Opini Alman Helvas
Assembling jet tempur Rafale (Dassault) ★
Dari alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$ 34,4 miliar untuk Kementerian Pertahanan, hingga paruh pertama 2023 Menteri Keuangan sudah menyetujui sekitar US$ 25 miliar untuk dibelanjakan dalam bentuk kontrak akuisisi.
Dalam setiap kontrak pembelian sistem senjata, Indonesia mewajibkan Original Equipment Manufacturer (OEM) untuk melakukan transfer teknologi kepada firma pertahanan Indonesia.
Namun apakah suatu program transfer teknologi berhasil atau tidak baru dapat dilihat dalam beberapa tahun lagi ketika industri pertahanan Indonesia mengembangkan produk sendiri. Sorotan lain terhadap program transfer teknologi adalah tidak jelasnya data berapa banyak pasar tenaga kerja domestik yang diciptakan dari hasil belanja sistem senjata melalui skema PLN.
Belanja pertahanan yang dibiayai oleh PLN pada Minimum Essential Force (MEF) tahap ketiga memang fantastik. Selain dibelanjakan untuk membeli sistem senjata maju seperti Rafale, A400M dan radar pertahanan udara GM400 Alpha, utang luar negeri dipakai pula guna mengimpor pesawat tempur bekas Mirage 2000-5.
Walaupun Menteri Keuangan telah menerbitkan persetujuan anggaran sekitar US$ 25 miliar, akan tetapi masih terdapat sejumlah kontrak yang belum ditandatangani, seperti rencana akuisisi kapal selam senilai US$ 2,1 miliar yang menghadapkan Naval Group versus TKMS. Begitu pula dengan rencana pengadaan pesawat Airborne Early Warning (AEW) yang bernilai US$ 800 juta.
Pembuatan fregat FREMM (Marina Militare) ★
Mengingat besarnya alokasi PLN yang disediakan dan juga besarnya nilai persetujuan utang yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan, merupakan tantangan bagi Kementerian Pertahanan untuk mampu menyerap utang tersebut. Nilai penyerapan utang selalu menjadi tantangan bagi Kementerian Pertahanan, di mana utang yang telah disetujui harus mampu diwujudkan dalam bentuk kontrak pengadaan.
Selain kontrak pengadaan, Kementerian Pertahanan juga harus memastikan ketersediaan dana Rupiah Murni Pendamping dalam APBN agar kontrak dapat memasuki status efektif. Pada sisi lain, suatu kontrak dapat memasuki status efektif apabila Kementerian Keuangan dapat memastikan ketersediaan lender yang akan memberikan utang melalui penandatanganan loan agreement.
Di samping itu, Kementerian Pertahanan juga mempunyai agenda untuk menyusun perencanaan strategis pertahanan pasca MEF, termasuk postur pertahanan. Dalam jangka pendek, pada tingkat minimal kementerian tersebut sudah harus menyusun postur pertahanan periode 2025-2029.
Menyangkut nama program pembangunan kekuatan pasca 2024 akan ditentukan oleh pemerintahan baru hasil pemilu 2024, namun setidaknya rancangan postur pertahanan yang disusun oleh Kementerian Pertahanan saat ini dapat menjadi acuan awal bagi pemerintahan baru. Pemerintahan baru bisa melakukan revisi terhadap rancangan postur yang disiapkan, sebab rencana itu harus selaras dengan kebijakan pertahanan yang dianut oleh pemerintahan baru.
Pembuatan kapal selam Scorpene (Defesa Aerea Naval) ★
Terkait dengan perencanaan strategis pertahanan pasca 2024, hendaknya terdapat change and continuity dalam aspek postur pertahanan sebab postur pertahanan pasca 2024 harus berangkat dari postur yang tersedia saat ini. Salah satu komponen postur adalah struktur kekuatan yang mengulas tentang order of battle, seperti jumlah pesawat tempur, pesawat angkut, kapal kombatan permukaan dan model dari tiap jenis sistem senjata tersebut.
Struktur kekuatan yang dihasilkan oleh MEF perlu ditinjau ulang, seperti penggantian sistem senjata yang telah berumur, akan tetapi di sisi lain pemerintahan baru wajib mempertahankan kesiapan operasional sistem senjata yang diakuisisi di era MEF. Penting untuk dicatat selama pelaksanaan MEF di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo, secara total pemerintah mengalokasikan Pinjaman Luar Negeri (PLN) sekitar US$ 50 miliar untuk pengadaan beragam sistem senjata.
Guna mencapai struktur kekuatan yang akan ditetapkan oleh pemerintahan baru, kegiatan pengadaan sistem senjata adalah sebuah keniscayaan. Dapat dipastikan bahwa PLN tetap menjadi andalan utama untuk akuisisi sistem senjata yang digolongkan sebagai major weapon systems seperti kapal kombatan, pesawat tempur dan lain sebagainya.
Untuk pengadaan baru tersebut, hendaknya terdapat continuity bagi program tertentu seperti kapal kombatan permukaan. Kebijakan pemerintah saat ini yang telah dan akan membeli kapal fregat berkemampuan ocean going seperti Arrowhead 140 dan FREMM hendaknya dilanjutkan oleh pemerintahan baru agar kekuatan TNI Angkatan Laut pada dekade 2030 ke atas memiliki kemampuan proyeksi kekuatan.
Begitu pula dengan pengadaan kapal selam di masa depan di mana Indonesia tetap membutuhkan kapal selam dengan kemampuan ocean going. Rencana pembelian kapal selam dengan kemampuan ocean going saat ini di mana Naval Group dan TKMS berkompetisi perlu dilanjutkan dalam postur pertahanan ke depan.
Pembuatan radar GM400 (Thales) ★
Perkembangan teknologi kapal selam di masa depan pun perlu dipertimbangkan, seperti apakah teknologi baterai lithium-ion atau kombinasi AIP dan baterai lithium-ion yang akan menjadi acuan Indonesia. Program pengadaan kapal selam saat ini menghadapkan teknologi baterai lithium-ion yang ditawarkan oleh Naval Group versus AIP yang disodorkan oleh TKMS.
Perencanaan strategis pasca 2024 sebaiknya tidak melupakan pula peran industri pertahanan domestik. Terdapat harapan agar industri pertahanan lokal dapat berkontribusi lebih besar pasca 2024, khususnya pada pembangunan kapal kombatan permukaan dan kapal selam yang tergolong complex naval vessel berdasarkan pengalaman pada MEF tahap kedua dan ketiga.
Harapan demikian dapat terwujud apabila beberapa faktor terpenuhi oleh industri perkapalan dalam negeri, seperti memperbaiki kondisi internal mereka di bidang rekayasa, sumberdaya manusia, kapasitas produksi dan keuangan. Begitu pula tentang alih teknologi pembangunan kapal fregat dan kapal selam di dalam negeri yang dijanjikan oleh Original Equipment Manufacturer asing.
Karena karakteristik kapal perang seperti fregat dan kapal selam berbeda dengan pesawat tempur, permintaan Indonesia kepada OEM agar kapal perang mereka diproduksi di Indonesia akan lebih mudah disetujui oleh pabrikan. Pertanyaannya adalah apakah galangan domestik siap menangkap peluang bisnis pada program pengadaan pasca 2024 dengan memanfaatkan pengalaman yang didapat dari MEF 2010-2024?
Terdapat benang merah yang jelas antara perencanaan strategis pertahanan dengan peran industri pertahanan nasional, di mana benang merah tersebut harus dipandang sebagai peluang oleh industri pertahanan dalam negeri.
Assembling jet tempur Rafale (Dassault) ★
Dari alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$ 34,4 miliar untuk Kementerian Pertahanan, hingga paruh pertama 2023 Menteri Keuangan sudah menyetujui sekitar US$ 25 miliar untuk dibelanjakan dalam bentuk kontrak akuisisi.
Dalam setiap kontrak pembelian sistem senjata, Indonesia mewajibkan Original Equipment Manufacturer (OEM) untuk melakukan transfer teknologi kepada firma pertahanan Indonesia.
Namun apakah suatu program transfer teknologi berhasil atau tidak baru dapat dilihat dalam beberapa tahun lagi ketika industri pertahanan Indonesia mengembangkan produk sendiri. Sorotan lain terhadap program transfer teknologi adalah tidak jelasnya data berapa banyak pasar tenaga kerja domestik yang diciptakan dari hasil belanja sistem senjata melalui skema PLN.
Belanja pertahanan yang dibiayai oleh PLN pada Minimum Essential Force (MEF) tahap ketiga memang fantastik. Selain dibelanjakan untuk membeli sistem senjata maju seperti Rafale, A400M dan radar pertahanan udara GM400 Alpha, utang luar negeri dipakai pula guna mengimpor pesawat tempur bekas Mirage 2000-5.
Walaupun Menteri Keuangan telah menerbitkan persetujuan anggaran sekitar US$ 25 miliar, akan tetapi masih terdapat sejumlah kontrak yang belum ditandatangani, seperti rencana akuisisi kapal selam senilai US$ 2,1 miliar yang menghadapkan Naval Group versus TKMS. Begitu pula dengan rencana pengadaan pesawat Airborne Early Warning (AEW) yang bernilai US$ 800 juta.
Pembuatan fregat FREMM (Marina Militare) ★
Mengingat besarnya alokasi PLN yang disediakan dan juga besarnya nilai persetujuan utang yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan, merupakan tantangan bagi Kementerian Pertahanan untuk mampu menyerap utang tersebut. Nilai penyerapan utang selalu menjadi tantangan bagi Kementerian Pertahanan, di mana utang yang telah disetujui harus mampu diwujudkan dalam bentuk kontrak pengadaan.
Selain kontrak pengadaan, Kementerian Pertahanan juga harus memastikan ketersediaan dana Rupiah Murni Pendamping dalam APBN agar kontrak dapat memasuki status efektif. Pada sisi lain, suatu kontrak dapat memasuki status efektif apabila Kementerian Keuangan dapat memastikan ketersediaan lender yang akan memberikan utang melalui penandatanganan loan agreement.
Di samping itu, Kementerian Pertahanan juga mempunyai agenda untuk menyusun perencanaan strategis pertahanan pasca MEF, termasuk postur pertahanan. Dalam jangka pendek, pada tingkat minimal kementerian tersebut sudah harus menyusun postur pertahanan periode 2025-2029.
Menyangkut nama program pembangunan kekuatan pasca 2024 akan ditentukan oleh pemerintahan baru hasil pemilu 2024, namun setidaknya rancangan postur pertahanan yang disusun oleh Kementerian Pertahanan saat ini dapat menjadi acuan awal bagi pemerintahan baru. Pemerintahan baru bisa melakukan revisi terhadap rancangan postur yang disiapkan, sebab rencana itu harus selaras dengan kebijakan pertahanan yang dianut oleh pemerintahan baru.
Pembuatan kapal selam Scorpene (Defesa Aerea Naval) ★
Terkait dengan perencanaan strategis pertahanan pasca 2024, hendaknya terdapat change and continuity dalam aspek postur pertahanan sebab postur pertahanan pasca 2024 harus berangkat dari postur yang tersedia saat ini. Salah satu komponen postur adalah struktur kekuatan yang mengulas tentang order of battle, seperti jumlah pesawat tempur, pesawat angkut, kapal kombatan permukaan dan model dari tiap jenis sistem senjata tersebut.
Struktur kekuatan yang dihasilkan oleh MEF perlu ditinjau ulang, seperti penggantian sistem senjata yang telah berumur, akan tetapi di sisi lain pemerintahan baru wajib mempertahankan kesiapan operasional sistem senjata yang diakuisisi di era MEF. Penting untuk dicatat selama pelaksanaan MEF di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo, secara total pemerintah mengalokasikan Pinjaman Luar Negeri (PLN) sekitar US$ 50 miliar untuk pengadaan beragam sistem senjata.
Guna mencapai struktur kekuatan yang akan ditetapkan oleh pemerintahan baru, kegiatan pengadaan sistem senjata adalah sebuah keniscayaan. Dapat dipastikan bahwa PLN tetap menjadi andalan utama untuk akuisisi sistem senjata yang digolongkan sebagai major weapon systems seperti kapal kombatan, pesawat tempur dan lain sebagainya.
Untuk pengadaan baru tersebut, hendaknya terdapat continuity bagi program tertentu seperti kapal kombatan permukaan. Kebijakan pemerintah saat ini yang telah dan akan membeli kapal fregat berkemampuan ocean going seperti Arrowhead 140 dan FREMM hendaknya dilanjutkan oleh pemerintahan baru agar kekuatan TNI Angkatan Laut pada dekade 2030 ke atas memiliki kemampuan proyeksi kekuatan.
Begitu pula dengan pengadaan kapal selam di masa depan di mana Indonesia tetap membutuhkan kapal selam dengan kemampuan ocean going. Rencana pembelian kapal selam dengan kemampuan ocean going saat ini di mana Naval Group dan TKMS berkompetisi perlu dilanjutkan dalam postur pertahanan ke depan.
Pembuatan radar GM400 (Thales) ★
Perkembangan teknologi kapal selam di masa depan pun perlu dipertimbangkan, seperti apakah teknologi baterai lithium-ion atau kombinasi AIP dan baterai lithium-ion yang akan menjadi acuan Indonesia. Program pengadaan kapal selam saat ini menghadapkan teknologi baterai lithium-ion yang ditawarkan oleh Naval Group versus AIP yang disodorkan oleh TKMS.
Perencanaan strategis pasca 2024 sebaiknya tidak melupakan pula peran industri pertahanan domestik. Terdapat harapan agar industri pertahanan lokal dapat berkontribusi lebih besar pasca 2024, khususnya pada pembangunan kapal kombatan permukaan dan kapal selam yang tergolong complex naval vessel berdasarkan pengalaman pada MEF tahap kedua dan ketiga.
Harapan demikian dapat terwujud apabila beberapa faktor terpenuhi oleh industri perkapalan dalam negeri, seperti memperbaiki kondisi internal mereka di bidang rekayasa, sumberdaya manusia, kapasitas produksi dan keuangan. Begitu pula tentang alih teknologi pembangunan kapal fregat dan kapal selam di dalam negeri yang dijanjikan oleh Original Equipment Manufacturer asing.
Karena karakteristik kapal perang seperti fregat dan kapal selam berbeda dengan pesawat tempur, permintaan Indonesia kepada OEM agar kapal perang mereka diproduksi di Indonesia akan lebih mudah disetujui oleh pabrikan. Pertanyaannya adalah apakah galangan domestik siap menangkap peluang bisnis pada program pengadaan pasca 2024 dengan memanfaatkan pengalaman yang didapat dari MEF 2010-2024?
Terdapat benang merah yang jelas antara perencanaan strategis pertahanan dengan peran industri pertahanan nasional, di mana benang merah tersebut harus dipandang sebagai peluang oleh industri pertahanan dalam negeri.
★ CNBC
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.