Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata menerima kunjungan pejabat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Sport dan Iptek Jepang, kemarin. Kunjungan ini terkait dengan pembentukan Asia Research Foundation, yakni lembaga pendanaan riset di kawasan Asia untuk riset-riset yang memiliki pengaruh secara global.
Asia research Foundation dipelopori oleh Jepang dengan anggota antara lain Cina, Korea, Singapura, Indonesia. Fokus penelitian yang didanai Asia Research Foundation antaraa lain perubahan iklim, keamanan dan keselamatan nuklir dan kebencanaan.
Menurut Warsito P. Taruno, staf khusus Menristek bidang Riset, kehadiran Asia Research Foundation memberi kesempatan peneliti-peneliti Indonesia untuk melakukan riset bersama dengan dukungaan dana internasional. “Ini memberi kesempatan Indonesia untuk mengirim lebih banyak peneliti keluar negeri untuk riset jangka pendek ke pusat-pusat-pusat penelitian di luar negeri. Ini bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kapasitas peneliti kita,” kata Warsito.
Sebelumnya, pada Jumat (30/4) Kementerian Riset dan Teknologi menerima kunjungan pejabat dari pemerintah Australia terkait dengan kerja sama riset di bidang kesehatan, pertanian termasuk pangan, dan energi. Kerja sama riset di bidang energi antara lain meliputi perubahan iklim, keamanan reaktor dan keselamatan bahan energi nuklir. Kerja sama tersebut juga termasuk program beasiswa pengiriman mahasiswa Indonesia untuk mengikuti studi S3 ke Australia. Kerja sama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi antara KRT dan pemerintah Australia telah berlangsung sejak 2005.
Menurut Warsito, kerja sama riset di bidang perubahan iklim diwujudkan dilakukan dalam bentuk pembuatan sistem hotspot monitoring secara real time untuk memantau kebakaran hutan. “Dengan sistem ini, dalam waktu satu jam titik-titik api yang muncul sudah dipublikasi di situs web,” terang Warsito seraya menambahkan, dalam kerja sama tersebut pihak Indonesia diwakili oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
Pembuatan sistem hotspot monitoring ini, menurut Warsito, sejalan dengan target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan jumlah titik api sebanyak 20 persen per tahun.
Kerjasama program beasiswa antara lain dalam bentuk pengiriman 10 mahasiswa tingkat doktoral per tahun dan pelatihan komersialisasi hasil iptek untuk UMKM ke Australia. Sementara Australia untuk tahun ini mengirim satu profesor untuk melakukan riset selama dua bulan di Lembaga Eijkman untuk mempelajari metoda ekstraksi genetika.
Sebelumnya Kementerian Ristek juga menjalin kerjasama riset dengan pemerintah Amerika Serikat dan Jerman.
Menurut warsito, banyaknya negara tertarik menjalin kerja sama riset dengan Indonesia, antara lain karena Indonesia memiliki potensi luar biasa di bidang keragaman hayati. Di sisi Indonesia, katanya, kerja sama riset ini memberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas peneliti Indonesia. “Kapasitas peneliti samai kini masih jadi salah satu kelemahan kita. Kerjasama riset dengan berbagai negara adalah kesempatan untuk memperbaiki itu,” katanya.
Dikatakan, kerja sama riset di bidang keragaman hayati tersebut tak perlu dikhawatirkan karena kerjasama tersebut berbasiskan kesetaraan dan dijamin oleh konvensi dunia, yang antara lain mengatur bahwa dalam riset genetika tidak diperkenankan membawa spesies keluar dari negara asal spesies.
• technologyindonesia
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.