Ada
yang menarik ketika kita menyaksikan detik-detik proklamasi tanggal 17
Agustus 2014 pagi nanti, sebuah ulang tahun yang mencapai bilangan 69.
Ulang tahun terakhir yang dipimpin Presiden SBY di Istana Merdeka
Jakarta akan dimeriahkan oleh gemuruh 32 jet tempur berbagai jenis yang
dimiliki TNI AU. Jadi tidak hanya mendengar teks proklamasi dibacakan,
atau melihat Paskibraka mengibarkan bendera, tapi lebih menggema dengan
gemuruh jet tempur yang menderu dari belakang podium.
Kewibawaan dan nilai acara proklamasi dua tahun terakhir ini menjadi
semakin berharkat dengan bertambahnya materi acara yaitu terbang lintas
jet-jet tempur tentara langit sebagai bagian dari ungkapan dan show of force
gengsi bernegara dan eksistensi berbangsa. Dan tahun ini tampilan 32
jet tempur yang sudah berseliweran di langit Jakarta selama beberapa
hari ini memberikan kebanggaan bagi warga Ibukota, jantungnya Republik
Indonesia. Mereka memberikan apresiasi dan kebanggaan sambil mendongak
keatas meski setelah itu mereka kembali menemukan menu keseharian
ibukota, sibuk dan macet.
Peringatan ini tidaklah sekedar membacakan teks proklamasi, tetapi ingin
menyampaikan sebuah pesan kepada segenap warga bangsa khususnya
generasi muda bahwa inilah republikmu yang telah diperjuangkan dengan
dentuman dan percikan. Nilai-nilai kejuangan ini, setelah pengumuman
kemerdekaan itu, selama 5 tahun kemudian menjadi palagan medan tempur
yang membara, mengharu biru, bahu membahu. Inilah salah satu kekuatan
cikal bakal nasionalisme patriotik yang dimiliki warga bangsa sampai di
batas perjalanan ini.
Yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di sekitar kita adalah
model kemerdekaan yang kita perjuangkan. Sengaja kita pakai kata
perjuangkan karena semua negara di sekitar kita kemerdekaannya tidak
diperjuangkan melainkan diperoleh. Tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 wib
ketika proklamasi dikumandangkan, dari situlah awal heroiknya
perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam perang lima tahun yang
meletihkan itu. Dan memang pihak lawan yang letih sendiri yang akhirnya
mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949.
Enam puluh sembilan tahun setelah itu, inilah wajah republik dengan
segala prestasi dan persoalannya. Prestasinya adalah tumbuh sebagai
kekuatan ekonomi nomor 10 dunia, ekonomi nomor satu di ASEAN, pendapatan
per kapita mencapai US$ 3.900, masuk golongan negara berpenghasilan
menengah. Investasi industri tumbuh subur, adanya asuransi model BPJS,
munculnya kekuatan kelas menengah yang cerdas dan kritis, proses
demokratisasinya diacungi dunia meski sebagian elit politiknya masih
berjiwa kerdil.
Disamping prestasi itu tentu masih banyak persoalan yang melingkarinya.
Virus korupsi yang masih melenggang meski sudah ada anti virusnya KPK,
kepastian hukum yang belum berpihak ke rakyat papa, model pelayanan
publik yang belum memuaskan, infrastruktur yang masih amburadul,
semangat primordial yang berlebihan dan masih terjerat model subsidi
energi yang melewati batas-batas kepatutan.
Harus diakui banyak hal yang sudah dicapai dalam sepuluh tahun jalannya
demokrasi langsung one man one vote untuk memilih Presiden. Kekuatan
daya beli yang bernama APBN menjadi pemicu utama geliat perekonomian
disamping investasi, menjadi berlipat ganda sampai akhirnya mampu
menembus 10 besar ekonomi dunia. Sayangnya kemampuan sehebat itu belum
diimbangi dengan kemampuan membangun infrastruktur jalan raya,
pelabuhan, bandara, angkutan laut. Lebih banyak terserap untuk belanja
pegawai dan barang konsumtif lainnya.
Bagi kalangan militer keberhasilan pemerintah selama 5 tahun terakhir
ini dengan menggelontorkan dana alutsista sebesar US$ 15 milyar tentu
memberikan angin segar untuk perkuatan alutsista negeri. Ketika sang
Presiden sedang menuju titik finish pemerintahannya, berbagai jenis
alutsista itu mulai berdatangan. Hari ini datang jet tempur, besok
datang kapal perang, besoknya lagi MBT, besoknya lagi peluru kendali
berbagai jenis, besoknya lagi pesawat angkut, besoknya lagi radar
militer, besoknya lagi helikopter. Luar biasa, makanya kita berani
menyebut bahwa pemerintahan SBY mampu melakukan belanja alutsista
terbesar sejak jaman dwikora.
Itulah sebabnya sebagai bentuk terimakasih, hulubalang republik yang
diwakili tentara langit TNI AU sengaja mengerahkan 32 jet tempur dari 5
skuadron tempur untuk memberikan apresiasi kepada panglima tertinggi
atas prestasinya menggagahkan pengawal republik yang pada akhirnya mampu
membanggakan dan mewibawakan kedaulatan NKRI. Bahkan pada upacara
puncak hari ulang tahun TNI tanggal 5 Oktober mendatang akan digelar
kekuatan alutsista terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Sengaja acara itu dilaksanakan di pangkalan utama TNI AL Surabaya agar
seluruh matra TNI dapat menampilkan dan memamerkan alutsista yang
dimiliki kepada sang Presiden.
Sembari mengucapkan dirgahayu Republik Indonesia, sangat pantas pula
kita menyampaikan terimakasih kepada Presiden RI selaku panglima
tertinggi yang telah memberikan air mata kebanggaan kepada hulubalang
republik. Makna sesungguhnya mengisi kemerdekaan adalah meningkatkan
kesejahteraan warga bangsa, kesadaran terhadap nilai-nilai kebangsaan
dan membangun kekuatan militer sebagai pelindung dan kehormatan
berbangsa dan bernegara. Mestinya politisi-politisi kerdil itu mampu
memahami nilai-nilai kejuangan itu.
****
Jagvane / 15 Agustus 2014
★ analisis alutsista
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.