JAKARTA - Pemerintah Indonesia didesak untuk segera membentuk Badan Spektrum Nasional untuk mengatasi carut marutnya penataan frekuensi di tanah air. Padahal tanpa disadari, spektrum frekuensi merupakan sumber daya alam yang tak ternilai harganya.
"Frekuensi itu harus dilihat sebagai sumber daya alam yang sangat berharga seperti minyak. Bahkan frekuensi itu walaupun tidak banyak, namun sifatnya jangka panjang dan mampu digunakan untuk kesejahteraan rakyat," cetus pendiri Center for Indonesia Telecommunications Regulation Study (Citrus) Asmiati Rasyid, saat menjadi pembicara di Seminar 'Regulasi Frekuensi Harus Memihak Kepentingan Nasional', di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (4/8/2011).
Asmiati mengatakan, pengelolaan spektrum seharusnya bukan di bawah Menkominfo dan harus diposisikan lebih tinggi karena ini terkait lintas kementrian dan regulator atau di bawah langsung Presiden. Apalagi sekarang, spektrum direbutkan banyak pihak karena besarnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Saat ini kebijakan masih dikendalikan oleh pejabat sekelas dirjen yang langsung ditunjuk oleh Menkominfo. Kekuataan dirjen tentu akan lemah jika ada banyak kepentingan, termasuk tekanan diterima oleh dirjen tersebut.
Badan Spektrum Nasional ini juga harus memiliki kewenangan yang kuat terutama untuk melakukan re-farming band spektrum yang dikuasai oleh industri broadcasting, maupun band-band spektrum lainnya yang dimiliki Kementrian Pertahanan dan Kepolisian Negara.
"Namun demikian, Badan Spektrum Nasional ini harus dibarengi UU Radio Komunikasi Nasional sehingga memperjelas peran, fungsi dan kewenangan, termasuk kriteria pemilihan dan remunerasi tenaga-tenaga yang dibutuhkan," katanya.
Dalam pandangan Asmianti, nantinya Badan Spektrum Nasional juga jangan hanya diisi oleh para professional semata saja. Sebab, bila pemangku swasta menempatkan posisi strategis maka akan menimbulkan polemik yang berbahaya juga.
Sayangnya hal ini masih menimbulkan pro dan kontra, Badan Spektrum Nasional masih dipandang tidak perlu dibawah langsung struktural Presiden. Kenapa?
"Karena kita tahu, Presiden SBY itu sudah banyak yang diurusi. Kalau soal seperti ini sampai dipimping langsung oleh beliau, rasanya masih belum perlu," bantah Anggota Komisi V DPR Akbar Faisal.
Sampai sekarang, pengaturan spektrum frekuensi sendiri masih dibawah Menkominfo melalui dirjen yang juga mendapatkan masukan dari Komite Badan Regulasi Telekomunikasi (BRTI). (tyo)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.