Seperti diketahui, industri tahu yang berjumlah lebih kurang 84.000 unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, cukup berperansignifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen per tahun.
Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, telah meluncurkan 2 (dua) Unit Percontohan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL), pada hari Selasa tanggal 11 Mei tahun 2010 di Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Peralatan ini dikembangkan dan dipasang di 2 (dua) kawasan sentra industri kecil tahu di Desa Kalisari dan di dusun Ciroyom.
Menurut Edi Prihantoro, Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek, KRT, alasan dipilihnya lokasi sentra industri tahu adalah karena industri tahu merupakan penyumbang emisi yang signifikan di Indonesia disamping industri tapioka.
Fatikul Ikhsan, Camat Cilongok saat peluncuran instalasi tersebut mengatakan berterimakasih atas program ini yang telah membantu 13 kepala keluarga pengrajin tahu di desa Kalisari dan dan 8 kepala keluarga di desa Cikembulan. Alat ini digunakan untuk mengolah limbah cair dan mendapatkan energi alternatif dalam bentuk gas methan pengganti BBM. Fatikul mengharapkan agar Kementerian Riset dan Teknologi terus membantu Kecamatan Cilongok dalam pendampingan untuk melaksanakan kegiatan serupa dan kegiatan yang akan datang.
Sedangkan Alimah, warga desa Kalisari dapat merasakan manfaat keberadaan instalasi tersebut karena bisa berhemat. Penghematan ini dilihat kebiasaan sebelumnya dimana biasa menggunakan 7 – 8 tabung gas 3 kg setiap 2 bulan, sekarang ia hanya membutuhkan 1 tabung per 2 bulan.
Bupati Cilongok, Mardjoko dalam sambutannya mengharapkan agar masyarakat khususnya pengrajin tahu dapat menjaga, merawat dan memelihara dan memberdayakannya secara optimal. Masyarakat juga dihimbau untuk saling bekerja sama dalam membangun daerahnya.
“Metoda alat yang digunakan adalah metoda produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Metode GERIAP-UNEP dan Metode ”Goo House Keeping” (GHK). Sedangkan pilot proyek pengolah limbah cair industri tahu ini menggunakan model “Fixed Bed Reactor” dan dibangun dengan sistem Anaerobik dengan pertimbangan tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi” ujar Edi Prihantoro.
Lebih lanjut Edi Prihantoro mengatakan pada prinsipnya, limbah cair yang membahayakan lingkungan dikumpulkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat seperti makanan ikan, makanan ternak dan gas. Jaringan pipa pengumpul limbah, unit utama yang disebut digester, penampung gas (gas holder), trickling filter, jaringan sisa limbah olahan, kolam penampung air hasil proses, adalah bagian-bagian yang merupakan unsur pendukung sistem pengolah limbah ini. Kapasitas unit pengolah ini masing-masing adalah, di Desa Kalisari sebesar 20 m3 atau setara dengan 1.200 kg kedelai/hari (untuk 20 pengrajin industri tahu), dan di dusun Ciroyom sebesar 5 m3 atau setara dengan 300 kg kedelai/hari (untuk 5 pengrajin industri tahu).
Hadir pada acara peluncuran tersebut Ketua DPRD Kabupaten Banyumas, Anggota Forum Pimpinan Daerah Kabupaten Banyumas, Para Kepala Dinas Kabupaten Purbalingga, Cilacap, Tegal dan Pekalongan, para Camat dan jajaran Muspida Cilengok dan Pekuncen. (ad-aki/humas)
• ristek
KRI Teluk Hading-538 Resmi Pensiun
-
* Purnatugas setelah 30 tahun perkuat TNI AL**KRI Teluk Hading-538 (Antara)*
*K*apal perang Republik Indonesia KRI Teluk Hading-538 purnatugas setelah
be...
16 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.