Jakarta ★ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong peningkatan kemampuan laboratorium Kompatibilitas Elektromagnetic (Electromagnetic Compatibility/EMC) sebagai salah satu modal dalam menghadapi perdagangan bebas di wilayah ASEAN tahun depan.
"Indonesia harus mengembangkan keilmuan di bidang EMC, dan mempererat kerja sama antarlaboratorium EMC dan pihak terkait untuk mengejar ketertinggalan akan teknologi peralatan yang canggih," kata Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Bambang Subiyanto di Jakarta, Senin (23/6).
Bagi dia, EMC merupakan salah satu modal dalam menguji standar produk-produk elektromagnetik dari Indonesia yang akan beredar di pasaran.
Melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) akan menjamin suatu produk sesuai standar kebutuhan pasar. Oleh karena itu, kehadiran laboratorium EMC yang berkualitas tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
"Salah satu persyaratan produk perdagangan bebas adalah adanya program SNI, tidak terkecuali untuk produk berbasis kelistrikan dan elektronika. Maka dari itu, posisi laboratorium EMC sangat penting kehadirannya dalam proses standarisasi tersebut," tutur dia.
Bambang menyangkan jika kelengkapan peralatan dan kemampuan laboratorium yang dimiliki Indonesia masih kurang. Dengan demikian, Indonesia harus meningkatkan kemampuan laboratorium EMC-nya agar tidak tertinggal dari negara-negara lain, terutama di kawasan ASEAN.
Di Indonesia sendiri, laboratorium EMC hanya berjumlah sekitar 14 instansi. Sementara itu, terdapat puluhan perusahaan dalam negeri dan asing yang membutuhkan laboratorium pengujian kompatibilitas elektromagnetik.
Dia mengatakan perkembangan EMC di dunia saat ini sudah semakin pesat dan berubah secara signifikan. Beberapa negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang mulai merencanakan berlakunya sistem dan pengujian EMC untuk diterapkan pada peralatan elektronik.
Di Benua Eropa sendiri sudah mengharuskan setiap produk yang masuk ke wilayah itu lolos uji keselamatan berdasarkan standar yang ditentukan dengan ditandai EC (European Community), antara lain untuk produk elektronik harus lolos uji EMC.
"Indonesia harus mengembangkan keilmuan di bidang EMC, dan mempererat kerja sama antarlaboratorium EMC dan pihak terkait untuk mengejar ketertinggalan akan teknologi peralatan yang canggih," kata Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Bambang Subiyanto di Jakarta, Senin (23/6).
Bagi dia, EMC merupakan salah satu modal dalam menguji standar produk-produk elektromagnetik dari Indonesia yang akan beredar di pasaran.
Melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) akan menjamin suatu produk sesuai standar kebutuhan pasar. Oleh karena itu, kehadiran laboratorium EMC yang berkualitas tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
"Salah satu persyaratan produk perdagangan bebas adalah adanya program SNI, tidak terkecuali untuk produk berbasis kelistrikan dan elektronika. Maka dari itu, posisi laboratorium EMC sangat penting kehadirannya dalam proses standarisasi tersebut," tutur dia.
Bambang menyangkan jika kelengkapan peralatan dan kemampuan laboratorium yang dimiliki Indonesia masih kurang. Dengan demikian, Indonesia harus meningkatkan kemampuan laboratorium EMC-nya agar tidak tertinggal dari negara-negara lain, terutama di kawasan ASEAN.
Di Indonesia sendiri, laboratorium EMC hanya berjumlah sekitar 14 instansi. Sementara itu, terdapat puluhan perusahaan dalam negeri dan asing yang membutuhkan laboratorium pengujian kompatibilitas elektromagnetik.
Dia mengatakan perkembangan EMC di dunia saat ini sudah semakin pesat dan berubah secara signifikan. Beberapa negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang mulai merencanakan berlakunya sistem dan pengujian EMC untuk diterapkan pada peralatan elektronik.
Di Benua Eropa sendiri sudah mengharuskan setiap produk yang masuk ke wilayah itu lolos uji keselamatan berdasarkan standar yang ditentukan dengan ditandai EC (European Community), antara lain untuk produk elektronik harus lolos uji EMC.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.