blog-indonesia.com

N 250 IPTN

Prototype pesawat pertama angkut penumpang dengan sistem fly by wire produksi IPTN, Bandung - Indonesia Teknologi

CN 235 MPA

Pesawat patroli maritim CN-235 produksi PT DI - Indonesia Teknologi

NC 212 MPA

Pesawat patroli maritim NC-212 produksi PT DI, Bandung - Indonesia Teknologi

N 219

Pesawat karya anak bangsa, kerjasama BUMNIS diproduksi PT DI - Indonesia Teknologi

Drone LEN

Drone Bersenjata karya LEN - Indonesia Teknologi

Star 50

Kapal kargo 190 m dengan bobot 50.000 dwt merupakan kapal angkut terbesar pertama buatan Indonesia, produksi PT PAL, Surabaya - Indonesia Teknologi

LPD KRI Banda Aceh

Kapal perang serba guna produksi PT PAL, Surabaya, merupakan kapal dengan panjang 125 m hasil desain anak bangsa dengan lisensi Korea - Indonesia Teknologi

SSV Filipina

Strategic Sealift Vessel produk ekspor kapal perang pertama PAL Indonesia - Indonesia Teknologi

KN Tanjung Datu 1101

KN Tanjung Datu 1101 Bakamla, kapal patroli 110m produksi PT Palindo

KRI I Gusti Ngurah Rai 332

PKR 10514 class, Kapal frigat produksi bersama PT PAL indonesia - Indonesia Teknologi

KN 321 Pulau Nipah

KN Pulau Nipah 321 Bakamla, kapal 80 m produksi PT Citra Shipyard, Batam

KRI Bung Karno 369

KRI Bung Karno 369 produksi PT Karimun Anugrah Sejati

KCR 60 KRI Tombak 629

Kapal Cepat Rudal-60 produksi PT. PAL, Indonesia. Merupakan kapal pemukul reaksi cepat produksi Indonesia. - Indonesia Teknologi

BC 60002

Kapal Patroli Bea dan Cukai produksi PT Dumas Tanjung Perak Shipyards. - Indonesia Teknologi

FPB 57 KRI Layang

Kapal patroli cepat berpeluru kendali atau torpedo 57 m rancangan Lurssen, Jerman produksi PT PAL, Surabaya - Indonesia Teknologi

KCR 40 KRI Clurit

Kapal Cepat Rudal-40 produksi PT. Palindo Marine, Batam. Senilai kurang lebih 75 Milyar Rupiah, merupakan kapal pemukul reaksi cepat produksi Indonesia. - Indonesia Teknologi

PC 40 KRI Torani 860

Kapal patroli 40 m produksi beberapa galangan kapal di Indonesia, telah diproduksi diatas 10 unit - Indonesia Teknologi

PC 40 KRI Tarihu

Kapal patroli 40 m berbahan plastik fiberglass produksi Fasharkan TNI AL Mentigi Tanjung Uban, Riau - Indonesia Teknologi

KRI Klewang

Merupakan Kapal Pertama Trimaran, produksi PT Lundin - Indonesia Teknologi

Hovercraft Kartika

Hovercraft utility karya anak bangsa hasil kerjasama PT. Kabindo dengan TNI-AD dengan kecepatan maksimum 40 knot dan mampu mengangkut hingga 20 ton - Indonesia Teknologi

Hovercraft Indonesia

Hovercraft Lumba-lumba dengan kecepatan maksimum 33 knot dan mampu mengangkut 20 pasukan tempur produksi PT Hoverindo - Indonesia Teknologi

X18 Tank Boat Antasena

Tank Boat Antasena produk kerjasama PT Lundin dengan Pindad - Indonesia Teknologi

Sentry Gun UGCV

Kendaraan khusus tanpa awak dengan sistem robotik yang dirancang PT Ansa Solusitama Indonesia - Indonesia Teknologi

MT Harimau 105mm

Medium tank dengan kanon 105 mm produksi PT Pindad - Indonesia Teknologi

Badak FSV 90mm

Kendaraan tempur dengan kanon 90 mm cockeril produksi PT Pindad - Indonesia Teknologi

Panser Anoa APC

Kendaraan angkut militer produksi PT Pindad, Bandung - Indonesia Teknologi

Tank SBS Pindad

Kendaraan militer prototype Pindad - Indonesia Teknologi

APC PAL AFV

Kendaraan angkut pasukan amfibi hasil modifikasi dari BTR-50 PM produksi PT PAL, Surabaya sehingga meninggkatkan keamanan dan daya jelajahnya - Indonesia Teknologi

MLRS Rhan 122B

Kendaraan militer multilaras sistem roket Rhan 122B produksi PT Delima Jaya - Indonesia Teknologi

PT44 Maesa

Kendaraan angkut militer produksi Indonesia - Indonesia Teknologi

MCCV

Mobile Command Control Vehicle (MCCV) kerjasama dengan PT PT Bhinneka Dwi Persada - Indonesia Teknologi

Ganilla 2.0

Kendaraan khusus dapur lapangan produksi PT Merpati Wahana Raya - Indonesia Teknologi

Komodo 4x4

Kendaraan militer taktis produksi Pindad, Bandung - Indonesia Teknologi

Maung 4x4

Kendaraan taktis produksi Pindad, Bandung - Indonesia Teknologi

Turangga APC 4x4

Kendaraan militer taktis produksi PT Tugas Anda dengan chassis kendaraan Ford 550 - Indonesia Teknologi

GARDA 4x4

Kendaraan militer taktis hasil karya anak bangsa - Indonesia Teknologi

ILSV

Kendaraan taktis Indonesia Light Strike Vehicle (ILSV) produksi PT Jala Berikat Nusantara Perkasa - Indonesia Teknologi

P1 Pakci

Kendaraan taktis angkut pasukan P1 Pakci produksi PT Surya Sentra Ekajaya (SSE), berbodi monokok dengan mesin diesel 3000 cc milik Toyota Land Cruiser - Indonesia Teknologi

P2 APC Cougar

Kendaraan taktis angkut pasukan produksi PT. Surya Sentra Ekajaya (SSE) dengan mesin diesel turbo bertenaga 145 hp - Indonesia Teknologi

P3 APC Ransus Cheetah

Kendaraan khusus produksi PT. Surya Sentra Ekajaya (SSE) - Indonesia Teknologi

P6 ATAV

Kendaraan khusus produksi PT. Surya Sentra Ekajaya (SSE) - Indonesia Teknologi

DMV30T

Kendaraan taktis Dirgantara Military Vehicle (DMV-30T) menggunakan mesin diesel 3000 cc Ford Ranger produksi PT DI, Bandung - Indonesia Teknologi

Mobil Hybrid LIPI

Prototipe mobil tenaga hybrid produksi LIPI - Indonesia Teknologi

Mobil Listrik MARLIP (Marmut LIPI)

Prototipe mobil Listrik karya LIPI - Indonesia Teknologi

Mobil Nasional Esemka Digdaya

Mobil hasil karya anak SMK Solo dengan rancangan dari China - Indonesia Teknologi

Teknik Sosrobahu

Struktur pondasi jalan layang yang dapat digerakan 90° sehingga tidak memakan banyak tempat dan merupakan desain anak bangsa - Indonesia Teknologi

Sabtu, 31 Januari 2015

Presiden Perancis Mengaku Terkesan dengan Inovasi Jokowi

Presiden Perancis Francois Hollande.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis, Kepangeranan Monaco dan Andora, Hotmangaradja Pandjaitan telah menyerahkan Surat-surat Kepercayaan kepada Presiden Perancis, François Hollande, Kamis (29/1/2015). Penyerahan dilakukan di Istana Elysées, Paris, Perancis.

Berdasarkan rilis yang diterima KOMPAS.com dari Pensosbud KBRI di Paris, Sabtu (31/1/2015), Dubes RI diterima oleh Presiden Hollande dalam prosesi penyerahan Surat-surat Kepercayaan bersama dengan sejumlah duta besar lainya. Adapun duta besar lain itu berasal dari Zimbabwe, Ukraina, Vietnam, Nepal, Polandia, Afrika Selatan, UAE, Gambia, Hungaria, Republik Afrika Tengah dan Kosta Rika.

Acara penyerahan dilaksanakan secara khidmat dilanjutkan audiensi dengan Presiden François Hollande secara singkat.

Sebagai Dubes, Hotmangaradja menyampaikan salam hangat dari Presiden Joko Widodo dan rakyat Indonesia kepada Presiden François Hollande dan rakyat Perancis. Presiden Hollande menyambut baik kedatangan Duta Besar RI dan menyampaikan harapannya agar kemitraan strategis Indonesia – Prancis dapat diperkuat pada tingkatan dan intensitas yang lebih tinggi (high level).

Presiden Hollande juga menyampaikan bahwa pihaknya terkesan dengan inovasi Presiden Joko Widodo di bidang kebijakan (policy-making), pendidikan, dan lingkungan. Selain itu, Perancis juga mengharapkan dapat menjajaki lebih lanjut kerja sama di bidang kemaritiman.

Kerja sama kedua negara telah mencapai tahap Kemitraan Strategis pada tahun 2011 yang mencakup strategi peningkatan kerja sama di bidang politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi pembangunan, lingkungan, pendidikan, kebudayaan dan kerja sama antar masyarakat.

Sebagai upaya tindak lanjut kemitraan tersebut, telah berlangsung sejumlah pertemuan tingkat pejabat tinggi. Di antaranya pertemuan Menteri Luar Negeri kedua negara pada bulan Agustus 2013 di Jakarta dan Januari 2014 di Paris, serta pertemuan tingkat Kepala Negara pada kesempatan pertemuan G-20 di Brisbane, Australia bulan November 2014.

Di bidang perdagangan dan investasi, neraca perdagangan Prancis dengan Indonesia periode Januari sampai dengan Juni 2014 menunjukkan angka surplus bagi Indonesia sebesar 45,6 juta Euro, di mana ekspor Indonesia ke Prancis mencapai 515,2 juta Euro dan impor senilai 469,6 juta Euro. Sementara realisasi investasi Prancis di Indonesia pada tahun 2013 sebesar USD 102 juta dengan jumlah proyek sebesar 124 proyek.

Nilai investasi tertinggi tercatat pada tahun 2012 sebesar USD 158,7 juta (52 proyek). Untuk tahun 2014, nilai investasi selama semester pertama sebesar USD 69,88 juta untuk 59 proyek. Beberapa perusahaan Prancis yang berinvestasi di Indonesia antara lain TOTAL E&P, Schneider Electric, Lafarge Cement, L'Oreal, Alstom, Danone, Louis Vuitton, Carrefour, Galeries Lafayette, Bourbon, dan Weda Bay Nickel.

  Kompas  

Thailand Sudah Pesan Pesawat N219 Buatan Indonesia

Ilustrasi Pesawat N-219 buatan PT Dirgantara Indonesia.✈️

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengatakan bahwa Thailand sudah memesan pesawat N219 yang risetnya tengah dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

"Riset N219 ini tengah dibuat, dilakukan. Harapannya, pada pertengahan tahun ini sudah bisa digelindingkan keluar hanggar, sudah bentuk bodi pesawat," katanya di Semarang, Jumat (30/1/2015) malam.

Meski pesawat N219 masih dalam proses riset, dia mengatakan, sudah ada negara lain yang memesan pesawat penumpang berukuran kecil itu, yakni Thailand. Selain itu, ada juga negara lain yang menyatakan tertarik.

"Sudah ada pemesanan N219 dari Thailand. Yang sudah melihat-lihat Filipina. Namun, yang sudah jelas memesan adalah Thailand. Diharapkan, akhir 2015, sudah bisa terbang, teruji," tuturnya.

"Kalau semuanya sudah beres, termasuk sertifikasi pesawat, ditargetkan pada 2016 sudah bisa dilakukan produksi massal untuk pesawat N219. Pesawat ini memiliki berbagai kelebihan," katanya.

N-219 rancangan PT Dirgantara Indonesia berbasiskan CASA C-212/NC-212 Aviocar yang produksinya lebih dulu dilakukan di hanggar produksinya, di Bandung.

Dengan banderol harga 4 juta dollar AS, N219 bisa mengangkut 19 orang dengan beban maksimal lepas landas sekitar 7,5 ton dari bobot kosongnya sekitar 4,5 ton. N219 ditenagai dua mesin Pratt & Whitney PT6A-42 yang bisa membuatnya terbang hingga jarak tempuh ekonomis sekitar 1.100 kilometer pada kecepatan jelajah sekitar 400 kilometer per jam.

Walau dirancang untuk bisa beroperasi dengan perawatan pada kondisi di wilayah terpencil, N219 dilengkapi instrumen cukup canggih, di antaranya adalah head-up display memampangkan instrumen penerbangan digital.

Maklum, N219 didedikasikan bisa menggantikan DHC-6 Twin Otter buatan de Havilland, Kanada, yang dikenal di seluruh dunia sangat tangguh dan andal dalam operasionalisasinya di wilayah-wilayah terpencil dengan fasilitas sangat minim.

Ia menjelaskan, pesawat N219 memang didesain untuk transportasi udara antardaerah dan antarpulau dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan kelebihannya tidak memerlukan landasan panjang.

"Panjang landasan yang dibutuhkan untuk pesawat ini hanya 550-600 meter. Jadi, memang tidak butuh landasan panjang. Biasanya, landasan sampai 1,4, 1,8, 2,4 dan 2,8 kilometer," katanya.

Menurut dia, potensi pemasaran pesawat ini cukup besar, terutama dari dalam negeri yang kebutuhannya mencapai 200 pesawat, tetapi tentunya kebutuhan itu tidak semuanya bisa tercukupi.

"Kapasitas produksi di pabriknya saja hanya 24 pesawat setahun. Kalau kebutuhannya 200 pesawat kan bisa sampai delapan tahun baru terpenuhi. Makanya, kami dorong pengembangan kapasitas produksi," kata Nasir.

  ✈️ detik  

Drone Buatan LAPAN

Akan Awasi Perairan Indonesia dari Ancaman Illegal Fishing Drone buatan LAPAN (Foto: lapan.go.id)

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) saat ini sedang mengembangkan pesawat tanpa awak untuk mengawasi perairan Indonesia. Nantinya pesawat jenis drone itu akan memberi laporan ke darat jika ada illegal fishing.

Hal itu diungkapkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof M. Nasir di sela peluncuran buku berjudul "100 Tokoh Jawa Tengah" di Hotel Santika Premiere Semarang hari Jumat (30/1/2015) malam.

M. Nasir mengatakan pihaknya mendukung Presiden Joko Widodo terkait pengawasan di perairan Indonesia. Oleh sebab itu dikembangkanlah drone yang sanggup membantu pengawasan agar tidak ada illegal fishing.

"Pesawat tanpa awak, bisa terbang sejauh 200 km dari darat, bisa dikendalikan dari darat dan terekam lewat kamera. Ini drone. Nantinya bisa berikan sinyal jika ada illegal fishing kemudian pengawas langsung meluncur," kata M. Nasir.

Meski demikian menurutnya masih perlu banyak pengembangan karena jarak tempuh 200 km sangatlah kurang sehingga perlu diperluas agar tugas pemantauan di perairan Indonesia lebih mudah.

"Tidak cukup 200 km, harus lebih besar lagi sekitar 600 km. Riset ini dari LAPAN," tandasnya.(alg/mpr)

  detik  

Jumat, 30 Januari 2015

Antara AirAsia QZ8501 dan Air France yang Jatuh ke Atlantik

Investigasi AirAsiahttp://images.cnnindonesia.com/visual/2015/01/01/a5cce7da-d904-41a3-9818-b04566644f14_169.jpg?w=650Pesawat Air France. (Wikipedia Common/Joe Ravi)

Pesawat AirAsia QZ8501 sempat naik dengan kecepatan tak wajar di atas batas normal, berhenti di puncak ketinggian, lalu jatuh ke laut. Hal tersebut sama dengan yang terjadi pada Air France 447 yang jatuh ke Samudra Atlantik, 1 Juni 2009, dalam penerbangannya dari Rio de Janeiro, Brasil, ke Paris, Perancis.

Meski sempat mengalami ‘gejala’ serupa sebelum jatuh ke laut, namun menurut pakar penerbangan dan investigator swasta kasus kecelakaan pesawat Gerry Soejatman, penyebab kecelakaan AirAsia dan Air France berbeda. Saat kecelakaan AF447, Gerry ikut membantu rekannya di maskapai itu melakukan penyelidikan secara independen.

Gerry yang sempat berbincang soal QZ8501 dengan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi, yakin dua kecelakaan pesawat tersebut dipicu oleh hal berbeda walau ada sejumlah kesamaan di antara keduanya.

Untuk diketahui, kecelakaan pesawat bisa jadi tak hanya dipicu oleh satu faktor, tapi gabungan beberapa faktor. Untuk kasus Air France 447, pesawat terkena icing, yakni terbentuknya es akibat kondisi atmosfer pada mesin atau permukaan pesawat.

“Air France terkena icing. Ada es yang mengeblok pitot (tabung untuk mengukur kecepatan pesawat). Akibatnya komputer salah mendeteksi, salah menerima data aliran udara. Sistem komputer sudah dibuat bisa menyadari kesalahan ini sehingga meminta pilot untuk menerbangkan pesawat sendiri secara manual, tidak pakai autopilot,” ujar Gerry dalam kunjungannya ke kantor CNN Indonesia, Rabu (21/1).

“Pilot AF447 yang menerbangkan pesawat secara manual, tidak mengendalikan pesawat dengan baik. Tapi jangan salahkan pilot, karena memang ada masalah yang terjadi,” kata Gerry. Ia kembali menegaskan bahwa dalam setiap kasus kecelakaan, penyebabnya kerap bukan satu faktor.

Dalam kendali manual pilot itulah, ujar Gerry, AF447 naik ke ketinggian yang cukup tinggi, mendapat peringatan stall, lalu pesawat mengalami stall. Stall ialah kondisi ketika pesawat kehilangan daya untuk terbang akibat aliran udara pada sayap terlalu lambat.

“Dalam kondisi itu (stall), pilot menahan terus pesawat itu hingga akhirnya jatuh dengan bagian bagian belakang bawah pesawat lebih dulu menyentuh laut,” kata Gerry.

Apa yang dikemukakan Gerry tersebut sama dengan hasil investigasi resmi terhadap AF447 yang menyebut pesawat itu jatuh dari ketinggian 38 ribu kaki ke laut dalam waktu empat menit.

Dalam hal tersebut, ujar Gerry, kemiripan antara kecelakaan AirAsia QZ8501 dan Air France 447 tak terelakkan. “Kasus AirAsia juga begitu. Pesawat naik, lalu jatuh dengan kemungkinan pada posisi sama (seperti AF447), yakni bagian belakang bawah pesawat lebih dulu menyentuh permukaan laut,” kata dia.

Artinya, pesawat tidak jatuh ke laut dalam posisi menukik dengan hidung pesawat lebih dulu menyentuh air laut. Hal tersebut, menurut Gerry, terlihat dari kondisi bangkai pesawat yang ditemukan.

QZ8501 ditemukan di dasar laut tidak seluruhnya dalam serpihan kecil. Bagian ekor dan badan pesawat masih tampak utuh meski terpotong dalam beberapa bagian. Potongan-potongan yang ditemukan pun cukup besar, tak pecah berkeping-keping.

Seperti pada Air France 447, stall juga terjadi pada AirAsia QZ8501. Stall warning sempat berbunyi sebelum QZ8501 jatuh ke laut, dan pilot kesulitan untuk mengembalikan pesawat ke kondisi normal atau recover.

Satu lagi kesamaan, penerbangan QZ8501 dan AF447 sama-sama dibayangi cuaca buruk. KNKT menyatakan berdasarkan foto satelit 15 menit sebelum pesawat AirAsia jatuh, terlihat ada formasi awan badai atau kumulonimbus dengan puncak di ketinggian 44 ribu kaki. Cuaca buruk pulalah yang membuat AF447 terkena icing. Saat itu pesawat berada di antara awan badai. Meski demikian, Gerry yakin kondisi QZ8501 berbeda dan pesawat itu jatuh bukan karena awan badai.

Terhadap sejumlah kesamaan antara kecelakaan AirAsia dan Air France tersebut, Gerry berkeras penyebab keduanya tak sama. Namun, ujarnya, KNKT lah yang berhak untuk membuka seluruh misteri QZ8501 dalam laporan final hasil investigasinya kelak.

Kamis kemarin (29/1), KNKT telah membeberkan laporan hasil investigasi awal mereka. Laporan itu antara lain mengungkapkan bahwa pesawat dikemudikan oleh kopilot, bukan pilot, sejak lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Bandara Changi, Singapura, sebelum akhirnya jatuh ke laut di Selat Karimata. Untuk diketahui, tukar posisi antara pilot dan kopilot dalam menerbangkan pesawat adalah hal biasa dalam dunia penerbangan.(agk)




  ✈️ CNN  

Perbandingan Laporan KNKT dengan Pemaparan Menhub soal QZ8501

Investigasi AirAsiahttp://images.cnnindonesia.com/visual/2014/12/28/add01ffa-3629-42c0-84c5-37f1b897b7b3_169.jpg?w=650Pesawat AirAsia. (Reuters/Enny Nuraheni)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah membeberkan laporan hasil investigasi awal kecelakaan AirAsia QZ8501, Kamis (29/1). Beberapa hal terkuak dalam laporan itu, antara lain pesawat dikemudikan oleh kopilot, bukan pilot, sejak lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Bandara Changi, Singapura, sebelum akhirnya jatuh ke laut di Selat Karimata.

Beberapa hal dalam laporan KNKT terlihat sinkron dengan pemaparan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada rapat dengan Komisi V DPR RI Selasa pekan lalu (20/1), juga selaras dengan keterangan AirNav Indonesia sehari sesudah kecelakaan terjadi, yakni 29 Desember 2014.

Misalnya, berdasarkan data faktual yang dikemukakan KNKT kemarin, posisi terakhir pesawat di layar radar menara pemandu lalu lintas udara atau air traffic controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta berada pada ketinggian 24 ribu kaki.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Jonan juga mengatakan posisi terakhir QZ8501 ada di ketinggian 24 ribu kaki sebelum tak bisa lagi terdeteksi radar. Poin penting yang dikemukakan Jonan saat itu ialah: pada menit-menit terakhir sebelum hilang dari radar, pesawat naik dengan kecepatan di atas batas normal, berhenti di ketinggian 36.700 kaki, lalu jatuh dengan kecepatan sangat tinggi.

Berikut butir-butir penjelasan Ketua Investigasi Kecelakaan AirAsia QZ8501 Mardjono Siswosuwarno:

✈️ Pesawat menjelajah pada ketinggian 32 ribu kaki.
✈️ Kontak awal dengan ATC Jakarta terjadi ketika pilot menginformasikan pesawat hendak berbelok ke kiri.
✈️ Saat pesawat belok ke kiri, pilot minta naik ketinggian ke 38 ribu kaki. ATC Jakarta minta pilot untuk menunggu atau standby.
✈️ Empat menit kemudian, ATC mengizinkan pilot untuk naik ketinggian, namun ke level 34 ribu kaki, bukan 38 ribu seperti yang diminta.
✈️ Pesawat sempat miring ke kiri, lalu menanjak 3.000 kaki atau 1.000 meter dalam waktu 30 detik dari level ketinggian semula di 32 ribu kaki.
✈️ Pesawat mencapai ketinggian teratas 37.400 kaki.
✈️ Pesawat turun ke ketinggian 32 ribu kaki dalam waktu 30 detik, dan terus turun perlahan.
✈️ Pesawat terlihat terakhir kali di layar radar pada ketinggian 24 ribu kaki.
✈️ Foto satelit 15 menit sebelum pesawat jatuh menunjukkan ada formasi awan badai kumulonimbus dengan puncak di ketinggian 44 ribu kaki.

Hal penting lainnya yang dikemukakan KNKT ialah: stall warning sempat berbunyi sebelum QZ8501 jatuh ke laut, dan pilot kesulitan untuk mengembalikan pesawat ke kondisi normal atau recover.

Sementara berikut butir-butir penjelasan Menteri Jonan dan Direktur Safety and Standard Airnav Indonesia Wisnu Darjono seperti telah dihimpun oleh CNN Indonesia:

✈️ Pesawat terbang di ketinggian 32 ribu kaki.
✈️ Pesawat menghubungi ATC Bandara Soekarno-Hatta, minta bermanuver ke kiri karena cuaca buruk, dan diizinkan oleh ATC.
✈️ Setelah bermanuver ke kiri, pilot kembali berkomunikasi dengan ATC, minta izin untuk menaikkan ketinggian pesawat dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki.
✈️ ATC meminta pesawat untuk standby untuk mengecek lebih dulu posisi pesawat-pesawat lain yang ada di sekitarnya.
✈️ Enam detik setelah bermanuver ke kiri, pesawat mendadak naik dengan kecepatan tak wajar di atas batas normal, yakni 1.400 kaki per menit.
✈️ Lima belas detik kemudian, pesawat berada di ketinggian 33.700 kaki atau bertambah 1.700 kaki dari posisi semula di 32 ribu kaki, dengan kecepatan 6.000 kaki per menit.
✈️ Sembilan detik kemudian, kecepatan pesawat mencapai 11.100 kaki per menit.
✈️ Tiga belas detik berikutnya, pesawat berada di ketinggian 36.700 kaki. Itu adalah titik puncak QZ8501.
✈️ Enam detik setelah berada 36.700 kaki, pesawat turun sebanyak 1.500 kaki, selanjutnya turun lagi sebanyak 7.900 kaki hingga berada di ketinggian 24 ribu kaki.
✈️ Pesawat hilang dari radar.

Dari komparasi pemaparan antara KNKT dan Menteri Jonan, ada satu hal yang berbeda, yakni ketinggian puncak pesawat sebelum akhirnya jatuh ke laut. KNKT menyebut pesawat berada di ketinggian puncak 37.400 kaki, sedangkan Jonan menyebut 36.700 kaki. Dalam hal ini, yang menjadi patokan adalah laporan KNKT yang merupakan investigator resmi yang telah meneliti data radar, serpihan pesawat, satelit cuaca, maupun kotak hitam AirAsia QZ8501.(agk)




  ✈️ CNN  

☆ Laksamana Dari Halmahera (II)

Tegas Menolak Kapal Bekas “KITA NEGARA BESAR HARUSNYA PUNYA HARGA DIRI. MASAK DIKASIH SAMA NEGARA KECAMATAN KITA TERIMA.”

HABIBIE dan Kapal Itu. Begitu judul cerita sampul majalah Tempo edisi 7 Juni 1994. Isinya berfokus pada harga pembelian 39 kapal bekas Jerman yang diperdebatkan oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad, terutama besaran harga pembelian dari semula US$ 12,7 juta menjadi US$ 1,1 miliar.

Dua hari berselang, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Presiden Soeharto mengungkapkan kemarahannya. Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang dianggapnya telah “mengadu domba”.

Menteri Penerangan Harmoko menindaklanjutinya dengan memberedel Tempo. Juga dua media lainnya yang ikut mengkritik seputar pembelian kapal bekas dari Jerman, yakni Editor dan tabloid Detik.

Rupanya, tak cuma harga pembelian yang kelewat mahal, kapal-kapal itu sejatinya tak lebih dari barang rongsokan. Hampir semua kapal yang dibeli itu nyaris tak bisa dioperasikan karena sudah uzur. Teknologi yang digunakan sudah kadaluwarsa, tak cocok dengan iklim Indonesia yang tropis, dan amat boros bahan bakar. Tapi hampir semua petinggi TNI Angkatan Laut kala itu tak berkutik.

Saat kontroversi itu berlangsung, Bernard Kent Sondakh masih berpangkat Letnan kolonel. Delapan tahun kemudian, saat sudah menjadi Kepala Staf Angkatan Laut, ia mendapati ke semua kapal itu sudah tak mampu beroperasi dengan baik.

●●●

Waktu itu saya ingat KSAL M. Arifin sempat menolak. Beliau menawar, sebaiknya dua dulu saja untuk dicoba. Kalau bagus, ya yang lainnya boleh diterima. Pak Arifin itu guru saya. Tapi sepertinya dia dipaksa, kan Pak Harto ikut berbicara.

Begitu saya jadi KSAL, tidak ada satu pun kapal (bekas) Jerman Timur itu yang beroperasi dengan benar. Sudah nongkrong semua. Sebagian memang sudah ada yang direpowering oleh KSAL sebelum saya.

Kapal korvet milik Jerman Timur itu tidak cocok buat kita, karena mereka pakai untuk hit and run. Deteksi, keluar, serang, lalu balik. Tiap seribu jam harus ganti, overhaul, suku cadang sudah sulit didapat, dan bahan bakar borosnya minta ampun. Satu kapal butuh 36-40 ton solar per hari. Agar tidak mubazir, saya putuskan ganti mesin. Setelah itu, konsumsi solarnya berkurang, jadi cuma 12 ton per hari.

Selama saya menjadi KSAL, saya pun bertekad tidak mau menerima kapal bekas dari negara lain. Setidaknya dua kali saya menolak penawaran kapal bekas, yakni dari Libya dan kapal hidrografi dari Belanda. Libya waktu itu menawarkan dua jenis korvet, tiga kapal cepat, dan empat kapal penyapu ranjau. Atas nasihat Panglima (Jenderal Endriartono Sutarto), saya tidak langsung menolak.

Saya tugaskan empat perwira ke Libya untuk meninjau kondisi kapal-kapal itu. Sebelum berangkat, saya kasih mereka duit. “Kamu jalan-jalan saja di sana, pulang bikin laporan: semua kapalnya jelek, he-he-he....” Bagi saya, kapal bekas itu traumatis. Karena itu, ketika KSAL Belanda yang kebetulan pernah satu kelas dengan saya sewaktu dua tahun mengikuti pendidikan menawarkan kapal hidrografi, umur sekitar 20 tahun, saya jawab sambil guyonan saja, “Kalau kapal itu saya beli dengan duit saya dan saya operasikan pakai duit saya, yang pakai kan kamu hasil petanya. Bukan Pelni. Jadi, kalau kamu suruh saya beli, saya tidak mau. Kalau dikasih, ya boleh.”

Karena itu, sewaktu KSAL Soeparno (28 September 2010-17 Desember 2012) menerima kapal bekas dari Brunei, waduh .... Saya berpikir, kita negara besar seperti ini harusnya punya harga diri. Masak dikasih sama negara kecamatan kita terima? Apalagi cuma kapal 40 meter. Kalau mau terima kapal bekas hibah, jangan tanggung, kapal induk sekalian, ha-ha-ha....No to used warship !

Tapi, sebelum membeli kapal bekas dari Jerman, sebetulnya pada pertengahan 1980-an Indonesia pernah beli kapal bekas. Jadi, saat booming harga minyak, pada 1985-1986 kala itu pemerintah membeli 9 fregat bekas dan 3 tribal class dari Inggris yang pernah ikut Perang Malvinas. Juga membeli 6 kapal kelas van speijk dari Belanda.

Namanya kapal bekas, kapal tua, pasti tingkat kerusakannya tinggi. Di lain pihak, kapal kapal baru, seperti 3 korvet dari Belanda dan 1 dari Yugoslavia serta 6 LST dari Korea yang berteknologi baru, terbengkalai perawatannya karena uang justru terserap untuk kapal-kapal bekas itu. Konsep pemeliharaan yang disebut PMS (planned maintenance system) dengan integrated logistic untuk kapal-kapal baru berteknologi 1980-an itu tak berjalan.

Sebetulnya saya tak sepenuhnya antikapal bekas karena pernah menerima feri bekas, Kambuna dan Kerinci, milik PT Pelni yang hampir bangkrut. Kebetulan AL belum punya kapal angkut pasukan yang memadai. Feri cepat itu bisa menampung 500 orang, jadi saya terima. Tapi, kalau nerima dari negara lain, saya tidak mau, apalagi beli. Kita sudah berpengalaman, AL hancur karena kapal bekas.
Mematahkan Amerika di Selat Malaka SINGAPURA SEMPAT MEMBERI ISYARAT SETUJU ARMADA AMERIKA SERIKAT IKUT BERPATROLI UNTUK MENGHALAU PARA PEROMPAK DI SELAT MALAKA.

KANTOR Biro Maritim Internasional (IMB), yang bermarkas di Singapura, melansir data melonjaknya angka perompakan dan penculikan di laut. Sementara pada 2002 tercatat 192 kasus, pada 2003 melonjak jadi 445 kasus di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 139 kasus di antaranya terjadi di Selat Malaka.

Data itu menjadi santapan empuk media internasional. Far Eastern Economic Review edisi 27 Mei 2004 menulis laporan bertajuk “Sea of Trouble”. Isinya mengurai kejahatan di Selat Malaka meningkat tajam akibat krisis ekonomi dan politik di Indonesia.

Majalah The Economist edisi 12 Juni 2004 juga menurunkan laporan tentang ancaman teroris dan perompakan di Selat Malaka. Menyikapi hal itu, Panglima Pasifik Amerika Serikat Laksamana Thomas Fargo berencana menerjunkan pasukan di selat sepanjang 800 kilometer itu. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh pun terusik dibuatnya. Untuk mematahkan niat Amerika Serikat, ia merangkul Singapura dan Malaysia untuk melakukan patroli bersama.

Orang semua tahu Indonesia disebut black water. Laksamana Fargo dari Amerika bilang di koran, akan kirim kekuatan untuk turut mengawal Selat Malaka. Saya tersinggung. Kita yang punya kedaulatan kok dia yang mau masuk. Sebetulnya Menteri Pertahanan Singapura sempat memberi isyarat menyokong ide Fargo. Lalu saya telepon KSAL Malaysia dan Singapura. Kepada mereka, saya sampaikan ketidaksetujuan jika Amerika masuk. Sebaiknya kita berkoordinasi untuk melakukan patroli karena Selat Malaka ada di tiga negara. Saya lalu ngomong ke media, tidak ada yang boleh masuk Selat Malaka kecuali tiga negara pantai. Fargo pun diam.

Koordinasi patroli bersama itu pertama kali diresmikan oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono pada 20 Juli 2004. Waktu itu hadir di atas KRI Tanjung Dalpele 972 Panglima Tentara Diraja Malaysia Jenderal Tan Sri Dato Zahidi dan Panglima Tentara Singapura Letnan Jenderal Ng Yat Chung. Juga saya bersama Kepala AL Tentara Diraja Malaysia Laksamana Dato Sri Muhammad Anwar dan Kepala AL Singapura Laksamana Muda Ronnie Tay. Patroli bersama itu mengerahkan 17 kapal (lima dari Malaysia, lima dari Singapura, dan tujuh dari Indonesia) per hari selama 24 jam nonstop.

Kita sebenarnya tidak bisa apa-apa kalau Amerika mau campur tangan. Cuma, kita kan negara berdaulat, punya harga diri. Itu yang kita harus tunjukkan dulu. Kalau mengalah, sama saja jual negara. Sampai sekarang patroli masih berjalan, cuma mungkin satu negara cuma dua-tiga kapal.

Selain patroli bersama, saya juga menggagas latihan bersama tiga negara menyapu ranjau di Selat Malaka. Itu bermula ketika saya di minta mewakili Pak Endriartono sebagai pembicara dalam pertemuan panglima se Asia - Pasifik di Tokyo. Zaman itu isu yang berkembang teroris meledakkan kapal di selat Singapura. Amerika mengembangkan isu itu. Jadi saya sebagai salah satu pembicara mengatakan itu juga salah satu ancaman, tapi coba kita bayangkan kalau kapal meledak karena melanggar ranjau. Semua lalu lintas terhenti. Kalau hanya diledakkan, lalu lintas akan tetap jalan. Sedangkan kemampuan antiranjau negara pantai, seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia, sangat rendah.

Sewaktu break, ajudan Panglima Amerika dan Laksamana Fargo minta bertemu saya. Mereka tanya apa rencana saya. Saya bilang akan memasang radar di sepanjang Selat Malaka, sehingga barang sekecil drum pun akan terdeteksi. Saya sudah menganggarkan Rp 25 miliar. Lalu saya bilang, karena kalian tahu uang Indonesia terbatas, jadi Selat Malaka ini baru akan selesai dalam 10 tahun.

Mereka bilang jangan sebut-sebut lagi soal ranjau. Dua hari setelah sampai Jakarta, ada dua orang dari Kedutaan yang datang. Dan tak lama setelah berhenti sebagai KSAL, staf ahli dari Senat Amerika menemui saya di rumah. Dia membawa pesan bahwa Senat setuju memberikan bantuan cuma-cuma US$ 350 juta tapi jangan ribut karena Indonesia masih dalam posisi embargo. Itu kalau tak salah Maret 2005.

Nah, Mei, ketika saya sedang di Surabaya, mereka kembali menghubungi dan meminta saran tentang rencana pemberian dana itu. Saya sarankan agar diserahkan ke Departemen Pertahanan saja, biar mereka yang mengawasi penggunaannya. Itu pertama kali embargo Amerika ke TNI lepas dan tidak banyak orang yang tahu. Tapi akhirnya saya dengar yang pegang itu Duta Besar Amerika. [modho334]

  Majalah detik  

Kamis, 29 Januari 2015

Kerja Sama Maritim dengan Spanyol dan Italia Terus Diperkuat

Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo Bertemu dengan Duta Besar Spanyol untuk Indonesia, Franciso Jose Viqueira Niel, di Jakarta, Rabu 28 Januari 2015 (Foto: Humas Menkomar)

Indonesia – Spanyol sepakat terus meningkatkan kerja sama di bidang maritim, khususnya bidang kepelabuhan, perkapalan, dan galangan kapal. Kesepakatan ini terjalin usai pertemuan antara Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo dengan Duta Besar Spanyol untuk Indonesia, Franciso Jose Viqueira Niel, di Jakarta, Rabu 28 Januari 2015.

“Beberapa program kerjasama segera diinventarisasi, termasuk kaji-ulang program pembangunan kapal kapal ikan Mina Jaya pada dekade 1990-an lalu,” Ujar Menko Maritim dalam keterangan pers yang diterima JMOL.

Indroyono mengungkapkan, saat ini kerjasama Indonesia – Spanyol masih berlangsung di bidang pembangunan kapal, diantaranya pembangunan kapal latih perikanan untuk Sekolah Tinggi Perikanan (STP), dan pembangunan kapal layar tiang tinggi pengganti kapal layar KRI Dewaruci sebagai kapal latih Taruna Akademi Angkatan Laut TNI AL.

Selain itu, tambah Indroyono, tim lintas kementerian dari Indonesia telah dikirim ke Spanyol guna studi banding ke galangan kapal Rodman di Vigo, Spanyol, sekaligus menyiapkan kedatangan empat kapal patroli untuk memperkuat Badan Keamanan Laut RI (Bakamla).

“Diharapkan akan ada investasi pembangunan galangan kapal oleh Spanyol di Indonesia, utamanya di Kuala Tanjung, Sumatera Utara dan di Sorong, Papua,” paparnya.

Sebelumnya, Menko Kemaritiman juga telah melakukan pertemuan dengan Duta Besar Italia untuk Indonesia, Federico Failla. Dalam pertemuan tersebut, menko menginformasikan tentang keikutsertaan Indonesia dalam World Expo Milan, Italia 2015, pada Mei – Oktober 2015. Disamping itu, Indonesia juga akan mengirimkan kapal perang TNI-AL yang akan ditumpangi para taruna Akademi Angkatan Laut, taruna Sekolah Tinggi Pelayaran dan Taruna Sekolah Tinggi Perikanan untuk berpartisipasi dalam World Ocean Day di Expo Milan 2015, pada 8 Juni 2015 mendatang.

“Dibidang pengolahan hasil perikanan, Indonesia dan Italia akan bekerjasama dalam penyamakan kulit Ikan Nila untuk pembuatan sepatu, tas, dompet dan sabuk khas Italia guna meningkatkan usaha kecil dan menengah di tanah air,” tukas Menko.

  JMOL  

☆ Laksamana Dari Halmahera

ANDAI cita-citanya menjadi marinir terpenuhi, mustahil Bernard Kent Sondakh dipilih memimpin Angkatan Laut. Entah kenapa Angkatan Laut tak pernah dipimpin laksamana berlatar marinir. Saat memimpin Angkatan Laut (25 April 2002 hingga 18 Februari 2005), Kent membuat banyak terobosan berani.

Lelaki kelahiran Tobelo, Halmahera Utara, 9 Juli 1948, itu terobsesi mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim. Benarkah visi maritim Jokowi mengadopsi idenya?
Poros Maritim Ala Laksamana Kent OLD soldier never die, they just fade away.” Pernyataan Jenderal Douglas MacArthur pada 1951 itu sepertinya bisa menggambarkan sosok Laksamana Bernard Kent Sondakh saat ini. Sembilan tahun pensiun sebagai pelaut tak menyurutkan perhatian - nya terhadap dunia maritim. Dengan cermat, ia mengikuti berbagai program pemerintahan Joko Widodo untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim. Ia menyokongnya, sekaligus memberikan beberapa catatan kritis.

Soal pembangunan jalan tol laut, misalnya. Hal itu, kata dia, harus diikuti dengan pemberian insentif kepada para pengusaha untuk menggeser industrinya ke daerah terpencil dengan sistem regional. “Juga insentif kepada perusahaan yang menjual produknya kepada agen-agen yang jauh di luar Pulau Jawa,” kata Kent.

Ide-ide terkait hal itu sebetulnya pernah ia paparkan saat menjadi Kepala Staf Angkatan Laut, 25 April 2002-18 Februari 2005. Sayang, respons pemerintah tak seperti yang diharapkan karena terbatasnya anggaran.

Saat ditemui di rumahnya, kompleks TNI AL Kelapa Gading, 19 Januari lalu, ia dengan jernih kembali memaparkan berbagai konsep dan sepak terjang yang dilakukannya sebagai KSAL. Berikut ini penuturan pensiunan laksamana kelahiran Tobelo, Halmahera Utara, 9 Juli 1948, itu.

●●●

Kebijakan poros maritim pemerintahan Joko Widodo bukan ide dari saya.

Saya belum pernah secara langsung menyampaikan konsep poros maritim kepada Presiden. Hanya, konsep ini pernah saya beberkan kepada seorang tim suksesnya. Saya percaya mereka pasti sudah punya konsep yang baik.

Ada sejumlah syarat yang harus disiapkan agar kita bisa memetik keuntungan ekonomi maupun politik dari poros maritim. Membangun pelabuhan-pelabuhan baru itu mesti, cuma harus memiliki kemampuan yang saya sebut 4R, yakni refueling, resupply, repair, dan rest and recreation. Belum lagi memperbaiki birokrasi dan pelayanan di pelabuhan. Kita harus berkaca pada Singapura dalam soal ini.

Kapal baru 20 mil laut dari pelabuhan saja mereka sudah mengontak administrator pelabuhan. Kapal langsung diberi arahan ke dermaga yang harus dituju. Bandingkan dengan Batam, yang harus menunggu berhari-hari sebelum kapal bisa masuk dermaga. Begitu sampai juga belum tentu bisa mengisi bahan bakar. Siapa yang mau singgah kalau begitu? Akhirnya Batam mati. Hal lain, terkait keamanan pelabuhan. Orang pulang ke pelabuhan di Singapura jam 1 pagi tidak ada masalah. Tapi di kita?

Lalu di mana harus membangun pelabuhan? Tentunya di jalur kapal akan lewat atau sea lane of trade. Paling tidak di Indonesia itu Selat Malaka ke utara, dari Selat Lombok-Selat Makassar ke utara, Laut Banda-Selat Maluku ke utara. Dari situ, kita lihat lagi jalur mana yang paling aman dan ekonomis. Jadi saya kurang paham jika ada gagasan pengembangan pelabuhan di Selat Sunda. Siapa yang mau lewat situ?

Bicara tanker 80 ribu ton ke atas merupakan kapal-kapal yang manuvernya sulit. Saat kapal sebesar itu masuk Selat Sunda, begitu keluar di utara akan setengah mati. Banyak karang. Setiap 10 menit harus belok. Kapal besar kalau belok itu kayak banteng, susahnya luar biasa.

●●●

Soal jalan tol laut, kita sebenarnya sudah mengenal dari zaman Belanda. Saat itu sudah digagas kapal-kapal perintis untuk menghubungkan daerah-daerah atau pulau terpencil. Tapi jalan tol laut tak otomatis membuat harga sebuah produk bisa sama di semua daerah. Karena itu, pemerintah harus memberi insentif kepada para pengusaha untuk menggeser pabriknya ke daerah terpencil dengan sistem regional. Lalu memberi insentif kepada perusahaan yang menjual produksinya itu kepada agen-agen yang jauh berada di luar Pulau Jawa.

Di bidang industri perikanan, tentu saja seharusnya kita amat berdaulat.

Nelayan sendiri yang harus ambil ikan dari laut kita, bukan orang asing seperti yang terjadi selama bertahun-tahun. Karena apa? Nelayan kita tak punya kapal dan peralatan memadai seperti orang Thailand, Taiwan, Tiongkok. Nelayan kita hanya punya dayung, motor tempel, dan mencari ikan dua atau tiga mil dari pantai. Dapat ikan yang kena polusi pula. Pemerintah harus memperbaiki dan mencari solusinya agar seluruh Zona Ekonomi Eksklusif kita itu yang berkibar benar-benar bendera Merah Putih, bukan aspal. Merah Putih tapi dalamya Tiongkok.

Sekarang nelayan kita merupakan masyarakat yang paling miskin. Coba lihat nelayan di Norwegia atau Kanada, begitu kaya-kaya. Saya pernah sarankan ke (Presiden) Susilo Bambang Yudhoyono agar industri strategis yang dulu hampir mati, seperti PT PAL, PT Kodja Bahari, PT Pindad, dan lainnya, bisa dimanfaatkan.

Dulu konsep awal industri ini hanya buat pesanan dari militer. Padahal TNI uangnya tidak ada atau pas-pasan. Belum tentu AL bisa pesan di PT PAL tiap tahun. Akhirnya industri ini menanggung beban. Nah, sekarang, kalau kita butuh kapal ikan, minimal 20 ribu buah ukuran 50 ton sampai 300 ton, PT PAL bisa ditugas kan. Setahun bikin seribu atau dua ribu kapal. Mekaniknya dibikin PT Pindad, elektroniknya oleh PT Inti. Jadi semua industri strategis dapat kerjaan.

Seperti di luar negeri, satu grup atau keluarga dikasih kapal dengan sistem bagi hasil. Nelayan dapat 40 persen, pemerintah 60 persen. Dalam lima tahun, nelayan bisa ambil kapal itu. Jadi semua nelayan punya kapal sendiri.

●●●

Saat masih taruna, Kent Sondakh pernah menangis karena ditolak menjadi marinir seperti cita-citanya sejak kecil. Maklum, saat masih di Tobelo, ia kerap melihat penampilan pasukan marinir yang gagah. Juga prestasinya dalam menumpas pemberontakan di Sulawesi Utara. “Enggak mikir kalau marinir enggak bisa jadi KSAL. Mungkin kalau jadi marinir ikut perang di Tim Tim saya sudah koit, ha-ha-ha...,” ujarnya.

Sebagai “balas dendam”, ia banyak mengoleksi atribut marinir. Saat menjadi KSAL, ia pun memberikan perhatian prioritas kepada korps marinir. Di luar itu, ia amat memperhatikan wilayah perbatasan.

●●●

Selain kapal nelayan, saya baca pemerintah mau bikin kapal perintis 100 biji. Saat papasan dengan Menteri Perhubungan Jonan di suatu acara, saya sarankan ke beliau untuk membuat kapal minimal 30 model LST (landing ship tank). Sebab, kapal jenis ini tidak perlu dermaga. Ada pantai bagus bisa langsung merapat, buka pintu. Itu bisa jadi kios-kios, bisa dipasang cold storage juga. Kapal-kapal itu bisa ditempatkan di Ambon dan Ternate masing-masing 4 buah, misalnya.

Saya tahu persis bagaimana kehidupan orang di pulau terluar dan terpencil. Barang-barang di sana mahal karena sulitnya transportasi. Semasa jadi KSAL, saya perintahkan kapal-kapal patroli mutar di daerah-daerah perbatasan. Saya bilang ke pemda, “You bisa pakai kapal ini, bawa barang dengan kapal ini. Jadi mobile market.” Jadi orang sudah tahu, misalnya hari Rabu kapal ini datang, jadilah pasar karena terjadi transaksi perdagangan. Di utara Papua, Maluku tidak terputus patroli itu.

Terkait kebijakan Presiden Jokowi untuk menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan, saya pernah melakukannya. Illegal fishing itu dikelompokkan dua. Ada pencurian murni, yakni kapal beroperasi tanpa surat-surat sama sekali.

Kedua, pencurian administrasi. Maksudnya, kapal itu punya izin menangkap, tapi harusnya tangkap di situ mereka tangkap di sana. Atau list krunya beda.

Kalau pencurian murni, saya mendekatinya dengan penegakan kedaulatan. Saya turunkan orangnya dan bawa ke kedutaan, lalu tenggelamkan kapalnya. Kalau pencurian administrasi, ya bawa ke ranah hukum. Denda Rp 100 juta, perusahaannya coret, sita ikannya.

Hal yang harus dipahami semua pihak, laut itu bukan Danau Sunter. Kalau siang lihat diradar, itu kan hanya bintik. Sulit membedakan mana kapal resmi atau yang bodong. Apalagi kalau malam hari. Untuk memeriksanya, butuh waktu, perlu kecepatan kapal yang memadai.

Belum lagi faktor dukungan cuaca. Selain itu, bahan bakar AL itu terbatas sehingga harus menggunakannya sesuai rencana prioritas operasi. Misalnya dalam satu bulan hanya bisa 30 kapal. Kalau kita mau bikin 60 kapal ya boleh saja, tapi bahan bakarnya dari mana?
Direstui Megawati, Dikritik Prabowo KENT SONDAKH MENOLAK USUL PEMBELIAN KAPAL DARI CINA. PILIH BELANDA YANG SUDAH TERUJI

SUATU hari Presiden Megawati mengabarkan kepada kami bahwa ada tawaran kapal bagus dari Cina. Mendengar hal itu, saya meminta waktu kepada beliau untuk berbicara di kediaman, Jalan Teuku Umar. Kepada beliau saya jelaskan, sejauh ini baru Thailand yang menggunakan kapal produksi Cina. Itu pun, dari 3 kapal yang dibeli, cuma 1 yang masih beroperasi padahal usianya masih muda. Jadi, membeli kapal dari Cina itu bagi saya cuma buang-buang duit saja. Lebih baik tidak usah.

Lalu saya kasih gambaran kekuatan korvet fregat yang dimiliki Singapura, India, Malaysia. Bagi saya, kapal-kapal produksi Belanda merupakan yang terbaik. Selain karena saya pernah sekolah di negeri itu sehingga bisa menyimpulkan demikian, faktanya kapal produksi Rusia dalam tempo 10 tahun saja kualitasnya sudah menurun. Begitu juga 4 korvet dan 2 fregat buatan Italia, setelah 10 tahun tak lagi bisa dioperasikan secara optimal.

Kala itu, TNI AL mengusulkan supaya pemerintah membeli 4 kapal perang baru jenis SIGMA (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach), yang merupakan kapal tempur siluman (stealth). Ini telah diperhitungkan sesuai kebutuhan perairan Indonesia yang amat luas. Pembelian korvet itu amat krusial antara lain untuk menangkal praktek pencurian ikan dan mengatasi perompakan.

Ternyata Ibu Mega menerima pendapat saya. “Ya sudah, kamu bicara dengan Pak Kwik (Kian Gie, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).” Sebaliknya, dalam pertemuan di Bappenas, Pak Kwik menyatakan anggaran yang ada cuma memungkinkan untuk satu kapal.

Saya bilang, kalau satu tidak usah saja, minimal dua. Karena, satu unit taktis AL itu minimal dua. Bahkan, untuk kapal modern itu tiga, yang disebut divisi. Lalu bagaimana bila duit tidak ada? Saya pun menjelaskan bahwa pembuatan kapal itu minimal butuh waktu 26 bulan. Jadi pembayarannya bisa dicicil, multi-years. Dan itulah yang kemudian dilakukan pemerintah.

Namun respons di luar beragam. Termasuk Menko Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, yang mengatakan agar rencana pembelian korvet dari Belanda itu dikaji kembali. Saya bilang kepada pers, “Kalau Menko mau tinjau lagi, ya tinjau saja sendiri. Mereka kan yang ngurusin duit. Kami kan hanya minta. Kalau menurut dia enggak bisa, ya tidak apa-apa. Yang penting AL sudah sampaikan kebutuhannya seperti ini.”

Saya tidak tahu alasan Pak Dorodjatun menyatakan demikian. Tapi pernah ada seseorang yang bilang bahwa, kalau korvet dibeli dari galangan kecil di Belanda, mungkin tidak akan dipermasalahkan. Tapi, setahu saya, galangan kapal itu kecil, ecek-eceklah. Bagi saya, kalau mau bikin, jangan tanggung, cari yang bisa bertahan puluhan tahun. Jangan bikin yang ecek-ecek, baru lima tahun rusak.

Alasan lain, seperti yang pernah saya paparkan di Komisi I DPR, pembelian korvet dari Belanda itu sudah berikut syarat transfer teknologi kepada PT PAL. Juga dengan model pembayaran rolling contract, bukan imbal dagang seperti waktu beli Sukhoi dari Rusia.

Selain Pak Dorodjatun dan sejumlah aktivis LSM seperti Munir, Prabowo Subianto ikut berkomentar. Dia bilang anggaran yang di ajukan untuk korvet terlalu mahal. Lebih baik duitnya buat buka sawah baru. Wah, ya tidak bisa seperti itu dong membandingkannya. Yang satu untuk penegakan kedaulatan, satu nya untuk petani. Itu perbandingan yang naif, picik. Kalau hebat, dia harusnya datang ke KSAL. Kita diskusikan.

Saya juga sempat diserang LSM-LSM terkait rencana pembelian kapal-kapal patroli oleh daerah. Papua, misalnya, memesan 11 kapal patroli dari Prancis. Jika semua daerah seperti itu, berbahaya. Sebab, hukum laut internasional menyatakan hanya warship dan government ship yang boleh mengadakan penahanan, pengintaian, dan pemeriksaan.

Karena itu, saya sampaikan kepada Menteri Pertahanan, sebaiknya hal itu dikoordinasikan dengan Angkatan Laut. Juga kapal-kapal itu diawaki AL. Eh, saya malah dibilang mencuri duit daerah. Terlalu.... [modho334]

  Majalah detik  

Rabu, 28 Januari 2015

Penarikan Unsur TNI Tak Lemahkan Basarnas dalam Pencarian Korban AirAsia QZ8501

Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, Kepala Badan SAR Nasional Bambang Soelistyo, dan Ketua Komite Keselamatan Transportasi Tatang Kurniadi (kanan ke kiri) saat rapat kerja dengan Komisi V DPR mengenai kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (20/1/2015).

Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo menegaskan, penarikan unsur TNI dalam operasi pencarian dan pertolongan korban pesawat AirAsia QZ8501 tidak mengurangi kekuatan Basarnas. Basarnas masih memiliki kekuatan yang cukup untuk mencari korban yang hingga saat ini belum ditemukan.

"Meski TNI ditarik, bukan berarti kekuatan kita menjadi lemah, tidak," ujar Soelistyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat Basarnas, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/1/2015).

Soelistyo menjelaskan, saat ini Basarnas didukung dengan kekuatan udara yang meliputi 2 unit helikopter jenis Dauphin milik Basarnas dan satu unit fixed-wing yang disediakan oleh AirAsia. Untuk kekuatan laut, Basarnas memiliki empat buat kapal, yakni KN SAR Pacitan, KN SAR Purworejo, KN SAR Pontianak, dan KN SAR Jakarta. Ada pula kapal tunda dan ponton milik pemerintah daerah Kotawaringin serta diving boat untuk kegiatan penyelamatan, serta peralatan deteksi bawah air dari Asosiasi Surveyor Laut Indonesia.

Adapun dari unsur penyelam, Basarnas memiliki 25 penyelam dari Basarnas Special Group, 20 penyelam dari SKK Migas, 15 penyelam tradisional dari Kotawaringin Barat, dan 8 ahli salvage dari Batam beserta perlengkapan. "Jadi kita tetap kuat," ucap Soelistyo.

Dalam kesempatan itu, Soelistyo mengucapkan terima kasih kepada unsur-unsur TNI yang sudah bekerja keras dalam proses pencarian dan pertolongan, baik korban maupun serpihan pesawat AirAsia QZ8501, dalam kurun waktu satu bulan ini. "Saya ucapkan terima kasih kepada Panglima TNI dan unsur-unsurnya," kata Soelistyo.

  Kompas  

Sritex jajaki pasar Tiongkok untuk pakaian militer

Ilustrasi - Beberapa pekerja memeriksa seragam militer yang siap diekspor di perusahan garmen PT Sritex, Sukoharjo, Jateng. (ANTARA/Saptono)

P
T
Sri Rejeki Isman Tbk mulai menjajaki pasar Tiongkok, terutama untuk produk pakaian militer dari sebelumnya benang dan kain yang telah lama di ekspor ke negara tersebut.

"Kami sedang jajaki kemungkinan agar produk pakaian militer Sritex dapat menjadi pakaian militer bagi tentara Tiongkok. Kita lakukan secara bilateral," kata Presiden PT Sritex Iwan S Lukminto kepada Antara di Beijing, Rabu.

Ditemui usai mengikuti rangkaian kunjungan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Sofyan Djalil, ia mengatakan kualitas pakaian militer yang diproduksi perusahaannya telah teruji di berbagai negara.

"Jadi, secara kualitas produk kami sudah teruji. Karenanya, kami ingin memasok untuk militer Tiongkok, yang memiliki pasar lebih besar. Dan meski ekonominya melambat, namun untuk consumer goods permintaan tetap ada, seperti benang yang kami ekspor ke Tiongkok selama ini," ungkap Iwan.

Sritex selama ini memasok pakaian militer ke sekitar 30 negara antara lain antara lain tentara Jerman, Inggris, Uni Emirat Arab, Malaysia, Somalia, Australia, Kroasia, dan Hong Kong. PT Sritex juga telah ditunjuk sebagai mitra resmi untuk negara-negara NATO untuk memproduksi seragam militer sejak 1994.

Total volume ekspor seragam militer dari Sritex sepanjang 2014 mencapai lebih dari delapan juta potong atau separuh dari total produksi.

Pemasukan pajak negara dari PT Sritex 2014 mencapai Rp 250 miliar, di mana separuh dari pajak tersebut berasal dari penghasilan penjualan produk militer.

"PT Sritex akan memperluas pasar dengan merambah beberapa negara lagi serta meningkatkan volume ekspor untuk negara-negara yang sudah menjadi pelanggannya. Kami akan tetap memelihara pasar tradisional, meningkatkan volume dan kualitas, sambil menjajaki pasar baru," kata Iwan.

Ia mengakui, ada kendala di negara-negara tertentu yang mensyaratkan penggunaan seragam militer yakni produksi negeri sendiri.

Selain memperkenalkan pakaian militer ke Tiongkok, Iwan mengatakan pihaknya juga tengah menjajaki pembelian sejumlah mesin tekstil serta pengembangan dan penguasaan teknologi guna dapat meningkatkan kapasitas serta kualitas produk di masa datang.

Tak hanya itu, lanjut dia, dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, menjadikan mereka untuk lebih mudah berinvestasi di Indonesia antara lain karena upah buruh yang dapat terjangkau.

"Salah satu mitra yang akan digandeng untuk berinvestasi di Indonesia, adalah kami. Jadi, semua peluang ini jika digarap serius akan mendatangkan manfaat positif bagi Indonesia. Pelambatan ekonomi di Tiongkok itu momentum bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kinerja ekonominya," tutur Iwan.(R018)

  Antara  

☆ Jenderal Antikorupsi Itu Kini Direkrut Presiden Jokowi

Presiden Jokowi saat mengumumkan tim penyelamat KPK dan Polri (Foto - Intan/Setpres)

Presiden Joko Widodo kemarin memutuskan untuk memperkuat Tim Independen untuk menyelesaikan konflik antara Kepolisian Negara RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim yang awalnya berjumlah tujuh ditambah dua orang lagi.

Dua nama terakhir yang masuk bukan sembarangan. Mereka adalah mantan anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK Imam Prasodjo dan mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal (purn) Sutanto. Sutanto menambah satu lagi unsur kepolisian di Tim Independen setelah mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (purn) Oegroseno.

Seperti apa sosok Sutanto sehingga direkrut Presiden Jokowi menjadi anggota Tim 9?

Sutanto yang lahir di Comal, Pemalang, Jawa Tengah, 30 September 1950 itu merupakan lulusan terbaik peraih Bintang Adhi Makayasa Akademi Kepolisian RI angkatan 1973.

Sejak diangkat menjadi Kepala Kepolisian RI pada 7 Juli 2005, Jenderal Sutanto langsung menabuh genderang perang melawan 4 jenis kejahatan yaitu pertama; korupsi, illegal logging, illegal mining dan penyelundupan. Kedua, kejahatan yang berdampak luas terhadap masyarakat seperti judi dan narkoba.

Ketiga, kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti aksi premanisme. Terakhir, menindak aneka bentuk pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan kecelakaan, ketidaktertiban dan kemacetan.

Di bidang pemberantasan perjudian, Sutanto memang tak mengenal kata kompromi. Saat menjabat Kapolda Sumatera Utara pada tahun 2000 dia menangkap gembong judi terbesar di Medan kala itu.

Saat sudah menjadi Kapolri dia perintahkan seluruh Kepala Kepolisian Daerah se-Indonesia tegas memberantas perjudian. Para Kapolda itu diberi waktu satu pekan untuk memberantas judi tanpa pandang bulu.

"Jika ada Kapolda yang tidak mampu memberantas judi, masih banyak pejabat lain yang mampu melaksanakan," kata Sutanto waktu itu.

Masih di bidang pemberantasan narkoba, di masa kepemimpinan Sutanto Polri berhasil menggerebek sebuah pabrik ekstasi dan sabu-sabu berskala terbesar ketiga dunia di Jalan Raya Cikande KM 18, Serang, Banten.

Sikap tanpa kompromi juga ditunjukkan Sutanto ke jajaran internal Kepolisian RI. Dia tak segan menindak anggota korps Bhayangkara jika terbukti melanggar hukum, khususnya korupsi.

Saat mengungkap kasus pembobolan Bank BNI, Sutanto menjebloskan dua anggota Polri Brigadir Jenderal Samuel Ismoko dan Komisaris Besar Irman Santoso karena diduga menerima suap. Bahkan mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris.

Jenderal Suyitno Landung juga dibui karena diduga menerima suap saat mengusut kasus pembobolan PT Bank BNI.

Purnatugas dari Kepolisian RI pada 30 September 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Sutanto menjadi Kepala Badan Intelijen Negara. Sutanto yang juga teman diskusi dan satu kamar SBY saat sama-sama menempuh pendidikan di AKABRI mengakhiri jabatan di BIN pada Oktober 2011.

Pada Selasa (27/1/2015) Presiden Joko Widodo meminta Sutanto bergabung dalam Tim Independen untuk menyelesaikan konflik antara Polri dengan KPK.

"Jenderal (Purn) Sutanto, mantan Kapolri. Tapi beliau belum hadir," kata Jimly Asshiddiqie, wakil ketua tim independen, di sela-sela rapat di Sekretarian Negara, Jakarta Pusat, Selasa.

Di Tim 9 nanti, sikap tegas antikorupsi Sutanto kembali diuji.

   detik  

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More