Jakarta, Kompas - Pengembangan energi panas bumi nasional bakal berjalan. Pemerintah menyiapkan peraturan presiden tentang penggunaan hutan lindung untuk tambang bawah tanah.
Perpres itu akan membuka jalan bagi investor untuk segera bekerja. Kementerian Kehutanan siap menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi dan eksploitasi panas bumi begitu aturan terbit.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Jakarta, Rabu (26/1), menyatakan, Indonesia memiliki potensi panas bumi 27.000 megawatt (MW) yang dapat membantu pasokan energi nasional.
”Hampir 80 persen potensi panas bumi berada di kawasan hutan lindung dan konservasi. Begitu perpres keluar, saya akan langsung memberikan izin sekaligus untuk semua investasi geotermal,” kata Zulkifli.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Kehutanan melarang penambangan terbuka di hutan, terutama di kawasan lindung. Aturan ini dinilai menghambat pertumbuhan investasi panas bumi.
Dengan dibuatnya perpres sebagai turunan dari UU No 39/2004, diharapkan dapat menjadi solusi bagi kegiatan tambang bawah tanah di hutan lindung untuk eksplorasi panas bumi.
Saat ini, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksploitasi panas bumi baru berjalan di Jawa Barat (64,7 hektar) dan Sumatera Selatan (17,3 hektar).
Untuk pengembangan panas bumi yang menghasilkan listrik 45 MW diperlukan investasi 105 juta dollar AS (sekitar Rp 949,2 miliar), Kompas (21/1). Biaya ini termasuk pembangunan infrastruktur, turbin pembangkit, dan pengeboran sumur panas bumi.
Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memaraf draf rancangan perpres itu. Saat ini, rancangan perpres sudah berada di tangan Sekretaris Kabinet.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menambahkan, Menhut berwenang memberikan izin tambang bawah tanah di hutan lindung. Kementerian Kehutanan telah mengirim surat persetujuan penambangan bawah tanah di hutan lindung untuk panas bumi sejak tiga minggu lalu.
”Proses pengawasan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) akan melibatkan satuan tugas REDD+. Menhut akan membentuk dan memimpin tim monitoring, yang beranggotakan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah daerah, dan Satuan Tugas REDD+,” ujar Hadi. (ham)
• KOMPAS
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.