Kurangi Polusi Udara
Serba-serbi polusi udara Jakarta dan sekitarnya (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) ★
Pemerintah menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menanggulangi masalah polusi udara di Jabodetabek. Simak penjelasan pakar soal tekniknya berikut.
Dalam keterangan di laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ini merupakan kali pertama pemerintah menerapkan TMC untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Kegiatan TMC untuk mengurangi polutan sudah pernah dilakukan beberapa negara, yaitu China, Korea Selatan, Thailand, dan India.
Sementara, di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Lalu, apa sebetulnya TMC dan bagaimana cara kerjanya untuk bisa mengurangi polusi udara?
Plt Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan TMC pada dasarnya merupakan upaya pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan potensi pembentukan awan konvektif pembentuk hujan.
Curah hujan sebagai media untuk proses 'pencucian atmosfer' alami dapat berfungsi sebagai peluruh polutan udara dan dapat meningkatkan kualitas udara.
Menurutnya, pelaksanaan TMC sangat bergantung pada kondisi atmosfer seperti kondisi temperatur dan kelembapan udara, potensi pertumbuhan awan konvektif, serta arah dan kecepatan angin.
"Hasil analisis BMKG saat ini menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan awan konvektif di Pulau Jawa dan sekitarnya sangat kecil, sehingga pelaksanaan TMC untuk dapat secara efektif mengatasi masalah polusi udara sulit dilakukan," kata Ardhasena saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (21/8).
Ardhasena menambahkan TMC juga dapat dianggap sebagai solusi jangka pendek untuk meningkatkan kualitas udara.
Untuk antisipasi jangka panjang dengan efek berkelanjutan, pihaknya menilai perlu ada aksi mitigasi dan adaptasi secara kolektif dengan langkah-langkah yang sudah disampaikan sebelumnya.
Bukan hal baru
TMC sebetulnya bukan barang baru bagi Indonesia. Sejak 1977, proyek yang dulu lebih dikenal dengan istilah hujan buatan itu sudah dimulai.
Ide itu muncul ketika Presiden Soeharto melihat pertanian di negara Thailand cukup maju. Setelah diamati, majunya pertanian Thailand disababkan karena supply kebutuhan air pertanian dibantu oleh modifikasi cuaca.
"Berawal dari itu, Presiden Soeharto mengutus Pak Habibie untuk mempelajari TMC ini, kemudian tahun 77 dimulai proyek percobaan hujan buatan yang waktu itu masih didampingi asistensi dari Thailand," kata Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN Budi Harsoyo, mengutip laman resmi BRIN.
"Jadi memang awalnya dulu TMC ini dipelajari di Thailand dan diaplikasikan di Indonesia, fokusnya untuk mendukung sektor pertanian dengan cara mengisi waduk-waduk strategis baik untuk kebutuhan PLTA atau irigasi," lanjutnya.
Dalam satu dekade terakhir, pengaplikasian TMC berkembang untuk memitigasi bencana. Menurut dia saat ini TMC paling banyak dan rutin digunakan untuk kebutuhan kebakaran hutan dan lahan.
Tren permintaan TMC kemudian meluas sesuai kebutuhan, seperti penanggulangan kebakaran hutan dan pembahasan lahan gambut, penanggulangan banjir dan pengurangan curah hujan ekstrem, hingga pengamanan infrastruktur dan acara besar kenegaraan.
Pertama kali, operasi TMC yang bertujuan untuk mengurangi curah hujan diaplikasikan untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan SEA GAMES XXVI Palembang 2021, penanggulangan banjir Jakarta tahun 2013, 2014, dan 2020, MotoGP Mandalika 2022, hingga yang terakhir KTT G20 2022.
Bagaimana cara kerja TMC?
Operasi TMC pada dasarnya digunakan untuk mem-premature-kan kejadian hujan yang seharusnya secara alami turun di daerah target, potensi awan hujan dijatuhkan di luar target, sehingga dapat mengurangi intensitas hujan di daerah target. Hal itu dilakukan dengan memicu potensi awan hujan yang ada di atmosfer dengan menebar garam ke dalam awan hujan, sehingga bisa turun jatuh menjadi hujan di tempat tertentu yang diinginkan sesuai kebutuhan dan tujuan.
Menurut Harsoyo yang patut dipahami dari TMC adalah, meski dikenal sebagai hujan buatan, teknologi ini tak bisa membuat hujan.
"Kalau kami diminta melakukan operasi TMC untuk mengisi waduk pada saat musim kemarau yang dalam kondisi kering dan tidak ada potensi awan, kami tidak bisa melakukan apa-apa, ini yang kita sampaikan terutama kepada stakeholder," jelasnya.
Harsoyo menambahkan menjatuhkan atau mengguyur hujan memang cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, TMC dapat dilakukan dengan menargetkan "mengganggu" stabilitas atmosfer.
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang.
Hal itu terjadi karena tidak ada perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi. (tim/dmi)
Serba-serbi polusi udara Jakarta dan sekitarnya (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) ★
Pemerintah menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menanggulangi masalah polusi udara di Jabodetabek. Simak penjelasan pakar soal tekniknya berikut.
Dalam keterangan di laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ini merupakan kali pertama pemerintah menerapkan TMC untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Kegiatan TMC untuk mengurangi polutan sudah pernah dilakukan beberapa negara, yaitu China, Korea Selatan, Thailand, dan India.
Sementara, di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Lalu, apa sebetulnya TMC dan bagaimana cara kerjanya untuk bisa mengurangi polusi udara?
Plt Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan TMC pada dasarnya merupakan upaya pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan potensi pembentukan awan konvektif pembentuk hujan.
Curah hujan sebagai media untuk proses 'pencucian atmosfer' alami dapat berfungsi sebagai peluruh polutan udara dan dapat meningkatkan kualitas udara.
Menurutnya, pelaksanaan TMC sangat bergantung pada kondisi atmosfer seperti kondisi temperatur dan kelembapan udara, potensi pertumbuhan awan konvektif, serta arah dan kecepatan angin.
"Hasil analisis BMKG saat ini menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan awan konvektif di Pulau Jawa dan sekitarnya sangat kecil, sehingga pelaksanaan TMC untuk dapat secara efektif mengatasi masalah polusi udara sulit dilakukan," kata Ardhasena saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (21/8).
Ardhasena menambahkan TMC juga dapat dianggap sebagai solusi jangka pendek untuk meningkatkan kualitas udara.
Untuk antisipasi jangka panjang dengan efek berkelanjutan, pihaknya menilai perlu ada aksi mitigasi dan adaptasi secara kolektif dengan langkah-langkah yang sudah disampaikan sebelumnya.
Bukan hal baru
TMC sebetulnya bukan barang baru bagi Indonesia. Sejak 1977, proyek yang dulu lebih dikenal dengan istilah hujan buatan itu sudah dimulai.
Ide itu muncul ketika Presiden Soeharto melihat pertanian di negara Thailand cukup maju. Setelah diamati, majunya pertanian Thailand disababkan karena supply kebutuhan air pertanian dibantu oleh modifikasi cuaca.
"Berawal dari itu, Presiden Soeharto mengutus Pak Habibie untuk mempelajari TMC ini, kemudian tahun 77 dimulai proyek percobaan hujan buatan yang waktu itu masih didampingi asistensi dari Thailand," kata Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN Budi Harsoyo, mengutip laman resmi BRIN.
"Jadi memang awalnya dulu TMC ini dipelajari di Thailand dan diaplikasikan di Indonesia, fokusnya untuk mendukung sektor pertanian dengan cara mengisi waduk-waduk strategis baik untuk kebutuhan PLTA atau irigasi," lanjutnya.
Dalam satu dekade terakhir, pengaplikasian TMC berkembang untuk memitigasi bencana. Menurut dia saat ini TMC paling banyak dan rutin digunakan untuk kebutuhan kebakaran hutan dan lahan.
Tren permintaan TMC kemudian meluas sesuai kebutuhan, seperti penanggulangan kebakaran hutan dan pembahasan lahan gambut, penanggulangan banjir dan pengurangan curah hujan ekstrem, hingga pengamanan infrastruktur dan acara besar kenegaraan.
Pertama kali, operasi TMC yang bertujuan untuk mengurangi curah hujan diaplikasikan untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan SEA GAMES XXVI Palembang 2021, penanggulangan banjir Jakarta tahun 2013, 2014, dan 2020, MotoGP Mandalika 2022, hingga yang terakhir KTT G20 2022.
Bagaimana cara kerja TMC?
Operasi TMC pada dasarnya digunakan untuk mem-premature-kan kejadian hujan yang seharusnya secara alami turun di daerah target, potensi awan hujan dijatuhkan di luar target, sehingga dapat mengurangi intensitas hujan di daerah target. Hal itu dilakukan dengan memicu potensi awan hujan yang ada di atmosfer dengan menebar garam ke dalam awan hujan, sehingga bisa turun jatuh menjadi hujan di tempat tertentu yang diinginkan sesuai kebutuhan dan tujuan.
Menurut Harsoyo yang patut dipahami dari TMC adalah, meski dikenal sebagai hujan buatan, teknologi ini tak bisa membuat hujan.
"Kalau kami diminta melakukan operasi TMC untuk mengisi waduk pada saat musim kemarau yang dalam kondisi kering dan tidak ada potensi awan, kami tidak bisa melakukan apa-apa, ini yang kita sampaikan terutama kepada stakeholder," jelasnya.
Harsoyo menambahkan menjatuhkan atau mengguyur hujan memang cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, TMC dapat dilakukan dengan menargetkan "mengganggu" stabilitas atmosfer.
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang.
Hal itu terjadi karena tidak ada perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi. (tim/dmi)
★ CNN
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.