💥 Juga ingin menjalin kerja sama dalam program pelatihan militer bersama, pertukaran personel, dan pendidikan.
REM-331 dan WSH-991, Kapal PKR & BRS produk PAL Indonesia (Dispenal)
Kepercayaan Vietnam terhadap produk industri pertahanan Indonesia semakin menguat.
Setelah menjadi pengguna bom latih buatan dalam negeri, Vietnam kini secara serius menjajaki kemungkinan pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista yang lebih strategis, termasuk kapal perang dari PT PAL Indonesia.
Peningkatan potensi kerja sama ini menjadi salah satu hasil utama pertemuan antara Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) RI Marsekal Madya (Purn) Donny Ermawan dan Wamenhan Vietnam Letnan Jenderal Senior Hoang Xuan Chien di Kompleks Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta, Kamis (18/9/2025). Pertemuan petinggi pertahanan dua negara tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 40 menit.
Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemenhan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang menyampaikan, pertemuan Wamenhan RI-Vietnam merupakan tindak lanjut konkret dari Dialog Kebijakan Pertahanan (Defence Policy Dialogue) yang telah berlangsung selama dua hari.
”Pembicaraan mengerucut pada penjajakan beberapa potensi kerja sama, termasuk pengadaan kapal dengan PT PAL, alat senjata dengan PT Pindad, dan juga kerja sama di bidang elektronika antara PT LEN dan mitranya di Vietnam,” ujar Frega seusai pertemuan.
Dasar dari penjajakan tersebut, lanjut dia, adalah kepuasan Vietnam atas kerja sama yang telah terjalin. Saat ini, Vietnam telah menggunakan bom latih produksi industri pertahanan Indonesia, yakni PT Dahana, untuk memperkuat armada angkatan udaranya. Hubungan tersebut bahkan berkembang dari sekadar jual-beli menjadi kemitraan jangka panjang.
”Ada pembicaraan bagaimana nantinya akan ada pendampingan untuk meningkatkan masa pakai (lifetime) bom tersebut. Ini menunjukkan adanya hubungan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Makin luas
Selain fokus pada industri pertahanan, kedua wakil menteri juga sepakat untuk meningkatkan interaksi dan interoperabilitas di antara angkatan bersenjata kedua negara. Kerja sama akan dijajaki di tingkat Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun Angkatan Udara, yang meliputi program pelatihan militer bersama, pertukaran personel, serta pendidikan.
Partisipasi aktif Vietnam dalam latihan multilateral yang diinisiasi Indonesia, seperti Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) pada Februari 2025 lalu, menjadi bukti nyata dari eratnya hubungan militer kedua negara.
”Bapak Wamenhan tadi secara khusus mengapresiasi kontribusi dan partisipasi Vietnam dalam MNEK. Interaksi seperti ini penting untuk membangun hubungan antarpersonel militer,” kata Frega.
Lebih lanjut, Vietnam juga mengusulkan perluasan kolaborasi untuk menjawab tantangan keamanan modern. ”Pihak Vietnam menyampaikan apabila memungkinkan untuk berkolaborasi dalam bidang kedokteran militer, keamanan siber, serta operasi pencarian dan penyelamatan (search and rescue), yang tentunya menjadi kebutuhan sangat konkret saat ini,” tuturnya.
Seluruh penguatan kerja sama ini, menurut Frega, merupakan wujud nyata dari nota kesepahaman (MoU) bidang pertahanan yang akan terus diperpanjang. Sebagai sesama anggota ASEAN, komitmen ini menjadi penting untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.
”Ini menjadi sebuah komitmen nyata bahwa Indonesia dan Vietnam berupaya untuk terus bekerja sama dan berkontribusi dalam mewujudkan stabilitas dan perdamaian, khususnya di Asia Tenggara,” tuturnya.
Terobosan
Pengamat militer dari Binus University, Tangguh Chairil, menilai, penjajakan kerja sama pertahanan yang lebih mendalam ini merupakan sebuah langkah positif. Ini menjadi terobosan penting di tengah minimnya kolaborasi industri pertahanan antarnegara di kawasan Asia Tenggara.
”Menurut saya baik karena selama ini kerja sama industri pertahanan antarnegara Asia Tenggara sangat minim. Pernah ada inisiatif ASEAN Defence Industry Collaboration (ADIC), tetapi terkendala karena kapasitas industri pertahanan negara-negara Asia Tenggara sangat berbeda,” tuturnya.
Minimnya kolaborasi tersebut, lanjut dia, juga tecermin dalam rekam jejak hubungan Indonesia dan Vietnam. Ia mencatat, transaksi jual-beli alutsista strategis di antara kedua negara selama ini belum signifikan.
”Indonesia-Vietnam juga termasuk yang minim kerja sama industri pertahanan. Jual-beli alutsista antara kedua negara ini juga sangat minim. Indonesia pernah jual pesawat C-212 ke Vietnam tahun 2010-an dan ada transaksi-transaksi minor, tetapi tidak banyak,” katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, jika penjajakan pembelian alutsista strategis, seperti kapal perang, kali ini berhasil direalisasikan, hal tersebut akan menandai sebuah lompatan dan babak baru dalam kemitraan pertahanan kedua negara. Langkah ini sekaligus menjadi pengakuan penting bagi kapasitas industri pertahanan Indonesia di tingkat regional.
REM-331 dan WSH-991, Kapal PKR & BRS produk PAL Indonesia (Dispenal) Kepercayaan Vietnam terhadap produk industri pertahanan Indonesia semakin menguat.
Setelah menjadi pengguna bom latih buatan dalam negeri, Vietnam kini secara serius menjajaki kemungkinan pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista yang lebih strategis, termasuk kapal perang dari PT PAL Indonesia.
Peningkatan potensi kerja sama ini menjadi salah satu hasil utama pertemuan antara Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) RI Marsekal Madya (Purn) Donny Ermawan dan Wamenhan Vietnam Letnan Jenderal Senior Hoang Xuan Chien di Kompleks Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta, Kamis (18/9/2025). Pertemuan petinggi pertahanan dua negara tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 40 menit.
Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemenhan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang menyampaikan, pertemuan Wamenhan RI-Vietnam merupakan tindak lanjut konkret dari Dialog Kebijakan Pertahanan (Defence Policy Dialogue) yang telah berlangsung selama dua hari.
”Pembicaraan mengerucut pada penjajakan beberapa potensi kerja sama, termasuk pengadaan kapal dengan PT PAL, alat senjata dengan PT Pindad, dan juga kerja sama di bidang elektronika antara PT LEN dan mitranya di Vietnam,” ujar Frega seusai pertemuan.
Dasar dari penjajakan tersebut, lanjut dia, adalah kepuasan Vietnam atas kerja sama yang telah terjalin. Saat ini, Vietnam telah menggunakan bom latih produksi industri pertahanan Indonesia, yakni PT Dahana, untuk memperkuat armada angkatan udaranya. Hubungan tersebut bahkan berkembang dari sekadar jual-beli menjadi kemitraan jangka panjang.
”Ada pembicaraan bagaimana nantinya akan ada pendampingan untuk meningkatkan masa pakai (lifetime) bom tersebut. Ini menunjukkan adanya hubungan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Makin luas
Selain fokus pada industri pertahanan, kedua wakil menteri juga sepakat untuk meningkatkan interaksi dan interoperabilitas di antara angkatan bersenjata kedua negara. Kerja sama akan dijajaki di tingkat Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun Angkatan Udara, yang meliputi program pelatihan militer bersama, pertukaran personel, serta pendidikan.
Partisipasi aktif Vietnam dalam latihan multilateral yang diinisiasi Indonesia, seperti Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) pada Februari 2025 lalu, menjadi bukti nyata dari eratnya hubungan militer kedua negara.
”Bapak Wamenhan tadi secara khusus mengapresiasi kontribusi dan partisipasi Vietnam dalam MNEK. Interaksi seperti ini penting untuk membangun hubungan antarpersonel militer,” kata Frega.
Lebih lanjut, Vietnam juga mengusulkan perluasan kolaborasi untuk menjawab tantangan keamanan modern. ”Pihak Vietnam menyampaikan apabila memungkinkan untuk berkolaborasi dalam bidang kedokteran militer, keamanan siber, serta operasi pencarian dan penyelamatan (search and rescue), yang tentunya menjadi kebutuhan sangat konkret saat ini,” tuturnya.
Seluruh penguatan kerja sama ini, menurut Frega, merupakan wujud nyata dari nota kesepahaman (MoU) bidang pertahanan yang akan terus diperpanjang. Sebagai sesama anggota ASEAN, komitmen ini menjadi penting untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.
”Ini menjadi sebuah komitmen nyata bahwa Indonesia dan Vietnam berupaya untuk terus bekerja sama dan berkontribusi dalam mewujudkan stabilitas dan perdamaian, khususnya di Asia Tenggara,” tuturnya.
Terobosan
Pengamat militer dari Binus University, Tangguh Chairil, menilai, penjajakan kerja sama pertahanan yang lebih mendalam ini merupakan sebuah langkah positif. Ini menjadi terobosan penting di tengah minimnya kolaborasi industri pertahanan antarnegara di kawasan Asia Tenggara.
”Menurut saya baik karena selama ini kerja sama industri pertahanan antarnegara Asia Tenggara sangat minim. Pernah ada inisiatif ASEAN Defence Industry Collaboration (ADIC), tetapi terkendala karena kapasitas industri pertahanan negara-negara Asia Tenggara sangat berbeda,” tuturnya.
Minimnya kolaborasi tersebut, lanjut dia, juga tecermin dalam rekam jejak hubungan Indonesia dan Vietnam. Ia mencatat, transaksi jual-beli alutsista strategis di antara kedua negara selama ini belum signifikan.
”Indonesia-Vietnam juga termasuk yang minim kerja sama industri pertahanan. Jual-beli alutsista antara kedua negara ini juga sangat minim. Indonesia pernah jual pesawat C-212 ke Vietnam tahun 2010-an dan ada transaksi-transaksi minor, tetapi tidak banyak,” katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, jika penjajakan pembelian alutsista strategis, seperti kapal perang, kali ini berhasil direalisasikan, hal tersebut akan menandai sebuah lompatan dan babak baru dalam kemitraan pertahanan kedua negara. Langkah ini sekaligus menjadi pengakuan penting bagi kapasitas industri pertahanan Indonesia di tingkat regional.
💥 Kompas
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.