PT LEN sudah berkontribusi membangun bangsa, 30 tahun lamanya. Awalnya, perusahaan yang mulai dirintis tahun 1965 ini, bernama Lembaga Elektronik Nasional (LEN). Lalu bertransformasi menjadi sebuah BUMN pada 1991.
LEN banyak berkontribusi pada elektronika untuk pertahanan, baik darat, laut, maupun udara. Beberapa produk andalan PT LEN, misalnya, radar, Taktikal Radio, dan Combat Management System (CMS) pada kapal perang.
Indonesia sendiri, memiliki KRI 359 Usman Harun yang sudah berusia lebih dari 15 tahun. Tapi, masih dalam kondisi sangat baik. Walaupun begitu, combat system-nya sudah usang dan harus di-upgrade agar dapat meningkatkan kemampuan operasinya.
Combat system adalah brainware dari sebuah kapal perang. Keselarasan fungsi dan kendali antara sistem sensor dan sistem senjata di kapal perang merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan operasi di kapal perang. Peran sentral inilah yang diemban oleh sebuah combat system.
Untuk itulah, Kementerian Pertahanan RI dalam melakukan modernisasi KRI Usman Harun (359) Multi Role Light Fregat (MRLF) Bung Tomo Class mempercayakan kepada PT Len Industri (Persero) berkerjasama dengan Thales. Penandatanganan kontrak sendiri antara Len Industri dan Thales dilakukan pada 10 Maret 2020 lalu.
Menurut Direktur Bisnis dan Kerjasama Len, Wahyu Sofiadi, dalam ruang lingkup modernisasi MLM (Mid Life Modernization), Len dan Thales akan memasang Combat Management System, radar pengawasan udara dan permukaan, radar kendali, dan sistem kontrol penembakan elektro-optik (eo), hingga tactical multi-purpose R-ESM system.
LEN Tactical Data Link
"Len memiliki tujuan untuk selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keunggulan TNI dalam menjaga kedaulatan Negara. Program kerjasama modernisasi ini akan memberikan kontribusi besar pada kemandirian industri pertahanan Indonesia," ujar Wahyu, Senin (29/11).
Menurut Wahyu, tanpa harus membangun kapal perang dari awal, setelah proses modernisasi tersebut kecanggihan KRI Usman-Harun akan selevel dengan kapal Frigat kelas Martadinata yang baru. Sehingga dapat memperpanjang usia beroperasinya kapal perang serta meningkatkan kemampuan TNI AL dengan biaya lebih efektif.
"Dalam pekerjaan ini Len sebagai main contractor-nya. Karena pengalaman Len sebagai mission system integration lebih cocok ketimbang Thales atau principal lain yang fokus hanya sebagai sub-system integrator (combat system, navigation system, communication system),” paparnya.
Menurutnya, Len sebagai industri dalam negeri akan menjadi owner atas semua detail teknis KRI Usman Harun setelah modernisasi. Hal ini akan memudahkan jika kedepannya, dilakukan pembaruan teknologi, dalam arti Len bisa melakukan integrasi teknologi baru tanpa harus melakukan kontrak dengan principal lain. Hal ini akan memberikan efisiensi waktu dan biaya untuk TNI AL.
“Len juga akan memasang produknya sendiri, yaitu Tactical Data Link, dan Integrated Communicatin System serta melibatkan perusahaan lokal galangan kapal dan perbaikan meriam,” katanya.
Hingga akhir tahun 2021 ini, kata dia, diharapkan dapat menyelesaikan semua pekerjaan engineeringnya yang meliputi desain moderenisasi combat system, sistem navigasi, sistem komunikasi dan desain modernisasi platform kapal.
“Kegiatan di kapalnya sendiri KRI Usman Harus baru akan dimulai di tahun depan," katanya.
Kapal perang ini pertama kali diluncurkan pada Juni 2001 yang dibangun BAE Systems Marine untuk Angkatan Laut Brunei Darussalam dengan nama KDB Bendahara Sakam. Akan tetap, kapal ini ditolak oleh pelanggan karena masalah sengketa kontrak.
Akhirnya, November 2012, KDB Bendahara Sakam dibeli oleh TNI Angkatan Laut dan namanya diganti menjadi KRI Usman Harun. Kapal kemudian didatangkan ke Indonesia pada pertengahan bulan September 2014.
KRI Usman Harun memiliki panjang 95 meter, lebar 12,7 meter, dengan berat 2.300 ton dan kemampuan mesin 4 x MAN 20 RK270 Diesel, serta memiliki kecepatan 30 knot.
⚓️ Republika