Bus listrik LIPI |
Jakarta - Para ilmuwan dan peneliti di Indonesia telah
mampu menciptakan mobil listrik. Sebut saja para peneliti LIPI atau
Dasep Ahmadi, seorang ilmuwan dari Depok, Jawa Barat. Namun sayangnya,
industrialisasi mobil listrik di Indonesia masih banyak menemui kendala.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menjelaskan, orang Indonesia mampu menciptakan prototipe, namun ketika akan memasuki tahap produksi massal, kendala permodalan menjadi hambatan.
"Kita tidak ada capital, skema khusus, sistem penjaminan, itu semua belum kondusif. Perlu ada terobosan, misalnya ada skema khusus, tingkat bunga yang khusus. Itu sudah lama dibincangkan," kata Lukman saat ditemui di Puspiptek Serpong, Tangerang, Senin (26/8/2013).
Masalah permodalan tentu berkaitan dengan adanya investasi yang masuk dari investor yang tertarik. Lukman mengatakan, saat ini tahap pendekatan kepada investor masih sedang dilakukan, agar nantinya mobil listrik tak hanya berhenti di tahap pembuatan prototipe saja.
"Kita kampanye, supaya orang-orang tahu dan membuka kemungkinan itu (investasi)," katanya.
Selain itu, Lukman menambahkan, perlu adanya peranan dari pemerintah untuk memajukan industri ini. Pemberian insentif bisa menjadi pendorong bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
"Pemerintah harus menjembatani. Perlunya insentif, di mana pemerintah melakukan intervensi untuk hal tertentu," lanjutnya.
Saat ini jumlah peneliti di Indonesia masih terbilang sangat kurang. Jika dibandingkan dengan negara maju seperti di Amerika Serikat (AS), dari sisi kuantitas peneliti, Indonesia masih kalah jauh.
"Selain itu SDM (sumber daya manusia). hitungan kita peneliti di Indonesia 100 per sejuta penduduk. Negara lain Amerika 6.000 per sejuta penduduk. Kita butuh 200 ribu penelitian sekarang ini," tegasnya.(zul/hen)
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menjelaskan, orang Indonesia mampu menciptakan prototipe, namun ketika akan memasuki tahap produksi massal, kendala permodalan menjadi hambatan.
"Kita tidak ada capital, skema khusus, sistem penjaminan, itu semua belum kondusif. Perlu ada terobosan, misalnya ada skema khusus, tingkat bunga yang khusus. Itu sudah lama dibincangkan," kata Lukman saat ditemui di Puspiptek Serpong, Tangerang, Senin (26/8/2013).
Masalah permodalan tentu berkaitan dengan adanya investasi yang masuk dari investor yang tertarik. Lukman mengatakan, saat ini tahap pendekatan kepada investor masih sedang dilakukan, agar nantinya mobil listrik tak hanya berhenti di tahap pembuatan prototipe saja.
"Kita kampanye, supaya orang-orang tahu dan membuka kemungkinan itu (investasi)," katanya.
Selain itu, Lukman menambahkan, perlu adanya peranan dari pemerintah untuk memajukan industri ini. Pemberian insentif bisa menjadi pendorong bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
"Pemerintah harus menjembatani. Perlunya insentif, di mana pemerintah melakukan intervensi untuk hal tertentu," lanjutnya.
Saat ini jumlah peneliti di Indonesia masih terbilang sangat kurang. Jika dibandingkan dengan negara maju seperti di Amerika Serikat (AS), dari sisi kuantitas peneliti, Indonesia masih kalah jauh.
"Selain itu SDM (sumber daya manusia). hitungan kita peneliti di Indonesia 100 per sejuta penduduk. Negara lain Amerika 6.000 per sejuta penduduk. Kita butuh 200 ribu penelitian sekarang ini," tegasnya.(zul/hen)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.