Foto arsip - Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menaiki bus listrik seusai rapat koordinasi membahas program mobil listrik nasional di Jakarta. (arsip/ANTARA/Prasetyo Utomo)
Indonesia sudah mampu membuat mobil listrik,meski belum 100 persen komponennya buatan dalam negeri.
Meski belum dapat diproduksi massal, mobil listrik buatan anak bangsa sudah mendapat perhatian di dalam negeri dan luar negeri.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta mengatakan terdapat sembilan tahapan atau level yang harus dilalui dalam proses penelitian dan pengembangan sebuah mobil listrik hingga akhirnya dapat diproduksi massal.
Hingga saat ini, level 1--3 yakni tahap eksplorasi, level 4--6 yakni tahap pengembangan yang artinya sampai pembuatan prototipe, dicoba, dan diuji telah dilalui.
Masih ada level 7--9 yakni masa pengujian di laboratorium dan pengujian lapangan untuk selanjutnya masuk ke manufacturing atau produksi massal.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta menyatakan saat ini penelitian dan pengembangan mobil listrik di Tanah Air masih berada di level tujuh.
"Mobil listrik sekarang yang coba dikembangkan masuk level 7, kalau tidak ada masalah besar, minor-minor saja masalahnya bisa masuk ke level 8. Yang bisa diproduksi massal itu yang sudah level 9," ujar dia.
Beberapa hal yang harus diujicobakan dari sebuah mobil listrik antara lain kekuatan listrik, motor penggerak listrik, baterai, motor listrik, dan sistem transmisi.
Staf ahli Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) bidang transportasi Wayan Budiastra mengatakan hingga saat ini Indonesia belum memiliki fasilitas peralatan pengujian mobil listrik, meski telah memiliki laboratorium pengujian di Puspiptek BPPT Serpong, Tangerang Selatan.
Pemerintah, menurut dia, sedang menyiapkan semua fasilitas pengujian termasuk alat pengukuran yang diperkirakan tersedia pada Agustus atau September 2014. Sehingga diharapkan pada 2015, ditargetkan semua mobil listrik dari dalam dan luar negeri sudah dapat diuji.
Kesiapan rangkaian suplai
Menristek mengatakan untuk dapat memproduksi massal mobil listrik masih memerlukan lebih banyak persiapan termasuk dalam mengembangkan rangkaian suplainya.
"Harus lebih banyak persiapan untuk membuat alatnya dulu, kan kalau mau banyak (produksi massal) kan harus buat alat cetaknya kan, sekarang masih manual," ujar dia.
Menurut Menristek, sudah ada industri di Surabaya yang mampu membuat mesin blok untuk mobil. Motor listrik, platform, sistem kontrol, propulsi pun sudah dapat dikuasai, tinggal baterai lithium yang masih harus dikembangkan.
"LIPI sudah lama bikin bus listrik, tapi kan baterainya basah tuh, jadi besar sekali memakan ruang. Nah sekarang kita coba kembangkan lithium, baterai kering dengan ukuran yang semakin kecil tapi energinya besar," ujar dia.
Karena itu, ia mengatakan salah satu yang dipersiapkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) untuk mendukung industri mobil listrik yakni mengembangkan industri baterai lithium dengan membuat sebuah pilot plant baterai lithium yang dikerjakan secara bersama oleh sebuah Konsorsium Nasional Riset Baterai Lithium.
Konsorsium ini melibatkan para akademisi dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Lambung Mangkurat, dan Institut Teknologi Surabaya.
Selain itu melibatkan pihak swasta yakni Nipress Indonesia, dan lembaga penelitian LIPI, BPPT, Batan.
Ketua Konsorsium Nasional Riset Baterai Lithium Bambang Prihandoko mengatakan konsorsium akan menduplikasi alat untuk memproduksi baterai lithium, dan jika telah berhasil baru akan mengembangkan alat untuk memproduksi baterai dengan volt yang lebih tinggi.
Pada 2015--2016, ia mengatakan percobaan pilot plant baterai lithium akan dilaksanakan untuk mewujudkan pabrik-pabrik dari setiap "work package" dari hulu hingga hilir yang mendukung produksi baterai lithium.
Konsorsium, lanjutnya, juga menargetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk baterai lithium yang fokus dikembangkan untuk mobil listrik ini sudah mampu mencapai 80--90 persen di 2016.
Untuk mencapai tingkat TKDN tersebut, ia berharap industri-industri dalam negeri lainnya dapat mendukung pilot plant baterai lithium yang sedang dikembangkan oleh konsorsium.
Dukungan dari PT Krakatau Steel, PT Aneka Tambang (Antam), PT Timah, PT Alumindo Maspion, dan Politeknik Batam.
Pemerintah awalnya memang menargetkan 2014 mobil listrik bisa diproduksi secara massal dengan peta jalan industri yang sedang berjalan.
Sebanyak 10.000 unit mobil listrik menjadi target produksinya, namun hal tersebut tertunda.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perindustrian bersama sejumlah perguruan tinggi mengembangkan industri mobil listrik nasional, kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat.
Selain itu, ia menambahkan keberhasilan program mobil listrik nasional sangat ditentukan oleh pengembangan infrastruktur pendukung.
"Kami mengharapkan pembangunan infrastruktur pendukung dipercepat atau paling tidak beriringan dengan produksi massal."
Indonesia sudah mampu membuat mobil listrik,meski belum 100 persen komponennya buatan dalam negeri.
Meski belum dapat diproduksi massal, mobil listrik buatan anak bangsa sudah mendapat perhatian di dalam negeri dan luar negeri.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta mengatakan terdapat sembilan tahapan atau level yang harus dilalui dalam proses penelitian dan pengembangan sebuah mobil listrik hingga akhirnya dapat diproduksi massal.
Hingga saat ini, level 1--3 yakni tahap eksplorasi, level 4--6 yakni tahap pengembangan yang artinya sampai pembuatan prototipe, dicoba, dan diuji telah dilalui.
Masih ada level 7--9 yakni masa pengujian di laboratorium dan pengujian lapangan untuk selanjutnya masuk ke manufacturing atau produksi massal.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta menyatakan saat ini penelitian dan pengembangan mobil listrik di Tanah Air masih berada di level tujuh.
"Mobil listrik sekarang yang coba dikembangkan masuk level 7, kalau tidak ada masalah besar, minor-minor saja masalahnya bisa masuk ke level 8. Yang bisa diproduksi massal itu yang sudah level 9," ujar dia.
Beberapa hal yang harus diujicobakan dari sebuah mobil listrik antara lain kekuatan listrik, motor penggerak listrik, baterai, motor listrik, dan sistem transmisi.
Staf ahli Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) bidang transportasi Wayan Budiastra mengatakan hingga saat ini Indonesia belum memiliki fasilitas peralatan pengujian mobil listrik, meski telah memiliki laboratorium pengujian di Puspiptek BPPT Serpong, Tangerang Selatan.
Pemerintah, menurut dia, sedang menyiapkan semua fasilitas pengujian termasuk alat pengukuran yang diperkirakan tersedia pada Agustus atau September 2014. Sehingga diharapkan pada 2015, ditargetkan semua mobil listrik dari dalam dan luar negeri sudah dapat diuji.
Kesiapan rangkaian suplai
Menristek mengatakan untuk dapat memproduksi massal mobil listrik masih memerlukan lebih banyak persiapan termasuk dalam mengembangkan rangkaian suplainya.
"Harus lebih banyak persiapan untuk membuat alatnya dulu, kan kalau mau banyak (produksi massal) kan harus buat alat cetaknya kan, sekarang masih manual," ujar dia.
Menurut Menristek, sudah ada industri di Surabaya yang mampu membuat mesin blok untuk mobil. Motor listrik, platform, sistem kontrol, propulsi pun sudah dapat dikuasai, tinggal baterai lithium yang masih harus dikembangkan.
"LIPI sudah lama bikin bus listrik, tapi kan baterainya basah tuh, jadi besar sekali memakan ruang. Nah sekarang kita coba kembangkan lithium, baterai kering dengan ukuran yang semakin kecil tapi energinya besar," ujar dia.
Karena itu, ia mengatakan salah satu yang dipersiapkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) untuk mendukung industri mobil listrik yakni mengembangkan industri baterai lithium dengan membuat sebuah pilot plant baterai lithium yang dikerjakan secara bersama oleh sebuah Konsorsium Nasional Riset Baterai Lithium.
Konsorsium ini melibatkan para akademisi dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Lambung Mangkurat, dan Institut Teknologi Surabaya.
Selain itu melibatkan pihak swasta yakni Nipress Indonesia, dan lembaga penelitian LIPI, BPPT, Batan.
Ketua Konsorsium Nasional Riset Baterai Lithium Bambang Prihandoko mengatakan konsorsium akan menduplikasi alat untuk memproduksi baterai lithium, dan jika telah berhasil baru akan mengembangkan alat untuk memproduksi baterai dengan volt yang lebih tinggi.
Pada 2015--2016, ia mengatakan percobaan pilot plant baterai lithium akan dilaksanakan untuk mewujudkan pabrik-pabrik dari setiap "work package" dari hulu hingga hilir yang mendukung produksi baterai lithium.
Konsorsium, lanjutnya, juga menargetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk baterai lithium yang fokus dikembangkan untuk mobil listrik ini sudah mampu mencapai 80--90 persen di 2016.
Untuk mencapai tingkat TKDN tersebut, ia berharap industri-industri dalam negeri lainnya dapat mendukung pilot plant baterai lithium yang sedang dikembangkan oleh konsorsium.
Dukungan dari PT Krakatau Steel, PT Aneka Tambang (Antam), PT Timah, PT Alumindo Maspion, dan Politeknik Batam.
Pemerintah awalnya memang menargetkan 2014 mobil listrik bisa diproduksi secara massal dengan peta jalan industri yang sedang berjalan.
Sebanyak 10.000 unit mobil listrik menjadi target produksinya, namun hal tersebut tertunda.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perindustrian bersama sejumlah perguruan tinggi mengembangkan industri mobil listrik nasional, kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat.
Selain itu, ia menambahkan keberhasilan program mobil listrik nasional sangat ditentukan oleh pengembangan infrastruktur pendukung.
"Kami mengharapkan pembangunan infrastruktur pendukung dipercepat atau paling tidak beriringan dengan produksi massal."
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.