Infografik Anggaran Fungsi Pertahanan (Kompas) ★
Kementerian Pertahanan berencana meningkatkan anggaran belanja pertahanan mencapai 1 persen hingga 1,5 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Selama ini, anggaran pertahanan hanya berkisar 0,7 persen-0,8 persen, sedangkan idealnya kebutuhan minimal untuk membangun kekuatan pertahanan mencapai 1,5 persen-2 persen dari PDB.
Keterbatasan anggaran pertahanan berdampak signifikan terhadap upaya modernisasi alat utama sistem senjata di Indonesia. Pasalnya, banyak alutsista yang telah usang dan membutuhkan penggantian.
Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan Frega Wenas Inkiriwang saat ditemui di Balai Media Kemenhan, Jakarta, Kamis (16/1/2025), menyampaikan, dalam Rapat Pimpinan Kemenhan dan TNI 2025, salah satu poin yang ditekankan adalah rencana menambah anggaran untuk pertahanan dari produk domestik bruto. Selama ini, anggaran belanja untuk pertahanan masih berkisar 0,7 persen-0,8 persen. Rapat pimpinan Kemenhan sebelumnya digelar secara tertutup.
Sementara itu, negara-negara luar memiliki anggaran pertahanan di atas 2 persen dari PDB nasional mereka. ”Peningkatan proyeksi anggaran pertahanan nasional yang sebelumnya 0,8 persen ini diproyeksikan bisa di atas 1 persen, bahkan sampai 1,5 persen, tentu secara bertahap dan komprehensif,” kata Frega.
Masih jauh
Persentase alokasi anggaran 0,8 persen dari PDB untuk belanja pertahanan Indonesia itu dinilai masih jauh di bawah negara-negara maju seperti Amerika Serikat (3,7 persen), Inggris (2,2 persen), dan Perancis (2,1 persen). Sementara itu, negara-negara di Asia seperti China dan Korea Selatan membelanjakan 1,7 persen sampai 2,8 persen dari PDB untuk belanja pertahanan mereka.
Beberapa anggota ASEAN seperti Malaysia dan Filipina membelanjakan sekitar 1 persen dari PDB, sementara Singapura menyumbangkan 3,2 persen dari PDB nasional mereka untuk keperluan pertahanan.
Meski demikian, Frega mengakui untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah. Sebab, penetapan belanja pertahanan sebesar 1,5 persen harus didukung oleh kondisi perekonomian yang stabil.
Beberapa program perekonomian pemerintah seperti hilirisasi ekonomi, penguatan investasi, dan ketahanan pangan diyakini akan memberikan dampak baik bagi ketahanan ekonomi Indonesia. Kemenhan mendukung program-program tersebut demi kuatnya kedaulatan negara.
”Secara nilai ini masih dalam proses. Saya tidak bisa menyebutkan karena itu, kan, terkait dengan PDB. PDB, kan, bervariasi, tapi kita bermainnya di alokasi proporsional dari PDB. Kita juga melihat stabilitas nasional kita dengan ekonomi, makanya salah satu poin itu juga yang ditekankan oleh Pak Menhan dalam rapim dengan TNI ini,” kata Frega.
Mendukung modernisasi
Rencana peningkatan anggaran, lanjut Frega, juga demi mendukung modernisasi alat utama sistem senjata dan industri pertahanan nasional. Alutsista menjadi salah satu hal prioritas Kemenhan dan TNI pada tahun 2025. Sebab, banyak alutsista yang telah usang dan membutuhkan penggantian.
Frega mencontohkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia perlu memperkuat kapal-kapal perang. Selain itu, dari segi pertahanan udara, pemerintah juga mencanangkan penguatan alutsista, mulai dari pesawat tempur, pesawat angkut, hingga rudal sensorik. Meski demikian, ia tidak menyebutkan alutsista apa saja yang akan dihadirkan pada tahun ini.
”Kita sebagai negara kepulauan diproyeksikan untuk memperkuat kapal-kapal perang kita, fregat, kemudian juga tentu kapal selam, dan sensoring, termasuk juga dengan misil, kemudian peluru. Dan tidak lupa terkait dengan masalah alutsista siber, itu yang sempat dibahas,” tambah Frega.
Selain itu, dalam Rapimnas Kemenhan dan TNI 2025 juga dibahas reformasi birokrasi pertahanan negara serta pembangunan kapasitas intelektual dari sumber daya manusia (SDM) Kemenhan-TNI. Harapannya, bisa menciptakan program-program muda yang andal dan cerdas dengan target kaderisasi pemerintah di masa depan.
Dalam arahannya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antara Kemenhan dan TNI, serta strategi pertahanan dan anggaran dalam mengelola dan menunjang kekuatan pertahanan.
”Rapim Kemenhan dan TNI ini kita jadikan navigasi dalam mengemban tugas untuk bangsa dan negara yang berada di pundak kita sekalian, sebagai institusi negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” ujar Sjafrie dalam keterangan tertulis.
Sjafrie juga mengingatkan hal-hal yang perlu diwaspadai, termasuk memberikan penekanan pentingnya keterpaduan ketiga matra dalam menghadapi beragam dinamika ancaman dan tantangan bangsa.
Ia berharap, rapim kali ini dapat menjadi landasan kuat bagi pengembangan kebijakan pertahanan yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika global serta memperkuat kesiapan TNI dalam menjaga kedaulatan negara.
Asumsi pertumbuhan 7 persen
Analis Lab 45 bidang politik dan keamanan, Christian Guntur Lebang, mengatakan, dari kajian, anggaran sektor pertahanan sebuah negara biasanya dialokasikan berkisar 1-1,5 persen dari produk domestik bruto. Indonesia pun memang sudah memiliki rencana untuk secara bertahap meningkatkan anggaran pertahanannya, mulai dari 0,5 persen sampai mencapai 1,5 persen. Namun, rencana peningkatan anggaran pertahanan itu mengasumsikan pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 7 persen.
”Yang menjadi berat adalah kita tidak pernah mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen,” kata Christian.
Selain itu, selama 15 tahun terakhir anggaran untuk sektor pertahanan bukan anggaran kementerian tidak bertambah secara signifikan. Jika dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk ekonomi dan perlindungan sosial, anggaran untuk sektor pertahanan lebih kecil.
Dari anggaran pertahanan yang digelontorkan setiap tahun, sekitar 50 persen justru digunakan untuk membiayai hal-hal yang tidak terkait langsung dengan pertahanan. Sementara hanya sekitar 30 persen anggaran yang digunakan untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan serta biaya perawatan dan pemeliharaan.
”Modernisasi alutsista mau tidak mau membutuhkan anggaran yang lebih besar daripada yang disediakan selama ini. Namun, alokasi anggaran pertahanan yang lebih besar mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya 8 persen per tahun,” katanya.