blog-indonesia.com

Minggu, 03 Juli 2022

Jokowi Didorong Terima Tawaran Teknologi Nuklir Putin

Media Rusia melaporkan bahwa Jokowi telah bertemu dengan Putin untuk membahas isu global, konflik Rusia-Ukraina, serta KTT G20.

Pengamat hubungan internasional mendorong agar Indonesia menerima tawaran pengembangan teknologi nuklir yang ditawarkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Peneliti dari Departemen Hubungan Internasional di Pusat Studi Strategis Internasional, Waffa Kharisma, menilai Indonesia saat ini memang tengah membutuhkan teknologi nuklir.

"Kalau kita melihat ada semacam kesempatan untuk misalnya mengeksplorasi pengembangan teknologi nuklir harusnya itu bisa disambut baik juga," kata Waffa saat ditemui usai diskusi bertajuk Memaknai Lawatan Presiden Joko Widodo ke Eropa di Jakarta, Jumat (1/7).

Ia menilai bahwa tawaran kerja sama itu bukan pembentukan senjata nuklir atau energi nuklir yang digunakan untuk senjata, tetapi mungkin terkait teknologi pembangkit listrik bertenaga nuklir.

Lebih lanjut ia menerangkan, kini Indonesia juga terbuka untuk kemungkinan kembali membangun reaktor nuklir dan mengeksplorasinya.

Menurutnya, pembahasan teknologi nuklir di RI memang sempat tabu sebelum era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun kini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan lembaga terkait, katanya, mulai banyak mengeksplorasi pengembangan teknologi nuklir.

Pengembangan yang dibahas bukan saja untuk kepentingan kesehatan atau pendidikan, tapi juga reaktor yang sesungguhnya dan bisa berguna menjadi sumber listrik.

"Saya pikir perlu disambut ya kalau teknologi dari Rusia itu dianggap pemerintah membantu," katanya.

Sejauh ini, Indonesia memiliki tiga reaktor nuklir, yaitu Reaktor Triga Mark di Bandung, Reaktor Kartini di Yogyakarta, dan Reaktor Serba Guna di Serpong.

Namun, Waffa juga memberi catatan khusus terkait tawaran Rusia di tengah situasi perang yang masih berkecamuk.

  Tawaran Teknologi Nuklir 
Ia mempertanyakan penyambutan kesempatan kerja sama dengan Rusia ini akan merugikan Indonesia secara diplomatik atau tidak.

"Misalnya, nanti disebut akan berkontribusi pada kelamaan perang di Ukraina? Karena Indonesia bukan memberi sanksi atau semacam tekanan ke Rusia, tetapi membantu [dengan menjalin kerja sama] dan malah berinovasi," tuturnya.

Indonesia sejauh ini tetap berusaha menjalin hubungan diplomasi dengan Rusia dan Ukraina karena RI menerapkan politik luar negeri bebas aktif.

RI bahkan berusaha menjadi mediator agar ruang dialog terbuka. Saat negara Barat, bahkan Singapura, ramai-ramai menjatuhkan sanksi ke Rusia, Indonesia memilih tak ikut-ikutan.

Waffa menegaskan bahwa hubungan kerja sama antarnegara merupakan hak masing-masing, apalagi dengan tujuan yang tak menimbulkan ancaman atau bahaya.

"Saya tetap berada di posisi bahwa itu hak berdaulat kita ya untuk memutuskan ada kerja sama dengan siapa, apalagi kalau tujuan kerja samanya dalam kerangka yang baik," jelas dia.

Jika muncul pertentangan dari kawasan atau negara lain, Waffa menyarankan agar pemerintah Indonesia lihai menjustifikasi kerja sama itu. Semisal, Indonesia tetap berkomitmen membantu negara lain.

Isu ini muncul ke permukaan setelah Putin mengaku tertarik dengan kerja sama di bidang pengembangan teknologi nuklir. Keinginan itu ia sampaikan saat menjamu Jokowi di Istana Kremlin pada Kamis (30/6).

"Banyak perusahaan kami, termasuk perusahaan energi, beroperasi di Indonesia. Ada ketertarikan untuk mengembangkan industri tenaga nuklir nasional," ujar Putin saat konferensi pers bersama Jokowi, Kamis (30/6).

Putin menyatakan bahwa perusahaan kompeten dan yang dianggap memiliki pengalaman, seperti Rosatom, bersedia terlibat dalam proyek bersama.

Kemungkinan itu termasuk untuk proyek yang terkait dengan penggunaan non-energi teknologi nuklir, seperti di bidang kedokteran dan pertanian. (isa/has/bac)

  ♔
CNN  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More