Bendera WikiLeaks (Foto : AP)
Dalam
beberapa hari terakhir, media di Indonesia baik elektronik maupun media
arus utama ramai memberitakan berita internet yang di rilis oleh
WikiLeaks tentang sensor yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah
Australia lewat pengadilan tentang perintah pencegahan untuk mengungkap
kasus dugaan korupsi para tokoh dan pemimpin Asia.
Pada tanggal 19 Juni, perintah sensor Australia pada kasus ini
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Australia di Melbourne, Victoria untuk
"Mencegah kerusakan hubungan internasional Australia yang mungkin
disebabkan oleh publikasi dari bahan yang dapat merusak reputasi
individu tertentu yang bukan subyek dalam proses ini."
Sensor (larangan) luas juga secara khusus melarang publikasi termasuk
di berbagai media sosial bagi mereka yang tinggal di Australia. The Age
menulis bahwa "siapa pun yang tweet link ke laporan WikiLeaks, posting
di Facebook, dengan cara apapun secara online juga bisa menghadapi
tuduhan."
Menurut dokumen WikiLeaks tanggal 29 Juli 2014, ada kasus dugaan korupsi
multi juta dolar yang secara eksplisit melibatkan beberapa tokoh di
Indonesia, Malaysia dan Vietnam, termasuk kepala atau mantan pejabat
negara dan keuangan. Secara khusus disebutkan dalam perintah pengadilan,
Perdana Menteri Malaysia Najib Abdul Razak, mantan Perdana Menteri
Malaysia Mahathir Mohammad, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono,
mantan Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri, Presiden Vietnam
Truong Tan Sang, dan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung.
Kasus yang dimaksud adalah dugaan korupsi proyek pencetakan uang kertas
yang melibatkan dua perusahaan Australia. Dua perusahaan itu adalah
Reserve Bank of Australia (RBA) dan Note Printing Australia.
"Perintah super untuk memerintahkan keamanan nasional (Australia) untuk
mencegah pelaporan tentang kasus ini, oleh siapa saja. (Tujuannya) untuk
mencegah kerusakan hubungan internasional Australia,” tulis WikiLeaks,
Rabu (30/7/2014). "Konsep 'keamanan nasional' tidak dimaksudkan untuk
melayani sebagai frase selimut untuk menutupi tuduhan korupsi serius
yang melibatkan pejabat pemerintah, di Australia atau di tempat lain.
Hal ini demi kepentingan publik bagi pers untuk dapat melaporkan kasus
ini, yang menyangkut anak perusahaan bank sentral Australia.," demikian
ungkap pendiri WikiLeaks Julian Asange.
Whistle blower yang satu ini telah tinggal di kedutaan Ekuador di
London selama dua tahun terakhir untuk menghindari ekstradisi ke Swedia
atas tuduhan pelecehan seksual. Polisi London mengancam apabila dia
keluar kedutaan Ekuador itu akan langsung ditangkap.
Menanggapi pemberitaan soal isu WikiLeaks yang kini telah tersebar di
beberapa media baik Indonesia maupun negara-negara lain, Presiden SBY
mengatakan, merasa perlu mengklarifikasi informasi yang dikeluarkan oleh
WikiLeaks dan diberitakan ulang Sindonews. Dia menilai, informasi itu
telah mencemarkan nama baiknya dan Megawati.
"Karena yang jelas pemberitaan WikiLeaks dan Sindonews.com itu saya
nilai mencemarkan merugikan nama baik Ibu Megawati dan saya sendiri.
Juga menimbulkan spekulasi kecurigaan, bisa-bisa fitnah nanti terhadap
baik Ibu Mega maupun saya," kata SBY dalam jumpa pers di kediamannya,
Puri Cikeas, Bogor, Kamis (31/7/2014).
SBY juga meminta pemerintah Australia tak mengeluarkan kebijakan yang
justru menimbulkan kecurigaan publik. Dikatakannya, "Jangan justru
pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan dan statement yang kemudian
malah menimbulkan kecurigaan ataupun tuduhan terhadap pihak-pihak di
luar Australia, contohnya disebut mantan Presiden Megawati dan saya
sendiri, ataupun siapapun," tegasnya.
SBY mengaku mengikuti penegakan hukum di Australia soal dugaan korupsi
proyek pencetakan uang kertas yang melibatkan dua perusahaan di sana.
"Atas penjelasan yang telah disampaikan ke saya itu, proses penegakan
hukum yang sedang berlangsung di Australia, saya justru berharap, saya
meminta kepada pemerintah dan otoritas Australia untuk membuka seterang
mungkin penegakan hukum itu, jangan ditutup-tutupi," ucapnya.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara
menjelaskan, Indonesia pernah mencetak uang di Australia pada 1999,
menegaskan kebenaran pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
yang mengakui Indonesia pernah mencetak uang di Australia. "Fakta yang
disampaikan Pak SBY ya itu fakta memang, tahun 1999 ada pencetakan di
Australia," kata Mirza Adityaswara saat konperensi pers dengan SBY Kamis
(31/7/2014).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Mirza, "Masih ingat Y2K (Year 2 Kilo) enggak? Nah, itu dulu Y2K (Millenium Bug)
itu orang enggak tahu apa yang akan terjadi. Jadi ya dalam rangka
mengantisipasi lonjakan permintaan terhadap uang, kemudian Bank
Indonesia pada saat itu melakukan pencetakan di luar negeri," katanya.
Tetapi, dia enggan menjelaskan saat ditanya mengapa Australia dipilih
sebagai tempat untuk mencetak uang. Menurutnya, kewenangan pencetakan
uang itu ada pada BI. Hal demikian tidak perlu berkoordinasi dengan
pemerintah. "Karena memang tahun itu sebelum berlaku undang-undang mata
uang. Undang-undang mata uang berlaku 2011," ucapnya.
"Itu pencetakan uang memang berkoordinasi dengan pemerintah. Nah mulai
17 Agustus 2014, uang itu namanya uang NKRI, yang ada tanda tangan
Menkeu (Menteri Keuangan). Tapi kalau 1999 kita bicara kewenangan full
Bank Indonesia," ungkapnya.
Tjahjo Kumolo, politikus senior di partai Megawati, Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengatakan, "Satu hal yang perlu diingat
adalah bahwa Megawati bukanlah presiden Indonesia pada saat itu. Dia
tidak tahu apa-apa mengenai pencetakan uang kertas," katanya dalam
sebuah pernyataan.
Menanggapi kekesalan Presiden SBY dan Megawati, Pemerintah Australia,
melalui kedutaan besarnya di Jakarta, Indonesia, merilis sebuah
pernyataan pada hari Kamis (31/7/2014), yang menjelaskan bahwa Presiden
SBY dan Megawati bukanlah subjek dari proses Securency. Press release
berbunyi, "The [Australian] Government considers that the suppression
orders remain the best means for protecting the senior political
figures from the risk of unwarranted innuendo. This is a long-running,
complicated case which names a large number of individuals. The naming
of such figures in the orders does not imply wrongdoing on their part."
It added that the Australian government "takes the breach of the
suppression orders extremely seriously and we are referring it to the
police."
Di Indonesia, Securency dikabarkan menawarkan dua pejabat Bank Indonesia
uang pelicin sebesar $ 1,3 juta "komisi" masing-masing untuk
memenangkan kontrak. Pada tahun 1999 The Sydney Morning Herald
melaporkan bahwa Securency memenangkan kontrak senilai 50 juta untuk
mencetak uang pecahan kertas Rp 100. 000,- untuk Bank Indonesia tahun
itu.(Jakarta Post).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa KPK harus
mempersiapkan diri jika pemerintah Australia memberikan informasi
tentang kasus dugaan korupsi multinasional yang melibatkan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan pendahulunya, Megawati Soekarnoputri.
"Dugaan korupsi jutaan dolar di dalam pencetakan uang kertas Indonesia
menghancurkan hati saya. Namun, KPK hanya memiliki satu pilihan, dan itu
adalah untuk mempersiapkan diri jika pemerintah Australia memutuskan
untuk memberikan informasi," katanya kepada kompas.com, Jumat
(1/8/2014).
Menurut Bambang, pernyataan pemerintah Australia sebagai respons atas
pernyatan Presiden SBY cukup melegakan. "Namun, KPK tetap bertanya
dengan hati-hati, apakah ada pihak lain yang diduga terlibat," ujarnya.AnalisisKasus
atau skandal pencetakan uang di Australia ini sebenarnya merupakan
kasus lama yang terus diproses di pengadilan Australia. Tuduhan
penyuapan pertama kali muncul pada tahun 2009, yang mendorong Polisi
Federal Australia dan Malaysia Anti Corruption Comission (MACC) untuk
memulai penyelidikan secara terpisah.
Pada tahun 2010, MACC menahan tiga orang terkait dengan pencetakan
ringgit polimer Malaysia, menyusul laporan bahwa Securency telah
menawarkan suap kepada pejabat Malaysia. Ketiga orang, termasuk
pengusaha, didakwa telah menerima suap sebesar RM (ringgit Malaysia)
11.3 juta untuk mengamankan kontrak dari Bank Negara Malaysia dan
memastikan bahwa pemerintah memilih bahan polimer.
Mantan Perdana Menteri Tun Abdullah Ahmad Badawi tahun 2011 membantah
tuduhan bahwa kedua perusahaan Australia tersebut mencoba menyuapnya
untuk kontrak pencetakan mata uang Malaysia senilai RM100 juta selama
masa jabatannya. Upaya ini diyakini terkait dengan kesepakatan untuk
memasok uang jenis polimer yang mulai beredar pada 30 Juli 2014.
FCPA Profesor Australia menyebutkan, Menurut surat kabar The Age, dari
sejak akhir tahun 1990-an, Securency International Pty Ltd (Securency)
dan Note Printing Australia Pty Ltd (NPA), dua anak perusahaan Bank
Sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA) berusaha meyakinkan
berbagai pemerintah asing untuk menawarkan kontrak pencetakan uang
kertas plastik polimer unik yang ditawarkan oleh Securency. Sayangnya,
upaya itu tampaknya telah dikaitkan dengan tuduhan substantif suap dan
pembayaran ilegal dibuat untuk pejabat publik untuk mendapatkan kontrak
tersebut.
Pada tanggal 1 Juli 2011, jaksa Australia, Direktur Penuntut Umum
Commonwealth (CDPP) mulai pertama penuntutan kasus penyuapan luar
negeri Australia terhadap Securency, NPA dan berbagai eksekutifnya
Seperti diberitakan di media Australia, Securency dan NPA selama
bertahun-tahun, terlibat dalam penyuapan luas dan melakukan korupsi
pejabat publik asing di berbagai negara Asia dan lainnya untuk
mengamankan kontrak pencetakan uang kertas baik secara langsung atau
melalui perantara yang menerima komisi besar pembayaran dengan memberi
suap kepada pejabat publik asing. Tuduhan suap terhadap kegiatan
pemasaran di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Nepal dan negara-negara lain
yang tidak disebutkan.
Pada tanggal 1 Juli, Kepolisian Federal Australia memulai penuntutan
terhadap Securency International ("Securency"), Note Printing Australia
Ltd ("NPA") dan sejumlah eksekutif senior dari perusahaan-perusahaan
untuk pelanggaran pidana mengenai suap dari berbagai pejabat publik
asing sidang pengadilan Victoria pada 13 Agustus 2012 dan dijadwalkan
berjalan selama antara 2 sampai 3 bulan.
Pada tanggal 20 Agustus 2012, David Ellery mantan CFO Securency dijatuhi
hukuman oleh Mahkamah Agung Victoria 6 bulan penjara, seluruhnya
ditangguhkan selama 2 tahun anak perusahaan bank sentral Australia,
Reserve Bank of Australia, terlibat dalam perilaku yang berpotensi
ilegal untuk mengamankan kontrak pencetakan uang kertas polimer
menguntungkan.
Jadi apa yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir? Singkatnya,
kesadaran yang jauh lebih terfokus risiko bahwa korupsi asing membawa ke
perusahaan dan kewajiban individu dan dorongan legislatif untuk
meningkatkan kekuatan investigasi dan hukuman untuk mencegah perilaku
bandel.
Komandan Polisi Federal, Chris McDevitt dikutip oleh The Age yang
mengatakan bahwa kasus ini harus mengirim "pesan yang sangat jelas
kepada perusahaan Australia" tentang menghindari penyuapan luar negeri.
Securency dan NPA masing-masing telah didakwa dengan pelanggaran pidana.
Para pejabat yang dituntut adalah, CEO (Myles Curtis), CFO (Mitchell
Anderson) dan Eksekutif Penjualan (Ron Marchant) dari Securency bersama
dengan CEO (John Leckenby), CFO (Peter Hutchinson) dan Eksekutif
Penjualan (Barry Brady) dari NPA dan masing-masing telah didakwa dengan
pelanggaran penyuapan. Penyuapanan diduga terjadi antara tahun 1999 dan
2005 dan terlibat pembayaran sebesar hampir $ 10 juta. Pelaksanaan
kegiatan tersebut terjadi di Malaysia, Indonesia dan Vietnam mengenai
pembayaran uang kepada konsultan atau orang lain dicirikan sebagai
pejabat publik dalam keadaan yang mengakibatkan pemberian kontrak kepada
Securency dan NPA untuk mencetak uang kertas polimer mata uang
asing.(FCPA).
Secara khusus, di Malaysia, Securency dan NPA mendapatkan kontrak untuk
mencetak uang kertas polimer 5 ringgit melalui jasa broker senjata dan
Organisasi Nasional Melayu Amerika dan mantan asisten gubernur bank
sentral Melayu yang didakwa tersangkut penyuapan oleh otoritas Malaysia.
Di Indonesia, Securency dan NPA mendapatkan kontrak untuk mencetak 500
juta lembar rupiah uang kertas polimer Rp100.000 melalui jasa konsultan,
Radius Christanto yang menerima hampir US $ 4,9 juta sebagai komisi.
(FCPA).
Di Vietnam, Securency mendapatkan kontrak untuk mencetak semua mata uang
Vietnam pada uang kertas polimer, melalui jasa seorang agen lokal Anh
Ngoc Luong (dikatakan seorang kolonel, agen mata-mata Vietnam) dan
perusahaannya CFTD (direktur keluarga Partai Komunis). Di Nigeria,
penyelidikan sedang berlangsung mengenai hingga $ 20 juta, yang mungkin
telah dibayarkan kepada perantara untuk mengamankan kontrak. Penelitian
lebih lanjut sedang berlangsung di Eropa, Inggris dan di Amerika Serikat
yang melibatkan perilaku yang diidentifikasi dan berpotensi, melakukan
di negara lain (Robert Wyld, Johnson & Winter Slattery. Wyld, FCPA
Profesor, 4 Agustus 2011).
Menurut artikel di Sydney Morning Herald, "Cadangan Bank terguncang
setelah Polisi Federal dan badan-badan penegak hukum di luar negeri
diungkap, terkoordinasi mengungkap bukti korupsi dan suap yang
melibatkan perusahaan uang kertas Securency." Suap diduga telah terjadi
di beberapa negara, termasuk Vietnam, Nigeria, Malaysia dan Indonesia.
Bagi Australia, ada suatu hal yang sangat dijaga, yaitu keinginan besar
dalam menjaga citra sebagai negara bersih, demokratis dan anti korupsi.
Apabila ditinjau dari organisasi anti korupsi, dari nilai dan ranking
pemberantasan korupsi, Australia menurut lembaga Tranparency
International pada tahun 2013 menduduki ranking 9 dari 177 negara,
dengan nilai CPI (Corruption Perception Index 81). Pada Tahun 2012,
nilai CPI Australia 85, ini berarti Australia mulai tersentuh dengan
kasus korupsi, yang jelas diantaranya skandal pencetakan uang masa lalu
mulai berdampak. Kasus suap yang diadili merupakan pukulan besar bagi
Australia.
Skor index diukur dari 177 negara dan teritori pada skala dari 0 (sangat
korup) sampai 100 (sangat bersih). Terlihat CPI Australia turun 4 point
dalam satu tahun. Untuk Indonesia, nilai CPI adalah 32, ranking 114
dari 177 negara. Pada tahun 2012 skor CPI Indonesia tetap 32 (tidak maju
dan tidak mundur dalam satu tahun).
Nah, dari analisis tersebut diatas apa yang bisa disimpulkan?. Wikileaks menyampaikan menjumpai hambatan sebagai whistle blower
karena kasus suap uang kertas di sensor dengan ancaman pidana apabila
ada yang berani mengungkapkan di Australia. Bagi Australia, kasus suap
ternyata membawa dampak sangat kuat, hingga mampu mengguncang cadangan
bank sentralnya.
Ternyata dari penyelidikan Polisi Federal dan Jaksa Australia, sudah
sejak tahun 1999 Securency dan NPA melakukan aksi suap jutaan dolar di
luar negeri dalam bisnisnya. Suap tidak hanya terjadi di beberapa negara
yang disebutkan oleh Wikileaks, tetapi ternyata jauh lebih luas dan
bahkan menyentuh beberapa negara besar. Oleh karena itu agar masalah
tidak semakin membesar dalam era keterbukaan serta demi menjaga
stabilitasnya, terutama politik, pemerintah Australia memberlakukan
sensor berita melalui kekuatan pengadilan.
Sensor serupa pernah diberlakukan oleh pemerintah Australia pada Tahun
1995, dimana kasus melibatkan kerjasama intelijen antara Amerika Serikat
dengan Australia yang menyadap dan memata-matai Kedutaan Besar China di
Canbera. Australia khawatir apabila kasus penyadapan dibuka oleh media,
dampaknya akan sangat besar, yaitu berupa kemarahan China sebagai salah
satu negara besar dan kuat. Terbukti kini China merupakan ancaman bagi
AS dan Australia di kawasan Laut China Selatan. Dampaknya adalah
keamanan nasional terhadap Australia.
Jadi alasan keamanan nasional akan terganggu dengan kasus suap ada
benarnya juga bagi Australia, dampak sistemik suap dan korupsi akan
sangat berbahaya bagi negara itu yang sangat bangga sebagai negara
terbersih ke-sembilan dengan skor CPI 81. Apabila media membuka skandal
suap secara keseluruhan, maka dampaknya akan terasa bagi pemerintahnya.
Pemerintah sangat khawatir dengan dampak politis, citra di dalam dan di
luar negeri bisa rusak.
Oleh karena itu, kita sulit untuk meminta dan mengharap Australia akan
membuka kasus suap pencetakan uang kertas polimer itu. Kedutaan Besar
Australia di Jakarta telah memberikan pressrelease bahwa Presiden
SBY dan Ibu Mega bukanlah subyek dari proses Securency. Dari penjelasan
Deputy Bank Indonesia Mirza, juga jelas bahwa pencetakan uang pada
tahun 1999 masih kuasa penuh Direktur Bank Indonesia. Karena itu
semuanya menjadi jelas kini. Nama Presiden SBY dan Megawati hanya
dipakai Australia sebagai penguat alasan dengan mengatas namakan
keamanan nasionalnya dalam menjaga hubungan internasionalnya. Itulah
akal Australia sebagai pembenaran belaka.
Malaysia pada tahun 2010 telah melakukan penyelidikan terkait kasus ini,
tiga orang telah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia.
Saat itu Indonesia belum melakukan langkah pengusutan. Nah, kini KPK
nampaknya tidak perlu menunggu informasi lebih jauh tentang kasus suap
dari Australia, sudah jelas mereka menyensor dengan kekuatan hukum yang
keras, jadi tidak mungkin Australia akan memberikan informasi sekecil
apapun kepada Indonesia. Untuk menyelamatkan muka pemimpin bangsa
Indonesia, KPK harus cepat bergerak, sekaligus membuktikan apakah
pimpinan nasional kita bersih. Inilah yang diharapkan Presiden SBY.
Berhadapan dengan Australia memang harus tabah dan cerdik, karena mereka
banyak akalnya. Seperti kasus penyadapan, sudah jelas ada bukti mereka
menyadap, dituntut hingga kapanpun untuk meminta maaf tetap saja mereka
menolak, dijawabnya hanya dengan alasan menjaga kerahasiaan intelijen.
Kini kasus suap jelas lebih berat pastinya, karena sudah mereka kunci
dengan langkah hukum Mahkamah Agung Australia di Melbourne. WikiLeaks
saja yang kerjanya blusukan dan banyak sukses mencuri data di internet
mengeluh dengan langkah Australia itu.
Jadi kita akan sia-sia mengharap informasi keterbukaan dari mereka,
walaupun kita mampu menekan Australia, ada yang jauh lebih besar bagi
Australia untuk bertahan, yaitu kepentingan nasionalnya. Kira-kira
begitu.
Penulis :
Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan
Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net
★ ramalanintelijen
Purnarupa P8 Light Tank SSE
-
*D*ari website X robe_1807 diposkan purnarupa kendaraan militer terbaru
produksi perusahaan swasta PT SSE (Sentra Surya Ekajaya) di Tangerang,
Banten.
R...
6 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.