REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia sangat rawan terhadap keamanan nasional. Hasil survei yang dilakukan Indosat Watch di berbagai negara, Indonesia sangat rentan mengalami pencurian data rahasia.
Presidium Indosat Watch, Kamrussamad, membandingkan kondisi sistem ketahanan telekomunikasi nasional di Indonesia dengan Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Di tiga negara itu, kata dia, sambungan telekomunikasi tersambung dengan sistem pertahanan dan keamanan negara. Hal itu jelas menggelikan.
Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang membiarkan masalah terjadi. “Di sini sistem telekomunikasi malah dikuasai asing. Rahasia negara rawan dicuri,” sindir Kamrussamad dalam seminar bertajuk ‘Buy Back Indosat’ di KAHMI Center, Selasa (31/5).
Melihat realita kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih bangga beli pulsa daripada makanan. Kamrussamad menilai sangat mendesak bagi pemerintah untuk membeli 65 persen saham Indosat yang dikuasai Qtel pada 2009 lalu. Total saham asing yang besar itu hasil menang tender membeli saham divestasi pemerintah sebanyak 41,9 persen ke operator Singapura. Dan, 24,19 persen saham dari publik. “Kerugiannya jika diserahkan asing, sangat tak terhitung.”
Kepala Pusat Investasi Pemerintah, Soritaon Siregar, menyebut aksi buy back saham Indosat tak bisa serta merta dilakukan tanpa rencana. Menurut dia, jika berniat mengembalikan kepemilikan Indosat kepada negara, maka harus memperhatikan segi value, bisnis, hingga keuntungan. Belum lagi masalah ekonomi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (Epoleksosbudhankam) juga mesti diperhatikan. Dikatakan Soritaon, jika segala aspke itu terpenuhi dan menguntungkan, pembelian saham Indosat baru dilakukan. “Jadi pembeliannya secara terencana,” katanya.
• Republika