Karena Anggaran Pertahanan rendah PC 40 produksi lokal, KRI Albakora 867 ☆
Pendapatan dari bisnis industri pertahanan Indonesia terbilang sangat rendah dibandingkan negara lain. Contohnya PT LEN Industri (Persero) yang hanya menghasilkan pendapatan Rp 14,5 triliun dari jual alat utama sistem senjata (alutsista), sementara negara lain rata-rata mencapai Rp 900 triliun per tahun.
Hal tersebut seperti diungkapkan Direktur Utama LEN Industri, Bobby Rasyidin menyebut, income industri pertahanan negara lain rata-rata mencapai Rp 800 triliun hingga Rp 900 triliun per tahun.
"Dengan pendapatan kita yang saya sebutkan tadi hanya Rp 14,5 triliun. Kalau dibandingkan dengan nomor 1 mereka itu sudah sekitar Rp 800 triliun - Rp 900 triliun pendapatan mereka," ujar Bobby dalam sesi wawancara dengan salah satu TV Swasta, di kutub Senin, (17/5/2021).
Secara agregat, bisnis alutsista menjadi primadona bagi pelaku industri pertahanan dunia. Pada 2020 lalu, belanja pertahanan mencapai sekitar 2 triliun dolar Amerika Serikat (AS) atau rata-rata 2,4 persen dari Gross Domestic Product (GDP) dunia. Sementara, 62 persennya dikuasai oleh 15 negara inti sebagai pusat pertahanan terbaik dunia.
"Belanja pertahanan, itu salah salah satu belanja atau pendapatan yang menjadi primadona di dunia ini. Kalau kita lihat tahun 2020, itu belanja pertahanan sekitar 2 triliun dolar AS atau sekitar rata-rata 2,4 persen GDP dunia," katanya.
X18 Antasena Pose dengan Maung (Tankboat)
Bobby menilai, salah satu strategi dan aksi korporasi untuk mendorong kemajuan industri pertahanan nasional di kancah global adalah dengan membentuk Holding BUMN Pertahanan. Dimana, integrasi ini terdiri dari PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT PAL Indonesia (Persero), PT Dahana (Persero) yang ditunjuk sebagai anggota holding. Sementara, Len Industri sebagai induk perusahaan.
Skema Holding BUMN Pertahanan masih dalam proses pematangan oleh para pemegang saham. Nilai industri pertahanan Indonesia sendiri mencapai Rp 37 triliun. Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mencatat, nilai tersebut bukan angka yang kecil.
Kementerian BUMN menilai, sektor pertahanan dalam negeri perlu dioptimalkan. Karena itu BUMN industri pertahanan perlu menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah (PR), khususnya, merealisasikan visi dan roadmap Kementerian periode 2020-2024.
Bahkan, BUMN klaster Industri pertahanan pun ditargetkan menjadi industri pertahanan top 50 di dunia. Target itu bisa tercapai bila holding mampu bersinergi dengan Kementerian Pertahanan.
Pendapatan dari bisnis industri pertahanan Indonesia terbilang sangat rendah dibandingkan negara lain. Contohnya PT LEN Industri (Persero) yang hanya menghasilkan pendapatan Rp 14,5 triliun dari jual alat utama sistem senjata (alutsista), sementara negara lain rata-rata mencapai Rp 900 triliun per tahun.
Hal tersebut seperti diungkapkan Direktur Utama LEN Industri, Bobby Rasyidin menyebut, income industri pertahanan negara lain rata-rata mencapai Rp 800 triliun hingga Rp 900 triliun per tahun.
"Dengan pendapatan kita yang saya sebutkan tadi hanya Rp 14,5 triliun. Kalau dibandingkan dengan nomor 1 mereka itu sudah sekitar Rp 800 triliun - Rp 900 triliun pendapatan mereka," ujar Bobby dalam sesi wawancara dengan salah satu TV Swasta, di kutub Senin, (17/5/2021).
Secara agregat, bisnis alutsista menjadi primadona bagi pelaku industri pertahanan dunia. Pada 2020 lalu, belanja pertahanan mencapai sekitar 2 triliun dolar Amerika Serikat (AS) atau rata-rata 2,4 persen dari Gross Domestic Product (GDP) dunia. Sementara, 62 persennya dikuasai oleh 15 negara inti sebagai pusat pertahanan terbaik dunia.
"Belanja pertahanan, itu salah salah satu belanja atau pendapatan yang menjadi primadona di dunia ini. Kalau kita lihat tahun 2020, itu belanja pertahanan sekitar 2 triliun dolar AS atau sekitar rata-rata 2,4 persen GDP dunia," katanya.
X18 Antasena Pose dengan Maung (Tankboat)
Bobby menilai, salah satu strategi dan aksi korporasi untuk mendorong kemajuan industri pertahanan nasional di kancah global adalah dengan membentuk Holding BUMN Pertahanan. Dimana, integrasi ini terdiri dari PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT PAL Indonesia (Persero), PT Dahana (Persero) yang ditunjuk sebagai anggota holding. Sementara, Len Industri sebagai induk perusahaan.
Skema Holding BUMN Pertahanan masih dalam proses pematangan oleh para pemegang saham. Nilai industri pertahanan Indonesia sendiri mencapai Rp 37 triliun. Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mencatat, nilai tersebut bukan angka yang kecil.
Kementerian BUMN menilai, sektor pertahanan dalam negeri perlu dioptimalkan. Karena itu BUMN industri pertahanan perlu menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah (PR), khususnya, merealisasikan visi dan roadmap Kementerian periode 2020-2024.
Bahkan, BUMN klaster Industri pertahanan pun ditargetkan menjadi industri pertahanan top 50 di dunia. Target itu bisa tercapai bila holding mampu bersinergi dengan Kementerian Pertahanan.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.