blog-indonesia.com

Rabu, 26 Desember 2012

Lima kondisi kritis infrastruktur nasional

Jakarta Indonesia tercatat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan status tersebut, faktor sarana dan prasarana (infrastruktur) untuk keterhubungan antar wilayah dan daerah merupakan harga mati dan mutlak tersedia. Bahkan tidak sebatas tersedia saja, kualitas infrastruktur pun harus terjamin. Alasannya, infrastruktur merupakan urat nadi dalam setiap kegiatan, terutama aktivitas ekonomi.

Berbicara mengenai kondisi infrastruktur di Indonesia, seolah tidak ada habisnya. Ada saja keluhan publik atas kondisi sarana dan prasarana di dalam negeri, mulai dari kondisi jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, hingga sanitasi air bersih. Yang paling sederhana tentu keluhan atas kondisi jalan.

Masalah infrastruktur juga selalu menghiasi berbagai diskusi dan seminar di kalangan akademis dan pelaku ekonomi. Tujuannya menemukan solusi dan langkah perbaikan yang bisa disampaikan ke pemerintah.

Rendahnya kualitas dan kondisi infrastruktur kerap dijadikan kambing hitam atas beberapa persoalan bangsa, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi, bisnis, dan iklim usaha. Tingginya harga bahan kebutuhan pokok di wilayah timur Indonesia, kerap dikaitkan dengan faktor terbatasnya infrastruktur yang menghambat arus barang. Infrastruktur juga dijadikan salah satu penyebab utama rendahnya minat investasi di luar pulau Jawa. Minimnya sarana dan prasarana menjadi bahan pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya. Turunnya daya saing Indonesia di antara negara lain, lagi-lagi disebabkan karena kondisi infrastruktur yang belum memadai dan berada jauh di bawah negara lain dalam satu kawasan.

Kualitas infrastruktur di Tanah Air juga dituding menjadi salah satu faktor yang menghambat akselerasi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Selalu saja masalahnya pada sektor infrastruktur.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan, kondisi infrastruktur Indonesia sangat memprihatinkan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).

"Di antara negara-negara se-Asia Tenggara, kualitas infrastruktur di Indonesia menjadi terendah kedua, hanya lebih baik dari Filipina," kata Eric di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dalam laporan World Economic Forum 2012-2013, kualitas infrastruktur Indonesia benar-benar berada di titik nadir. Infrastruktur Indonesia berada di urutan ke 92. Sementara Filipina berada di posisi 98 dan Malaysia berada di posisi 29. Singapura berada di posisi kedua dengan infrastruktur terbaik di Asia Tenggara.

Dibanding laporan pada 2011-2012, ranking kualitas infrastruktur Indonesia menurun. Tahun lalu Indonesia ada di peringkat 82. Sementara Filipina saat itu masih di ranking 113 dan Malaysia berada di ranking 23. Singapura tetap di ranking 2.

Merdeka.com mencoba memberi gambaran kejadian-kejadian yang menggambarkan kritisnya kondisi infrastruktur di dalam negeri.(mdk/rin)

1. Jalan rusak


Oktober lalu, jalan di kawasan Cilincing Raya, Jakarta Utara ambles dan menimbulkan lubang menganga selebar 3x4 meter. Tidak hanya di Cilincing, jalan di pusat kota Jakarta pun bernasib sama. Pada September lalu, jalan yang berada tepat di wisma Sudirman menuju Thamrin mengalami kerusakan cukup parah karena ambles sedalam 50-70 cm. Kondisi jalan yang buruk mengakibatkan terjadinya kemacetan cukup panjang.

Itu salah satu gambaran kondisi kritis jalan di ibu kota. Di daerah tentu lebih memprihatinkan. Data Kementerian Pekerjaan Umum menyebutkan, saat ini secara keseluruhan kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai 3.800 kilometer atau 10 persen dari total panjang jalan nasional yang mencapai 38.500 kilometer.

Hampir setiap wilayah di Indonesia, tidak terlepas dari persoalan jalan rusak. Tingkat kerusakan jalan terparah ada di wilayah III atau di Indonesia Timur. Sekitar 17,72 persen dari total panjang jalan di wilayah tersebut dinyatakan rusak. Tidak heran jika penduduk di Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo merasa kurang diperhatikan pemerintah. Indikatornya sangat sederhana, kondisi jalan yang tidak layak.

Total panjang jalan di enam provinsi tersebut mencapai 6.692,07 kilometer. Panjang jalan di Papua Barat mencapai 2.111,44 kilometer, Papua Barat 963,24 kilometer, Maluku 1.066,65 kilometer, Maluku Utara 511,89 kilometer, Nusa Tenggara Barat 632,17 kilometer, dan Nusa Tenggara Timur sepanjang 1.406,68 kilometer.

Pemandangan dan kondisi serupa juga terjadi di wilayah I sepanjang Aceh hingga Lampung. Sekitar 11,84 persen dari total panjang jalan di wilayah ini, dinyatakan rusak. Sedangkan wilayah II yang meliputi Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, tingkat kerusakannya mencapai 7,97 persen dari total panjang jalan yang ada.

Kerusakan jalan tidak hanya dinikmati warga di wilayah-wilayah tersebut. Warga di ibukota dan sekitarnya juga harus menerima kondisi jalan yang tidak sesuai harapan. Dari total panjang jalan nasional di Jabodetabek yang mencapai 420 kilometer, 15 kilometer dinyatakan dalam kondisi rusak.

Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Djoko Murjanto mengakui, jalan di Indonesia belum sepenuhnya dalam kondisi mantap. Namun, kata dia, dari data yang dimilikinya, proporsi jalan rusak semakin minim. Pemerintah mengklaim kondisi jalan yang rusak ringan 0,8 persen dari keseluruhan jalan nasional. Sedangkan kondisi jalan yang masuk kategori rusak berat sebesar 9,2 persen dari panjang jalan nasional keseluruhan 38.500 kilometer.(mdk/rin)

2. Bandara


Menjelang akhir Agustus lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tiba-tiba membersihkan lantai bandara. Tepatnya di terminal keberangkatan 2F. Dari pengakuan salah seorang staf kementerian BUMN, Dahlan sering berkomentar mengenai kondisi lantai bandara yang kerap dikeluhkan pengguna jasa penerbangan.

Aksi Dahlan tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno Hatta. Kondisi bandara tersebut juga sudah tidak nyaman lagi. Sebab, bandara internasional ini sudah sangat padat bahkan over load baik dari sisi penerbangan maupun penumpang. Bandara Soekarno Hatta tercatat menduduki peringkat ke 11 bandara tersibuk di dunia. Dengan jumlah pergerakan penumpang mencapai 51,5 juta pergerakan atau tumbuh 19 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tidak hanya itu, kondisi infrastruktur energi di bandara Soekarno Hatta juga cukup memprihatinkan. Beberapa kali bandara ini mati lampu. Untuk sekelas bandara internasional, mati lampu adalah hal yang cukup memalukan. Sedikit melirik ke belakang, Bandara Soekarno Hatta pernah mengalami pemadaman listrik dalam 4 bulan berturut-turut pada 2011.

Berawal pada tanggal 21 Juli tahun 2011 listrik padam karena gardu induk Muara Karang terbakar, tanggal 6 Agustus karena kedipan listrik, tanggal 17 September karena mesin listrik bandara mati, dan 1 Oktober padam karena kurangnya pasokan.

Pada tahun ini kembali terjadi pemadaman listrik di Bandara Soekarno Hatta. Pemadaman berawal pada 25 April, di mana saat itu PLN wilayah Tangerang melakukan pemadaman. Pada 24 September pemadaman kembali terjadi di bandara terbesar di Indonesia itu. Terputusnya aliran listrik PLN ke Terminal 2 tersebut disebabkan adanya kebakaran di daerah Kosambi, Tangerang. Yang terbaru, Minggu (16/12), pasokan listrik Bandara Soekarno Hatta kembali terganggu. Akibatnya, sistem radar dan kelistrikan navigasi penerbangan di bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II itu kembali mati.

Kejadian mati lampu juga dialami di pintu masuk utama wisatawan asing ke Indonesia. Gangguan kelistrikan terjadi di bandara Ngurah Rai Bali, pada akhir November lalu. Akibatnya, sejumlah layanan bandara internasional itu terganggu.

Bandara Husein Sastranegara punya cerita lain. Bandara yang terletak di Bandung itu sudah tidak mampu melayani secara maksimal. Sebab, fasilitas yang ada sudah memasuki level over kapasitas. Bandara yang hanya bisa menampung 1 juta penumpang per tahun itu dinilai perlu peningkatan fasilitas.(mdk/rin)

3. Jembatan

Pertengahan Februari lalu, jembatan kayu yang membentang di atas sungai Cihideung, Ciampea, Bogor, Jawa Barat, tiba-tiba ambruk saat belasan orang sedang melintas di atasnya. Saat kejadian tersebut, sungai Cihideung memang sedang meluap akibat hujan deras di kawasan puncak Bogor. Jembatan kayu sendiri diduga sudah rapuh sehingga gampang amruk.

Pada pertengahan tahun, tepatnya bulan Juni lalu, sebuah kapal tanker APC Aussie 1 menabrak jembatan enam yang menghubungkan Pulau Galang Kecil dengan Pulau Galang. Jembatan enam merupakan rangkaian dari enam jembatan yang menghubungkan Pulau Batam dan pulau-pulau kecil.

Jembatan Enam sebenarnya bernama Jembatan Raja Kecil. Namun, masyarakat lebih mengenal dengan nama jembatan enam, sesuai urutan rangkaian jembatan. Jembatan terakhir itu memiliki panjang lebar tinggi 180 x 45 x 9,5 meter. Mantan Presiden BJ Habibie adalah perancang jembatan tersebut.

Pada September lalu, jembatan gantung Lewi Dahu di Kali Cikondang di Desa Cibaregbeg, Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jabar ambruk. Ketika ambruk, tujuh siswa SD jatuh ke sungai.

Cerita mengenai robohnya jembatan terus berlanjut. Akhir November lalu, dua sisi pylon atau tiang penyangga Jembatan Kartanegara, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ambruk ke Sungai Mahakam.

Akibat kejadian tersebut, alur Sungai Mahakam otomatis tidak bisa dilewati kapal atau perahu karena ada kabel atau kawat utama jembatan yang diperkirakan jatuh membentang di Sungai Mahakam.

Di penghujung tahun, atau bulan ini, setidaknya sudah ada dua kejadian jembatan yang ambruk. Jembatan penyeberangan di atas Sungai Malili di Dusun Patanda, Desa Wewangriu, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan putus. Akibat kejadian tersebut puluhan orang tercebur ke sungai Malili.

Kejadian lain, jembatan yang menghubungkan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan Kecamatan Bayah, Kabupaten Pandeglang, Banten terputus. Jembatan tersebut putus akibat diterjang arus Sungai Cikahuripan.

Rangkuman kejadian-kejadian tersebut menggambarkan kualitas jembatan di dalam negeri. Bahkan, kondisi jembatan yang cukup memprihatinkan juga menjadi sorotan dunia. Beberapa media asing sempat menulis tentang jembatan indiana jones di Lebak, Banten. Kondisi jembatan gantung tersebut menarik perhatian media asing lantaran anak kecil harus bertaruh nyawa menyeberangi jembatan tersebut.(mdk/rin)

4. Pelabuhan

Salah satu catatan laporan World Economic Forum adalah kondisi infrastruktur pelabuhan dalam negeri. Padahal, sebagai negara maritim, pelabuhan adalah salah satu urat nadi yang mutlak terjaga kualitasnya.

Dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, pergerakan arus barang dan jasa melalui laut termasuk pilihan yang cukup efektif. Di dunia internasional, 90 persen arus barang mengandalkan peran dan jasa angkutan laut. Bahkan untuk arus barang dari dan keluar Indonesia, hampir 100 persen melalui laut.

Tidak heran jika pengusaha di Indonesia selalu berteriak manakala terjadi kemacetan dan penumpukan kendaraan di pelabuhan. Kemacetan panjang hampir selalu terjadi di Pelabuhan Merak. Penumpukan kendaraan ternyata ada hubungannya dengan pungutan liar. Pemerintah mengakui jika ada berbagai kendala dalam pelayanan penyeberangan di Selat Sunda yang menghubungkan Jawa dan Sumatera. Salah satunya banyaknya pungutan liar dan kurangnya kapal membuat antrean kendaraan terutama truk, semakin panjang.

Menteri Perhubungan E.E Mangindaan mengakui manajemen dalam pengangkutan tidak tertata dengan baik. Hal ini terbukti dari kapal yang beroperasi. Kapal yang berada di Bakaheuni tidak mau balik kembali ke Merak untuk mengangkut muatan.

Selain itu, adanya pungutan liar yang dimanfaatkan sejumlah pegawai dalam antrean penyeberangan pulau Jawa - Sumatera.

Sebagai negara Maritim, pengembangan pelabuhan nasional masih sangat minim. Misalnya, pengembangan pelabuhan Tanjung Priok, sampai saat ini belum ada kejelasan terkait lahan setelah adanya bentrok dengan warga soal makam Mbah Priok.

Hal sama juga terjadi di pelabuhan Merak, Banten, yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera, yang selalu mengalami kendala dalam pelayaran bahkan dalam beberapa hari ini terus mengalami kendala dalam angkutan barang. Pemerintah hanya mengatakan baru bisa mengkaji pengembangan pelabuhan tersebut.

Pemerintah mengaku hanya bisa melakukan diversifikasi penggunaan pelabuhan untuk mengurai kepadatan penggunaan Pelabuhan Merak yang selama ini menjadi satu-satunya akses penyeberangan menuju Sumatera.(mdk/rin)

5. Infrastruktur kereta api

Kereta api termasuk salah satu sarana transportasi massal yang cukup efektif. Peran kereta api hanya bisa dilakukan dengan maksimal jika didukung sarana dan prasarana yang memadai. Mulai dari rel kereta hingga ketersediaan sinyal kereta. Infrastruktur kereta api masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan PT KAI selaku otoritas pengelola transportasi ini.

Kondisi infrastruktur kereta masih butuh pembenahan. Pada November lalu, musibah longsor terjadi pada jalur KRL lintas Bojong Gede-Cilebut dengan berkedalaman sekitar 35 meter dan memiliki panjang sekitar 200 meter.

Akibat longsor tersebut jalur rel kereta api menggantung sepanjang 75 meter, sehingga rel tidak dapat dilalui kereta. Tiga tiang beton Listrik Aliran Atas (LAA) juga ikut terseret longsor.

Masalah lain terkait infrastruktur adalah sinyal kereta yang masih buruk. Masyarakat pengguna jasa kereta api telah akrab dengan persoalan terlambatnya jadwal kereta. Ternyata, faktor keterlambatan jadwal kereta api tidak terlepas dari persoalan sinyal PT KAI yang sering mengalami gangguan.

Setelah disentil oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengenai persoalan sinyal kereta, Kementerian Perhubungan juga meminta PT KAI menyikapi persoalan gangguan sinyal secara serius untuk meminimalisir keterlambatan dan kacaunya jadwal operasional kereta.(mdk/rin)

Merdeka

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More