Mesin pencuci tanah yang dikembangkan ITB. Foto: istimewa
Mencuci pakaian, barang-barang, hingga kendaraan boleh jadi hal biasa. Bagaimana dengan mencuci tanah?
Ialah Agus Jatnika, dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2015, ia melaksanakan riset bersama lima orang mahasiswa ITB berkaitan metode pencucian tanah.
Banyak tanah tercemar akibat terkontaminasi minyak dari proses eksplorasi minyak bumi, menjadi alasan kuat Agus mengembangkan teknologi pencucian tanah ini. "Masalah di Indonesia itu banyak sekali, salah satunya ada tanah yang tercemar minyak bumi yang tidak tertangani dengan baik," ujar Agus kepada detikcom di Bandung, Minggu (9/4/2017).
Ia mencontohkan beberapa lokasi seperti Bojonegoro, Blora, Riau, Tarakan, dan Indramayu, yang tanahnya tercemar minyak bumi. Menurut Agus, ada banyak teknologi berfungsi memulihkan tanah yang tercemar. Salah satunya, kata Agus, teknologi bioremediasi yang merupakan teknologi pemulihan tanah tercemar melalui pendekatan biologi.
Teknologi itu dianggap Agus belum cukup efektif. Teknologi bioremediasi, sambung dia, membutuhkan waktu lama dalam memulihkan tanah tercemar. Ia memulai mencari hal lainnya hingga muncul sebuah teknologi bernama Soil Washing.
"Soil washing itu salah satu kajian kami, banyak beberapa teknik lain juga yang kami kaji. Tetapi, pada dasarnya dengan teknik soil washing ini kami ingin memindahkan pencemar yang semula ada di dalam tanah ke dalam air," tutur Agus.
Pada prinsipnya, menurut dia, teknik pencucian tanah dengan soil washing ini sama seperti mencuci pakaian di dalam mesin cuci. Tanah akan dimasukkan ke dalam mesin dan dicuci menggunakan air.
"Sama seperti mencuci baju, jika hanya menggunakan air saja tidak akan bagus, harus ditambah detergen. Soil washing juga begitu, namun pelarutnya kita menambahkan surfaktan, karena ini tanah yang tercemar minyak bumi," ujarnya.
Agus JatnikaAgus Jatnika. Foto: Dony Indra Ramadhan
Agus mengatakan, metode pencucian tanah soil washing ini bukanlah penemuan baru. Di negara-negara maju, metode ini sudah banyak digunakan. Sementara untuk di Indonesia, baru ia dan mahasiswanya yang mengawali mengkaji.
Meski ada yang serupa, kata Agus, mesin hasil pengembangannya mempunyai perbedaan. Metode soil washing Agus, lebih spesifik dalam pemilihan tanah yang hendak dicuci. Selain itu, mesin yang dimilikinya masih sebatas ukuran laboratorium dengan kapasitas tampung tanah lima kilogram.
"Yang membedakannya itu dari karakteristik tanahnya, tidak bisa tanah yang lempung, akan sulit karena ukuran diameter tanah lempung kecil. Selain tanah lempung bisa, yang lebih tinggi dari lempung," turur Agus.
Cara kerja metode soil washing ini cukup sederhana. Sebelum dimasukan ke dalam mesin, tanah disaring terlebih dahulu untuk memisahkan jenis-jenis tanah yang akan dicuci. Setelah itu, proses pencucian dengan menambahkan surfaktan dilakukan.
"Ukuran yang oversize seperti batu dan kerikil lebih mudah karena tercemarnya hanya di permukaan saja," ucap Agus.
Ia menambahkan, meski terdengar asing, mencuci tanah sangat bermanfaat. Menurut Agus, tanah yang tercemar dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan merusak kondisi ekosistem di sekitarnya.
"Konsep remediasi ini memulihkan sesuatu, kita memperbaiki dan tidak boleh merusak kita harus pertahanan. Karena tanah ini dikembalikan ke tempat semula," ujarnya.
Metode ini sudah pernah uji coba di salah satu lokasi eksplorasi minyak bumi. Hasilnya, sambung Agus, tanah tercemar berhasil dicuci.
"Sudah mulai ada yang mengeceng dengan hasil riset kami. Tapi kami balik lagi ke pemerintah yang membuat draft keputusannya seperti apa terkait soil washing ini," kata Agus. (bbn/bbn)
Mencuci pakaian, barang-barang, hingga kendaraan boleh jadi hal biasa. Bagaimana dengan mencuci tanah?
Ialah Agus Jatnika, dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2015, ia melaksanakan riset bersama lima orang mahasiswa ITB berkaitan metode pencucian tanah.
Banyak tanah tercemar akibat terkontaminasi minyak dari proses eksplorasi minyak bumi, menjadi alasan kuat Agus mengembangkan teknologi pencucian tanah ini. "Masalah di Indonesia itu banyak sekali, salah satunya ada tanah yang tercemar minyak bumi yang tidak tertangani dengan baik," ujar Agus kepada detikcom di Bandung, Minggu (9/4/2017).
Ia mencontohkan beberapa lokasi seperti Bojonegoro, Blora, Riau, Tarakan, dan Indramayu, yang tanahnya tercemar minyak bumi. Menurut Agus, ada banyak teknologi berfungsi memulihkan tanah yang tercemar. Salah satunya, kata Agus, teknologi bioremediasi yang merupakan teknologi pemulihan tanah tercemar melalui pendekatan biologi.
Teknologi itu dianggap Agus belum cukup efektif. Teknologi bioremediasi, sambung dia, membutuhkan waktu lama dalam memulihkan tanah tercemar. Ia memulai mencari hal lainnya hingga muncul sebuah teknologi bernama Soil Washing.
"Soil washing itu salah satu kajian kami, banyak beberapa teknik lain juga yang kami kaji. Tetapi, pada dasarnya dengan teknik soil washing ini kami ingin memindahkan pencemar yang semula ada di dalam tanah ke dalam air," tutur Agus.
Pada prinsipnya, menurut dia, teknik pencucian tanah dengan soil washing ini sama seperti mencuci pakaian di dalam mesin cuci. Tanah akan dimasukkan ke dalam mesin dan dicuci menggunakan air.
"Sama seperti mencuci baju, jika hanya menggunakan air saja tidak akan bagus, harus ditambah detergen. Soil washing juga begitu, namun pelarutnya kita menambahkan surfaktan, karena ini tanah yang tercemar minyak bumi," ujarnya.
Agus JatnikaAgus Jatnika. Foto: Dony Indra Ramadhan
Agus mengatakan, metode pencucian tanah soil washing ini bukanlah penemuan baru. Di negara-negara maju, metode ini sudah banyak digunakan. Sementara untuk di Indonesia, baru ia dan mahasiswanya yang mengawali mengkaji.
Meski ada yang serupa, kata Agus, mesin hasil pengembangannya mempunyai perbedaan. Metode soil washing Agus, lebih spesifik dalam pemilihan tanah yang hendak dicuci. Selain itu, mesin yang dimilikinya masih sebatas ukuran laboratorium dengan kapasitas tampung tanah lima kilogram.
"Yang membedakannya itu dari karakteristik tanahnya, tidak bisa tanah yang lempung, akan sulit karena ukuran diameter tanah lempung kecil. Selain tanah lempung bisa, yang lebih tinggi dari lempung," turur Agus.
Cara kerja metode soil washing ini cukup sederhana. Sebelum dimasukan ke dalam mesin, tanah disaring terlebih dahulu untuk memisahkan jenis-jenis tanah yang akan dicuci. Setelah itu, proses pencucian dengan menambahkan surfaktan dilakukan.
"Ukuran yang oversize seperti batu dan kerikil lebih mudah karena tercemarnya hanya di permukaan saja," ucap Agus.
Ia menambahkan, meski terdengar asing, mencuci tanah sangat bermanfaat. Menurut Agus, tanah yang tercemar dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan merusak kondisi ekosistem di sekitarnya.
"Konsep remediasi ini memulihkan sesuatu, kita memperbaiki dan tidak boleh merusak kita harus pertahanan. Karena tanah ini dikembalikan ke tempat semula," ujarnya.
Metode ini sudah pernah uji coba di salah satu lokasi eksplorasi minyak bumi. Hasilnya, sambung Agus, tanah tercemar berhasil dicuci.
"Sudah mulai ada yang mengeceng dengan hasil riset kami. Tapi kami balik lagi ke pemerintah yang membuat draft keputusannya seperti apa terkait soil washing ini," kata Agus. (bbn/bbn)
♞ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.