasta yang setiap hari memakai bus Transjakarta. Ia mengusulkan agar layanan ini tidak hanya dipasang di halte, tapi juga di dalam bus.
Selain di halte Transjakarta koridor I, layanan ini dapat dinikmati di halte Transjakarta koridor IX rute Pinang Ranti-Pluit serta di taman kota, seperti Monas, Taman Ayodya, Taman Suropati, Taman Langsat, Taman Situ Lembang, dan Taman Menteng.
Titik akses untuk setiap lokasi memiliki nama yang mengikuti format DKI_Free_Hotspot_nama lokasi untuk halte Transjakarta. Cara mengakses Wi-Fi cukup mudah karena pengguna tidak perlu memasukkan password.
Radius sinyal Wi-Fi yang dipancarkan pun tidak terlalu jauh, yakni hanya 20-30 meter. Bahkan, di Taman Ayodya, yang dikunjungi Tempo, lebih banyak area tidak mendapat sinyal Wi-Fi yang bagus.
Saat ini, layanan tersebut diteruskan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melalui konsep Smart City. Dia menargetkan akses Internet gratis tersedia di berbagai taman kota di Jakarta.
Di halte Bundaran Hotel Indonesia, layanan Wi-Fi gratis juga masih berfungsi dengan baik. Ketika Tempo menjajal titik ini dengan aplikasi SpeedTest, kecepatan unduh mencapai 3,8 megabita per detik dan kecepatan unggah 1,4 megabita per detik.
Hanya, di lokasi lain, seperti halte Dukuh Atas, Gelora Bung Karno, dan Bundaran Senayan, layanan ini tidak berfungsi mulus. Ada yang memancarkan sinyal kuat tapi tidak bisa digunakan untuk mengakses Internet, ada pula yang tidak memancarkan sinyal sama sekali seperti di halte Bundaran Senayan.
"Sering eror memang, maklum gratis," kata seorang petugas Transjakarta sembari tertawa. Karena itu, banyak pengguna Transjakarta yang kembali mengakses Internet melalui jaringan pribadi berbayar.
"Konsepnya bagus, membantu pengguna Transjakarta. Tapi pengelolaannya harus diperhatikan," kata Iwan Setiadi, wiraswasta yang setiap hari memakai bus Transjakarta. Ia mengusulkan agar layanan ini tidak hanya dipasang di halte, tapi juga di dalam bus.
Selain di halte Transjakarta koridor I, layanan ini dapat dinikmati di halte Transjakarta koridor IX rute Pinang Ranti-Pluit serta di taman kota, seperti Monas, Taman Ayodya, Taman Suropati, Taman Langsat, Taman Situ Lembang, dan Taman Menteng.
Titik akses untuk setiap lokasi memiliki nama yang mengikuti format DKI_Free_Hotspot_nama lokasi untuk halte Transjakarta. Cara mengakses Wi-Fi cukup mudah karena pengguna tidak perlu memasukkan password.
Radius sinyal Wi-Fi yang dipancarkan pun tidak terlalu jauh, yakni hanya 20-30 meter. Bahkan, di Taman Ayodya, yang dikunjungi Tempo, lebih banyak area tidak mendapat sinyal Wi-Fi yang bagus.
Saat ini, layanan tersebut diteruskan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melalui konsep Smart City. Dia menargetkan akses Internet gratis tersedia di berbagai taman kota di Jakarta.
Mengejar Target 10 Juta Titik Free Wi-Fi
Rencana pemerintah membangun jutaan jaringan Wi-Fi publik disambut positif perusahaan penyedia jasa Internet. Semuel A. Pangerapan mengatakan, hal ini membuka peluang bagi mereka untuk menjadi kontraktor yang membangun jaringan ini.
"Perusahaan saya membangun jaringan milik Kementerian Komunikasi dan Informasi di beberapa provinsi di Sumatera," kata Semuel, yang juga Presiden Direktur PT Jasnita Telekomindo, kepada Budi Riza dari Tempo, pekan lalu.
Jaringan Wi-Fi ini juga berfungsi mendongkrak mutu pendidikan lewat akses buku digital secara gratis.
Bagaimana Asosiasi melihat rencana ini?
Bagus sekali. Saya melihat ini perlu dilakukan karena harga frekuensi Wi-Fi mahal dan kapasitasnya terbatas. Frekuensi Wi-Fi itu tidak memakan spektrum 3G, jadi dia mensubsitusi jaringan data di daerah-daerah tertentu yang padat pemakaiannya. Biayanya juga murah.
Apakah target pemasangan 10 juta titik dalam tiga tahun realistis?
Ini memang lebih mudah dilakukan dibanding membangun jaringan GSM. Operator telekomunikasi bisa memasang router-nya di menara-menara telekomunikasi yang sudah dia bangun sebelumnya.
Apa kekurangan dari layanan ini?
Keanehan dari Wi-Fi adalah jika antara frekuensi yang satu dan yang lain berbenturan, sehingga akan melemahkan jangkauan.
Apa tanggapan Anda soal pembatasan pemakaian per pengguna hingga 20 menit?
Kalau itu hotspot yang free (gratis), ya, terserah operatornya. Kita harus bersyukur sudah dikasih. Ini supaya kita bisa berbagi dengan yang lain.
Penyedia routers yang bagus untuk Wi-Fi?
Yang bagus itu ada Cisco, Motorola, dan lainnya. Yang penting satu sama lain bisa terkoneksi dengan stabil.
Apa dampak layanan Wi-Fi publik ini untuk pengajaran di sekolah?
Kalau kita bicara sekolah, berarti itu pada bagian kontennya. Manfaatkanlah. Bagaimana cara menumbuhkan konten Indonesia? Pendidikan punya bujet besar, jadi arahkan dan bikin konten yang sesuai. Digitalisasi buku-buku sekolah sangat penting.
Seperti apa?
Misalnya, Kementerian Pendidikan bisa membeli hak properti intelektual buku lalu melakukan digitalisasi dan menyebarkannya secara gratis. Belinya pakai dana masyarakat yang sudah dianggarkan.
Apa semua operator telekomunikasi perlu dilibatkan untuk Wi-Fi publik ini?
Semua dilibatkan, tapi pelaksanaannya cukup satu konsorsium saja untuk pemasangan Wi-Fi publik ini supaya tidak tabrakan. Dana investasi bisa dari berbagai perusahaan telekomunikasi. Dengan begitu, jaringannya terbuka dan bisa digunakan lintas pengguna dari perusahaan telekomunikasi yang berbeda.
"Perusahaan saya membangun jaringan milik Kementerian Komunikasi dan Informasi di beberapa provinsi di Sumatera," kata Semuel, yang juga Presiden Direktur PT Jasnita Telekomindo, kepada Budi Riza dari Tempo, pekan lalu.
Jaringan Wi-Fi ini juga berfungsi mendongkrak mutu pendidikan lewat akses buku digital secara gratis.
Bagaimana Asosiasi melihat rencana ini?
Bagus sekali. Saya melihat ini perlu dilakukan karena harga frekuensi Wi-Fi mahal dan kapasitasnya terbatas. Frekuensi Wi-Fi itu tidak memakan spektrum 3G, jadi dia mensubsitusi jaringan data di daerah-daerah tertentu yang padat pemakaiannya. Biayanya juga murah.
Apakah target pemasangan 10 juta titik dalam tiga tahun realistis?
Ini memang lebih mudah dilakukan dibanding membangun jaringan GSM. Operator telekomunikasi bisa memasang router-nya di menara-menara telekomunikasi yang sudah dia bangun sebelumnya.
Apa kekurangan dari layanan ini?
Keanehan dari Wi-Fi adalah jika antara frekuensi yang satu dan yang lain berbenturan, sehingga akan melemahkan jangkauan.
Apa tanggapan Anda soal pembatasan pemakaian per pengguna hingga 20 menit?
Kalau itu hotspot yang free (gratis), ya, terserah operatornya. Kita harus bersyukur sudah dikasih. Ini supaya kita bisa berbagi dengan yang lain.
Penyedia routers yang bagus untuk Wi-Fi?
Yang bagus itu ada Cisco, Motorola, dan lainnya. Yang penting satu sama lain bisa terkoneksi dengan stabil.
Apa dampak layanan Wi-Fi publik ini untuk pengajaran di sekolah?
Kalau kita bicara sekolah, berarti itu pada bagian kontennya. Manfaatkanlah. Bagaimana cara menumbuhkan konten Indonesia? Pendidikan punya bujet besar, jadi arahkan dan bikin konten yang sesuai. Digitalisasi buku-buku sekolah sangat penting.
Seperti apa?
Misalnya, Kementerian Pendidikan bisa membeli hak properti intelektual buku lalu melakukan digitalisasi dan menyebarkannya secara gratis. Belinya pakai dana masyarakat yang sudah dianggarkan.
Apa semua operator telekomunikasi perlu dilibatkan untuk Wi-Fi publik ini?
Semua dilibatkan, tapi pelaksanaannya cukup satu konsorsium saja untuk pemasangan Wi-Fi publik ini supaya tidak tabrakan. Dana investasi bisa dari berbagai perusahaan telekomunikasi. Dengan begitu, jaringannya terbuka dan bisa digunakan lintas pengguna dari perusahaan telekomunikasi yang berbeda.
Berlomba Menabur Free Wi-Fi di Nusantara
Mengakses Internet lewat jaringan nirkabel sudah dianggap sebagai kebutuhan banyak orang, mulai pelajar hingga karyawan. Jenis perangkat yang digunakan beragam, tapi yang paling banyak dipakai adalah telepon seluler cerdas.
Harga ponsel cerdas yang semakin murah membuat orang kian akrab dengan Internet. Mahendri, mahasiswi Universitas Warmadewa, Bali, misalnya. Ia lebih banyak memakai ponsel cerdasnya untuk membuka Facebook.
Yang menarik, Mahendri tak perlu pusing memikirkan soal pulsa yang bakal tersedot. Sebab, di kampusnya kini telah terpasang 31 hotspot yang memberinya akses Internet gratis.
Ternyata layanan hotspot tak hanya tersedia di kampus. Di Bali, tersebar sekitar 3.600 hotspot yang bisa diakses secara gratis dengan identitas Free@WiFiID. Menurut Suryadiningrat, petugas Telkom Bali, setiap titik berkapasitas 10 megabita per detik.
Secara umum, Indonesia tertinggal dibanding beberapa negara Asia dalam urusan layanan Wi-Fi gratis. Saat ini, baru terpasang sekitar 100 ribu titik Wi-Fi. Sedangkan Cina, misalnya, memiliki sekitar 6 juta hotspot.
Korea Selatan memiliki 2 juta titik Wi-Fi, sementara Singapura telah lebih dulu memasang sekitar 500 ribu hotspot. Padahal jumlah penduduk Negeri Jiran itu kurang dari setengah jumlah penduduk DKI Jakarta, yang mencapai 12 juta orang.
Korea Selatan memang dikenal maju dalam urusan penyediaan akses jaringan Internet bagi warganya. Saat ini, Negeri Ginseng itu telah memiliki sekitar 8,4 juta pengguna jaringan tercepat, yakni Long Term Evolution.
Dengan jaringan tersebut, kecepatan akses Internet bisa mencapai 40-100 megabita per detik. Indonesia mungkin baru akan menyediakan layanan ini pada tahun depan, setelah pemerintah melakukan lelang tender.
Di Jepang, kondisinya sedikit berbeda. Untuk mengakses Internet, warga negara itu cenderung menggunakan layanan vendor telekomunikasi alias membayar dengan membeli kartu atau membawa router Wi-Fi.
Namun, maraknya peranti mobile, seperti tablet dan ponsel cerdas terbaru, membuat beberapa perusahaan mulai menawarkan layanan Wi-Fi gratis. Imbalannya, mereka mendapat pemasukan dengan menampilkan iklan pada layar ponsel, tablet, atau laptop dari pengakses Internet lewat jaringan mereka.
● Vivanews
Harga ponsel cerdas yang semakin murah membuat orang kian akrab dengan Internet. Mahendri, mahasiswi Universitas Warmadewa, Bali, misalnya. Ia lebih banyak memakai ponsel cerdasnya untuk membuka Facebook.
Yang menarik, Mahendri tak perlu pusing memikirkan soal pulsa yang bakal tersedot. Sebab, di kampusnya kini telah terpasang 31 hotspot yang memberinya akses Internet gratis.
Ternyata layanan hotspot tak hanya tersedia di kampus. Di Bali, tersebar sekitar 3.600 hotspot yang bisa diakses secara gratis dengan identitas Free@WiFiID. Menurut Suryadiningrat, petugas Telkom Bali, setiap titik berkapasitas 10 megabita per detik.
Secara umum, Indonesia tertinggal dibanding beberapa negara Asia dalam urusan layanan Wi-Fi gratis. Saat ini, baru terpasang sekitar 100 ribu titik Wi-Fi. Sedangkan Cina, misalnya, memiliki sekitar 6 juta hotspot.
Korea Selatan memiliki 2 juta titik Wi-Fi, sementara Singapura telah lebih dulu memasang sekitar 500 ribu hotspot. Padahal jumlah penduduk Negeri Jiran itu kurang dari setengah jumlah penduduk DKI Jakarta, yang mencapai 12 juta orang.
Korea Selatan memang dikenal maju dalam urusan penyediaan akses jaringan Internet bagi warganya. Saat ini, Negeri Ginseng itu telah memiliki sekitar 8,4 juta pengguna jaringan tercepat, yakni Long Term Evolution.
Dengan jaringan tersebut, kecepatan akses Internet bisa mencapai 40-100 megabita per detik. Indonesia mungkin baru akan menyediakan layanan ini pada tahun depan, setelah pemerintah melakukan lelang tender.
Di Jepang, kondisinya sedikit berbeda. Untuk mengakses Internet, warga negara itu cenderung menggunakan layanan vendor telekomunikasi alias membayar dengan membeli kartu atau membawa router Wi-Fi.
Namun, maraknya peranti mobile, seperti tablet dan ponsel cerdas terbaru, membuat beberapa perusahaan mulai menawarkan layanan Wi-Fi gratis. Imbalannya, mereka mendapat pemasukan dengan menampilkan iklan pada layar ponsel, tablet, atau laptop dari pengakses Internet lewat jaringan mereka.
● Vivanews
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.