♖*Foto: Reza/Humas ITB ☆
Era revolusi industri 4.0 telah mampu mengubah cara berpikir, berkomunikasi, mempercepat pergerakan, dan konektivitas antara satu hal dengan yang lainya. Berbagai kemajuan di dalamnya ditandai dengan adanya komputerisasi, big data, dan teknologi artificial intelligence (AI), menyebabkan munculnya Revolutionary in Militarary Affairs (RMA) yang berdampak pada perubahan strategi dan taktik tempur dalam peperangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Laksamana Muda TNI Dr. Ammarulla Octavian, S.T., M.Sc.,D.E.S.D., saat memberikan kuliah umum dalam Studium Generale KU-4078 ITB, mengenai “Teknologi Peperangan Laut Modern” di Aula Barat ITB, Rabu (16/10/2019).
Dalam kuliah umum tersebut, ia menjelaskan pentingnya pertahanan nasional agar tercipta suasana aman dan kondusif disertai dengan peralatan dan teknologi canggih. Terlebih lagi Indonesia telah memasuki era globalisasi dan revolusi industri 4.0. Oleh karena itu, TNI-Angkatan Laut dituntut untuk beradaptasi dan berevolusi lebih cepat untuk melakukan perubahan besar.
Salah satu strategi peperangan yang berkembang adalah Gray Zone Strategy (GZS), yakni suatu strategi dengan tujuan mencapai keamanan tanpa memerlukan penggunaan kekuatan militer secara langsung.
Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut tersebut menyampaikan, bahwa hal yang sangat patut diwaspadai saat ini melihat perairan Indonesia yang begitu luas yaitu peperangan bawah permukaan atau biasa disebut peperangan anti kapal selam (Anti-Submarine Warfare/ASW), di mana musuh dapat datang kapan saja tanpa sepengetahuan siapa pun, sehingga perlu dikembangkan alat pendeteksi. “Sistem yang dikembangkan sampai saai ini di TNI-AL dirancang untuk beroperasi di perairan laut dalam melawan kapal selam nuklir,” ujarnya.
Begitu juga dengan peperangan anti udara (Anti-Air Warface/AAW), AAW beroperasi sebagai upaya pertahanan udara yang dilakukan oleh TNI untuk melindungi dari ancaman udara melalui pertahanan mendalam dan pendekatan berlapis yang dirancang untuk melumpuhkan ancaman pada jarak maksimum yang memungkinkan.
Dewasa ini sangat banyak perkembangan teknologi yang pesat, salah satunya negara Amerika yang telah siap dengan teknologi kapal selam mereka yang dirancang dapat bertahan selama dua tahun di dalam laut. Ia mengatakan, Indonesia turut berbangga dengan peralihan teknologi dalam sistem rudal dari yang otomatis menjadi otonomus, hal ini berarti tiap rudal yang ditembakkan meleset dari target, maka rudal tersebut dapat berbelok dan mengerjar target yang diincarnya.
Laksana muda Oktavian meyakini, “Perguruan tinggi merupakan entitas sekaligus mesin pengoptimalan produksi manusia berkualitas,” ujarnya. Dari situ, diharapkan adanya kontribusi mahasiswa Indonesia sebagai SDM unggul untuk mendukung teknologi peperangan laut. Sehingga tantangan mahasiswa ke depan yaitu menguasai teknologi 4.0 disertai karakter yang kuat.
Mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi ‘agent of change’ tetapi dapat menjadi ‘leader of change’ pemimpin perubahan pada masa yang akan datang. Ia juga mengharapkan ada dari mahasiswa S1 dan S2 ITB untuk menjadi perwira di Angkatan Laut serta teknokrat-teknokrat yang ikut membantu militer.
Era revolusi industri 4.0 telah mampu mengubah cara berpikir, berkomunikasi, mempercepat pergerakan, dan konektivitas antara satu hal dengan yang lainya. Berbagai kemajuan di dalamnya ditandai dengan adanya komputerisasi, big data, dan teknologi artificial intelligence (AI), menyebabkan munculnya Revolutionary in Militarary Affairs (RMA) yang berdampak pada perubahan strategi dan taktik tempur dalam peperangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Laksamana Muda TNI Dr. Ammarulla Octavian, S.T., M.Sc.,D.E.S.D., saat memberikan kuliah umum dalam Studium Generale KU-4078 ITB, mengenai “Teknologi Peperangan Laut Modern” di Aula Barat ITB, Rabu (16/10/2019).
Dalam kuliah umum tersebut, ia menjelaskan pentingnya pertahanan nasional agar tercipta suasana aman dan kondusif disertai dengan peralatan dan teknologi canggih. Terlebih lagi Indonesia telah memasuki era globalisasi dan revolusi industri 4.0. Oleh karena itu, TNI-Angkatan Laut dituntut untuk beradaptasi dan berevolusi lebih cepat untuk melakukan perubahan besar.
Salah satu strategi peperangan yang berkembang adalah Gray Zone Strategy (GZS), yakni suatu strategi dengan tujuan mencapai keamanan tanpa memerlukan penggunaan kekuatan militer secara langsung.
Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut tersebut menyampaikan, bahwa hal yang sangat patut diwaspadai saat ini melihat perairan Indonesia yang begitu luas yaitu peperangan bawah permukaan atau biasa disebut peperangan anti kapal selam (Anti-Submarine Warfare/ASW), di mana musuh dapat datang kapan saja tanpa sepengetahuan siapa pun, sehingga perlu dikembangkan alat pendeteksi. “Sistem yang dikembangkan sampai saai ini di TNI-AL dirancang untuk beroperasi di perairan laut dalam melawan kapal selam nuklir,” ujarnya.
Begitu juga dengan peperangan anti udara (Anti-Air Warface/AAW), AAW beroperasi sebagai upaya pertahanan udara yang dilakukan oleh TNI untuk melindungi dari ancaman udara melalui pertahanan mendalam dan pendekatan berlapis yang dirancang untuk melumpuhkan ancaman pada jarak maksimum yang memungkinkan.
Dewasa ini sangat banyak perkembangan teknologi yang pesat, salah satunya negara Amerika yang telah siap dengan teknologi kapal selam mereka yang dirancang dapat bertahan selama dua tahun di dalam laut. Ia mengatakan, Indonesia turut berbangga dengan peralihan teknologi dalam sistem rudal dari yang otomatis menjadi otonomus, hal ini berarti tiap rudal yang ditembakkan meleset dari target, maka rudal tersebut dapat berbelok dan mengerjar target yang diincarnya.
Laksana muda Oktavian meyakini, “Perguruan tinggi merupakan entitas sekaligus mesin pengoptimalan produksi manusia berkualitas,” ujarnya. Dari situ, diharapkan adanya kontribusi mahasiswa Indonesia sebagai SDM unggul untuk mendukung teknologi peperangan laut. Sehingga tantangan mahasiswa ke depan yaitu menguasai teknologi 4.0 disertai karakter yang kuat.
Mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi ‘agent of change’ tetapi dapat menjadi ‘leader of change’ pemimpin perubahan pada masa yang akan datang. Ia juga mengharapkan ada dari mahasiswa S1 dan S2 ITB untuk menjadi perwira di Angkatan Laut serta teknokrat-teknokrat yang ikut membantu militer.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.