Bertemu Dubes Indonesia untuk Tiongkok
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin bertemu dengan Dubes Indonesia untuk Tiongkok Dajuhari Oratmangun. (Istimewa)
Lewat unggahan pada akun media sosialnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan bahwa dirinya sudah bertemu dengan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (28/5) lalu, mereka turut membahas soal pesawat tempur J-10 buatan Tiongkok.
Menhan Sjafrie menyampaikan, ada beberapa hal yang dibahas bersama saat Djauhari menemui dirinya. Semua adalah isu strategis. Mulai percepatan swasembada pangan, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI, hingga pengembangan industri farmasi pertahanan nasional. Termasuk didalamnya jet tempur J-10.
”Kami juga membahas kesiapan pengiriman pilot TNI AU ke Tiongkok untuk pelatihan pesawat tempur J-10 serta evaluasi fasilitas produksi alutsista. Di bidang kesehatan, dibahas pula proyek rumah sakit modern hasil kerja sama Indonesia–Tiongkok,” tulis Sjafrie.
Sjafrie mengakui hubungan bilateral antara Indonesia dengan Tiongkok semakin erat. Hubungan baik tersebut, lanjut dia, harus terus ditopang oleh kerja sama konkret dan komunikasi yang intensif. Dia menghaturkan terima kasih kepada Djauhari atas dukungan luar biasa yang telah membantu mengakselerasi banyak agenda penting nasional Indonesia.
Atas keterangan tersebut, Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Frega Wenas menyampaikan bahwa pelatihan yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara lain bisa dalam banyak konteks. Termasuk latihan bersama.
”Kalau untuk pelatihan dalam konteks latihan bersama dilakukan dengan banyak negara sebagai bentuk dari peningkatan kapasitas atau capacity building,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI M.Tony Harjono dalam wawancara bersama awak media di Jakarta memang tidak secara tegas menyebut ada rencana pemerintah untuk mendatangkan J-10 dari Tiongkok. Namun, dia menyatakan, sudah ada pandangan ke arah sana.
”Ada pandangan ke sana. Jadi, untuk penentuan alutsista juga tidak hanya, ya saya beli ini. Ada Dewan Penentu Alutsista, itu melalui rapat, pertimbangan ini-itu, dan kami bicarakan tidak dalam waktu singkat. Jadi, prosesnya tetap ada. Kita juga negara non aligned, tidak berpihak ke salah satu blok,” tegas Tony.
Dengan posisi tersebut, sambung Tony, Indonesia bisa mendatangkan alutsista dari mana saja. Hanya, dia menegaskan kembali, pengadaan alutsista untuk TNI bergantung pada kebijakan pemerintah. Sementara pemilihan alutsista sangat bergantung pada perkembangan lingkungan regional.
”Jadi apa yang menjadi alutsista yang diberikan kepada Angkatan Udara, kami sebetulnya menunggu dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tony menyampaikan bahwa Angkatan Udara bertugas sebagai pembina kekuatan. Panglima TNI dan Mabes TNI adalah pengguna kekuatan. Sementara Kementerian Pertahanan (Kemhan) adalah pengembang kekuatan.
”Jadi jenis apa saja, termasuk pesawat dari mana, jenisnya apa, kami menunggu arahan dari Kemhan. Mau dari China, mau dari Amerika, kami siap menerima,” tegas Tony.
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin bertemu dengan Dubes Indonesia untuk Tiongkok Dajuhari Oratmangun. (Istimewa)Lewat unggahan pada akun media sosialnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan bahwa dirinya sudah bertemu dengan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (28/5) lalu, mereka turut membahas soal pesawat tempur J-10 buatan Tiongkok.
Menhan Sjafrie menyampaikan, ada beberapa hal yang dibahas bersama saat Djauhari menemui dirinya. Semua adalah isu strategis. Mulai percepatan swasembada pangan, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI, hingga pengembangan industri farmasi pertahanan nasional. Termasuk didalamnya jet tempur J-10.
”Kami juga membahas kesiapan pengiriman pilot TNI AU ke Tiongkok untuk pelatihan pesawat tempur J-10 serta evaluasi fasilitas produksi alutsista. Di bidang kesehatan, dibahas pula proyek rumah sakit modern hasil kerja sama Indonesia–Tiongkok,” tulis Sjafrie.
Sjafrie mengakui hubungan bilateral antara Indonesia dengan Tiongkok semakin erat. Hubungan baik tersebut, lanjut dia, harus terus ditopang oleh kerja sama konkret dan komunikasi yang intensif. Dia menghaturkan terima kasih kepada Djauhari atas dukungan luar biasa yang telah membantu mengakselerasi banyak agenda penting nasional Indonesia.
Atas keterangan tersebut, Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Frega Wenas menyampaikan bahwa pelatihan yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara lain bisa dalam banyak konteks. Termasuk latihan bersama.
”Kalau untuk pelatihan dalam konteks latihan bersama dilakukan dengan banyak negara sebagai bentuk dari peningkatan kapasitas atau capacity building,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI M.Tony Harjono dalam wawancara bersama awak media di Jakarta memang tidak secara tegas menyebut ada rencana pemerintah untuk mendatangkan J-10 dari Tiongkok. Namun, dia menyatakan, sudah ada pandangan ke arah sana.
”Ada pandangan ke sana. Jadi, untuk penentuan alutsista juga tidak hanya, ya saya beli ini. Ada Dewan Penentu Alutsista, itu melalui rapat, pertimbangan ini-itu, dan kami bicarakan tidak dalam waktu singkat. Jadi, prosesnya tetap ada. Kita juga negara non aligned, tidak berpihak ke salah satu blok,” tegas Tony.
Dengan posisi tersebut, sambung Tony, Indonesia bisa mendatangkan alutsista dari mana saja. Hanya, dia menegaskan kembali, pengadaan alutsista untuk TNI bergantung pada kebijakan pemerintah. Sementara pemilihan alutsista sangat bergantung pada perkembangan lingkungan regional.
”Jadi apa yang menjadi alutsista yang diberikan kepada Angkatan Udara, kami sebetulnya menunggu dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tony menyampaikan bahwa Angkatan Udara bertugas sebagai pembina kekuatan. Panglima TNI dan Mabes TNI adalah pengguna kekuatan. Sementara Kementerian Pertahanan (Kemhan) adalah pengembang kekuatan.
”Jadi jenis apa saja, termasuk pesawat dari mana, jenisnya apa, kami menunggu arahan dari Kemhan. Mau dari China, mau dari Amerika, kami siap menerima,” tegas Tony.
★ Jawa Pos
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.