Mahasiswa Institut Teknologi Bandung meluncurkan mobil hemat bahan bakar, salah satunya buatan tim Rajawali kategori desain prototipe . Apa yang dilakukan mahasiswa di Bandung mungkin bisa dijadikan contoh bagaimana mereka bisa membagi waktu antara kewajiban dan minatnya. Terbukti mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Bandung mampu berinovasi dengan membuat mobil listrik, mobil hemat energi, dan robot juara dunia.
Kejuaraan Mobil Listrik Indonesia (KMLI) 2010 menjadi ajang adu kreasi bagi mobil Evert 21 karya tiga mahasiswa Politeknik Negeri Bandung.
Salah seorang anggota tim Evert 21 Revlex Team, Riki Rizki Maulana (22), mahasiswa Teknik Mesin, mobilnya telah mengaplikasi lengan ayun dan peredam kejut untuk penggerak depan dan belakang.
Aplikasi ini meninggalkan aplikasi mobil listrik yang dibuat rigid tanpa peredam kejut dan lengan ayun. Tujuannya mencari kestabilan kendaraan saat melakukan manuver seperti belok dalam kecepatan tinggi dan melewati kontur jalan tidak rata.
Untuk kendali bagian belakang, Evert 21 menggunakan limbah peredam kejut motor Yamaha Force One dengan tambahan dudukan untuk menyangga peredam kejut Suzuki Satria yang desainnya lebih besar.
”Pemilihan lengan ayun lebih kecil untuk menghemat ruang dan meringankan berat mobil. Namun, agar mobil lebih stabil, kami pasang peredam kejut lebih besar,” ujarnya.
Inovasi lain adalah pemilihan soket dengan satu kabel ketimbang soket konvensional yang terdiri atas beberapa kabel untuk menyalurkan listrik dari kontroler menuju motor. Tujuannya memudahkan pengecekan kabel dan mencegah korsleting.
Pekerjaan rumah
Efisiensi berat kendaraan dan sambungan daya listrik ternyata memberikan hasil positif bagi kekuatan dan kecepatan mobil. Menggunakan empat aki kering dengan total daya 48 volt, mobil dengan prinsip kerja menyalurkan tenaga listrik dari baterai yang searah yang akan menggerakkan dua motor listrik berkekuatan masing 1 kilowatt untuk menggerakkan roda, mobil mampu melaju 40-60 kilometer per jam tanpa penumpang atau 20-30 km/jam atau dengan penumpang seberat 50 kg dan dengan jarak tempuh sekitar 7,5 kilometer.
Hasil ini menempatkan mereka sebagai yang tercepat dalam uji kecepatan KMLI 2010.
Akan tetapi, pembimbing Revlex Team, Prasetyo, mengakui untuk program jangka pendek, Evert 21 mereka terkendala tingginya gesekan roda penggerak karena menggunakan bearing berbahan logam.
Sementara itu untuk program jangka panjang, Revlex Team akan mencari teknologi untuk mengganti sistem kelistrikan dari searah atau DC menjadi bolak balik atau AC. Tujuannya agar bisa mendapatkan tenaga lebih besar.
Selanjutnya adalah aplikasi sistem Continuously Variable Transmission (CVT) seperti kendaraan atomatis. Tujuannya, memberikan daya dorong lebih besar sehingga menambah tenaga mobil.
Selain itu, tim akan mengaplikasikan sistem pengisian mandiri saat mengisi ulang tenaga baterai. Sebelumnya, mayoritas kendaraan listrik masih menggunakan aki dengan pengisian manual.
”Teknologi ini sedang kami petakan dan diharapkan bisa diterapkan pada mobil listrik,” katanya.
Hemat energi
Lain lagi dengan yang dilakukan mahasiwa ITB. Sebagai syarat ikut dalam Shell Eco-Marathon Competition 2010 di Malaysia untuk tingkat Asia Tenggara, mereka membuat mobil hemat bahan bakar. Ada tiga tim yang ikut serta, yaitu Rajawali, Exia, dan Cikal.
Manajer Tim Rajawali Ananta Bagas (22) mengatakan, mobilnya mengusung mesin pemotong rumput Honda GX 35 cc dengan karburator injeksi. Untuk mengurangi gesekan pada sistem penggerak, mobil menggunakan bearing keramik untuk meminimalkan gesekan roda dan kopling magnet aplikasi dari pendingin udara untuk bagian persneling. Untuk mengurangi berat kendaraan, badan mobil dibuat dari fiber.
”Hasilnya, mobil seberat 50 kg dengan satu penumpang yang mampu melaju 30 km per jam dengan kebutuhan 1 liter bensin oktan 95 untuk 1.000-1.500 km,” ujarnya.
Kepala Divisi Mesin Tim Exia Bentang Arief Budiman (21) mengatakan, misi penghematan bahan bakar diaplikasikan dengan etanol guna menggerakkan mesin Honda GX 35 cc. Selain itu, dilakukan juga perubahan sistem kemudi dari besi menjadi kabel. Tujuannya memudahkan pengemudi dan meringankan berat kendaraan menjadi 20 kg tanpa pengemudi.
”Kami menargetkan satu liter etanol menempuh 1.000 km dengan kecepatan maksimum 25 km per jam,” ujar Bentang.
Sementara itu Manajer Cikal Teuku Naraski Zahari (22) mengatakan, karena turun di kelas urban concept, mobil harus bisa dikendarai dan beroda empat.
DU 114
Yang lebih fenomenal adalah robot DU 114 buatan Rodi Hartono, mahasiswa Universitas Komputer Bandung. DU 114 berhasil mempertahankan gelar juara di kelas Open Autonomous Fire Fighting alias robot pemadam api Robogames 2010 di San Mateo Event Center, AS, 24-25 April. Tahun lalu, DU 114 juga meraih penghargaan ini.
Rodi mengatakan, robot berukuran 28 cm x 23 cm x 21 cm ini meniru bentuk tank lengkap dengan roda penggeraknya. Tujuannya memudahkan robot menaklukkan jalan datar atau menaiki tangga. Adapun bahan tubuh dan roda robot diambil dari bahan mainan.
Hadirnya, ketiga aplikasi teknologi menandakan, mahasiswa pun bisa berbuat lebih baik untuk diri sendiri ataupun negaranya. Asalkan ada kemauan, sesuatu yang mustahil bukan tidak mungkin akan tercapai dan bahkan menjadi yang terbaik di dunia.
Jadi, tunggu apa lagi, mahasiswa Indonesia, kamu pasti bisa...!(Cornelius Helmy)
• KOMPAS