Harus Menguasai Hulu Panel SuryaPembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto) ☆
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat rendah. Dia mengatakan, saat ini kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya 154 mega watt (MW). Padahal, potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 giga watt (GW).
Oleh karena itu, menurut Arifin Indonesia perlu menciptakan pasar yang signifikan dan menarik bagi investor, termasuk di sektor hulu panel surya ini.
"Kita harus bisa menciptakan market yang signifikan menarik investasi di sektor hulu dan kita ada bahan-bahan baku cukup banyak dari hulu, ini akan berikan efek lain, antara lain industri yang skala kecil bisa tumbuh besar dan UKM bisa berpartisipasi," ujarnya dalam diskusi Pengembangan Industri Tenaga Surya secara daring, Jumat malam (21/05/2021).
Dia mengakui, saat ini masih ada isu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam industri PLTS atau panel surya. Untuk itu, pihaknya juga akan berusaha memperbaiki regulasi terkait hal ini.
"Kita ada masalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pemerintah dukung TKDN, ini sektor yang harus diperbaiki bersama-sama dari pelaku industri PLTS," jelasnya.
Dia mengatakan, dalam membuka peluang hulu ini diperlukan regulasi-regulasi yang mengikat, sehingga investor bisa masuk dan Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain yang industri tenaga suryanya sudah berkembang.
"Kenapa ACWA Power perusahaan di Saudi Arabia, Masdar, Mubadala (perusahaan Uni Emirat Arab), kenapa bisa bersaing di pasar internasional pasarkan pembangkit PLTS? karena kuasai hulunya," tegasnya.
Menurutnya, Indonesia punya potensi pasar yang besar. Jika potensi pasar ini dimanfaatkan secara optimal, maka akan bisa bersama-sama menciptakan peluang.
"Kita punya pasar besar, 30, 40, 50, berapa puluh mungkin sampai 100 GW bisa dimanfaatkan, kita sama-sama ciptakan peluang," paparnya.
Arifin memperkirakan, pemanfaatan PLTS ke depannya akan terus mengalami kenaikan karena hal ini tidak lepas dari terus menurunnya biaya investasi secara signifikan. Dalam satu dekade saja, imbuhnya, penurunan biaya investasi PLTS sudah mencapai 80%.
"Bahkan, penawaran terendah pengembangan PLTS di Saudi Arabia oleh ACWA Power 1,04 sen dolar per kWh. Penurunan investasi PLTS juga dirasakan di Indonesia, di mana harga jual dari PLTS terapung Cirata berkapasitas 145 MW 5,8 sen dolar per kWh," ungkap Arifin.
"Bahkan, berdasarkan market sounding oleh PLN, penawaran harga listrik PLTS terapung di beberapa lokasi antara 3,68-3,88 sen dolar per kWh," imbuhnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat rendah. Dia mengatakan, saat ini kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya 154 mega watt (MW). Padahal, potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 giga watt (GW).
Oleh karena itu, menurut Arifin Indonesia perlu menciptakan pasar yang signifikan dan menarik bagi investor, termasuk di sektor hulu panel surya ini.
"Kita harus bisa menciptakan market yang signifikan menarik investasi di sektor hulu dan kita ada bahan-bahan baku cukup banyak dari hulu, ini akan berikan efek lain, antara lain industri yang skala kecil bisa tumbuh besar dan UKM bisa berpartisipasi," ujarnya dalam diskusi Pengembangan Industri Tenaga Surya secara daring, Jumat malam (21/05/2021).
Dia mengakui, saat ini masih ada isu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam industri PLTS atau panel surya. Untuk itu, pihaknya juga akan berusaha memperbaiki regulasi terkait hal ini.
"Kita ada masalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pemerintah dukung TKDN, ini sektor yang harus diperbaiki bersama-sama dari pelaku industri PLTS," jelasnya.
Dia mengatakan, dalam membuka peluang hulu ini diperlukan regulasi-regulasi yang mengikat, sehingga investor bisa masuk dan Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain yang industri tenaga suryanya sudah berkembang.
"Kenapa ACWA Power perusahaan di Saudi Arabia, Masdar, Mubadala (perusahaan Uni Emirat Arab), kenapa bisa bersaing di pasar internasional pasarkan pembangkit PLTS? karena kuasai hulunya," tegasnya.
Menurutnya, Indonesia punya potensi pasar yang besar. Jika potensi pasar ini dimanfaatkan secara optimal, maka akan bisa bersama-sama menciptakan peluang.
"Kita punya pasar besar, 30, 40, 50, berapa puluh mungkin sampai 100 GW bisa dimanfaatkan, kita sama-sama ciptakan peluang," paparnya.
Arifin memperkirakan, pemanfaatan PLTS ke depannya akan terus mengalami kenaikan karena hal ini tidak lepas dari terus menurunnya biaya investasi secara signifikan. Dalam satu dekade saja, imbuhnya, penurunan biaya investasi PLTS sudah mencapai 80%.
"Bahkan, penawaran terendah pengembangan PLTS di Saudi Arabia oleh ACWA Power 1,04 sen dolar per kWh. Penurunan investasi PLTS juga dirasakan di Indonesia, di mana harga jual dari PLTS terapung Cirata berkapasitas 145 MW 5,8 sen dolar per kWh," ungkap Arifin.
"Bahkan, berdasarkan market sounding oleh PLN, penawaran harga listrik PLTS terapung di beberapa lokasi antara 3,68-3,88 sen dolar per kWh," imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.