😷 Ilustrasi Pengolahan Limbah Medis B3 [ist] ★
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi pengolah limbah medis berskala kecil dan bersifat mobile. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan yang sangat diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah dan volume limbah medis Covid-19.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Medis COVID-19, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ada beberapa teknologi yang sudah proven yang dikembangkan untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile," ujar Handoko.
Handoko mengemukakan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah di daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang tidak banyak.
"Kalau kita harus membangun incinerator besar, itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat itu juga menimbulkan biaya tersendiri," imbuhnya.
Dalam rapat tersebut, Handoko juga mengusulkan kepada Jokowi sejumlah teknologi daur ulang limbah medis yang juga berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi.
"Ada insentif finansial dari sisi bisnis akibat daur ulang tersebut dan tentu itu akan berpotensi juta mengurangi biaya pengolahan limbah secara keseluruhan," jelasnya.
Salah satu teknologi yang dikembangkan BRIN adalah alat daur ulang jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa bubuk stainless steel murni. Selain itu terdapat juga alat daur ulang plastik medis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah Alat Pelindung Diri (APD) dan masker.
"APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh polypropylene (PP) murni, jenis plastik polypropylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi," katanya. (cha/cha)
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi pengolah limbah medis berskala kecil dan bersifat mobile. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan yang sangat diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah dan volume limbah medis Covid-19.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Medis COVID-19, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ada beberapa teknologi yang sudah proven yang dikembangkan untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile," ujar Handoko.
Handoko mengemukakan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah di daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang tidak banyak.
"Kalau kita harus membangun incinerator besar, itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat itu juga menimbulkan biaya tersendiri," imbuhnya.
Dalam rapat tersebut, Handoko juga mengusulkan kepada Jokowi sejumlah teknologi daur ulang limbah medis yang juga berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi.
"Ada insentif finansial dari sisi bisnis akibat daur ulang tersebut dan tentu itu akan berpotensi juta mengurangi biaya pengolahan limbah secara keseluruhan," jelasnya.
Salah satu teknologi yang dikembangkan BRIN adalah alat daur ulang jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa bubuk stainless steel murni. Selain itu terdapat juga alat daur ulang plastik medis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah Alat Pelindung Diri (APD) dan masker.
"APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh polypropylene (PP) murni, jenis plastik polypropylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi," katanya. (cha/cha)
❂ CNBC
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.