Indra RudiansyahIndra Rudiansyah, warga negara Indonesia yang terlibat dalam penelitian dan pembuatan vaksin Covid-19 di Universitas Oxford, Inggris. (Dok. Pribadi) ☆
Ada andil pemuda Indonesia di balik terciptanya vaksin Covid-19 AstraZeneca, yaitu hasil kerja Indra Rudiansyah (29) mahasiswa di Universitas Oxford.
Indra tergabung bersama tim Jenner Institute pimpinan Profesor Sarah Gilbert, ilmuwan Inggris yang mendapat standing ovation saat hadir di laga pembuka kejuaraan tenis akbar Wimbledon 2021.
Sejak 20 Januari 2020, tim Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group bekerja sama menguji coba vaksin virus corona di Pusat Vaksin Oxford.
"Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya," ujar Indra Rudiansyah kepada ANTARA London, 23 Juli 2020.
Mahasiswa S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford itu mengungkapkan, penelitian utamanya untuk thesis sebenarnya adalah vaksin malaria.
Namun, keikutsertaannya di tim Jenner Institute merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatkan banyak orang.
Ilustrasi vaksin AstraZeneca (Shutterstock/Dimitris Barletis)
Ketika wabah Covid-19 mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus tutup kecuali untuk bidang yang terkait Covid-19.
Lab kemudian kekurangan orang, padahal penelitian tentang Covid-19 membutuhkan banyak sumber daya manusia.
Saat itulah project leader-nya membuka pintu bagi siapapun yang ingin bergabung, dan Indra Rudiansyah masuk ke tim untuk membantu uji klinis.
Di tim, mahasiswa yang mendapat beasiswa dari LPDP ini bertugas menguji antibody response dari para relawan yang sudah divaksinasi.
Ia memiliki pengalaman terlibat dalam pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio di Biofarma setelah lulus dari ITB.
Bekerja cepat
Pemuda asal Bandung lulusan S1 Mikrobiologi ITB itu bercerita, dia dituntut selalu bekerja dengan baik, cepat, dan siap dengan perubahan rencana karena kondisi yang serba dinamis.
Proses pengembangan vaksin AstraZeneca pun sangat cepat, karena dalam enam bulan sudah menghasilkan data uji preklinis dan inisial data untuk safety, serta imunogenitas di manusia.
"Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini," terang alumnus S2 Bioteknologi ITB dengan Fast Track Program tersebut.
Indra Rudiansyah(Dok. Pribadi)
Dalam prosesnya, studi dilakukan terhadap 560 orang dewasa yang sehat, termasuk 240 orang berusia di atas 70 tahun.
Hasilnya, vaksin virus corona AstraZeneca lebih dapat ditoleransi pada orang yang lebih tua daripada orang dewasa muda.
Lebih dari 600 juta dosis vaksin AstraZeneca kini telah dipasok ke 170 negara di seluruh dunia, termasuk 100 negara lebih yang tergabung dalam COVAX.
Meski harganya termurah, efikasi atau kemanjuran vaksin AstraZeneca cukup tinggi, termasuk mencegah infeksi Covid-19 varian Delta hingga 92 persen.
Pesan untuk Indonesia
Saat dihubungi Kompas.com pada 17 Januari 2021, Indra Rudiansyah menyampaikan pesan kepada Indonesia yang sedang dalam proses vaksinasi nasional.
“Jadi, sebenarnya vaksin yang ada sekarang ini (dan sudah mulai diberikan pada masyarakat) kan bisa dikatakan sebagai emergency used ya sehingga clinical trial itu masih terus berjalan," jelas pemuda kelahiran 1 September 1991 tersebut.
"Pasien yang sudah divaksinasi akan terus dipantau. Menurut data yang diumumkan, (semua jenis) vaksin ini memiliki efektivitas hingga enam bulan,” imbuhnya.
Indra Rudiansyah juga sedikit memberikan pandangannya terhadap vaksin Sinovac yang digunakan di Indonesia.
Ia menyebut, vaksin Sinovac memang benar dapat melindungi seseorang dari gejala berat Covid-19 seperti halnya vaksin Pfizer dan AstraZeneca, tetapi belum menjamin kebal dan tidak akan terinfeksi.
Ilustrasi Vaksin Sinovac (SHUTTERSTOCK/Shan_shan)
“Bisa terhindar dari penyakit akibat virus corona. Meski begitu, (masyarakat) tetap harus waspada. Sebab, sampai saat ini belum ada data apakah semua vaksin bisa mencegah seseorang dari terinfeksi," tutur Indra.
Artinya, sambung Indra, seseorang yang divaksin masih bisa terinfeksi dan dapat menularkan ke orang lain.
Selain itu, Indra juga mengingatkan kepada masyarakat Indonesia untuk tetap taat pada protokol kesehatan yang berlaku, dan yang bisa bekerja dari rumah sebisa mungkin jangan keluar untuk keperluan tidak mendesak.
“Indonesia ini kan dibangun dari mikroekonomi. Banyak dari mereka adalah pedagang dan harus keluar rumah mencari uang. Tidak bisa disalahkan karena mereka tetap harus menyambung hidup."
"Nah, yang bekerja dari rumah ini kan sebenarnya privilege (hak istimewa). Jadi, sebisa mungkin jangan egois ingin keluar rumah dengan alasan bosan atau ingin hiburan,” pungkas Indra Rudiansyah alumnus Beswan Djarum 2011-2012.
Ada andil pemuda Indonesia di balik terciptanya vaksin Covid-19 AstraZeneca, yaitu hasil kerja Indra Rudiansyah (29) mahasiswa di Universitas Oxford.
Indra tergabung bersama tim Jenner Institute pimpinan Profesor Sarah Gilbert, ilmuwan Inggris yang mendapat standing ovation saat hadir di laga pembuka kejuaraan tenis akbar Wimbledon 2021.
Sejak 20 Januari 2020, tim Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group bekerja sama menguji coba vaksin virus corona di Pusat Vaksin Oxford.
"Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya," ujar Indra Rudiansyah kepada ANTARA London, 23 Juli 2020.
Mahasiswa S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford itu mengungkapkan, penelitian utamanya untuk thesis sebenarnya adalah vaksin malaria.
Namun, keikutsertaannya di tim Jenner Institute merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatkan banyak orang.
Ilustrasi vaksin AstraZeneca (Shutterstock/Dimitris Barletis)
Ketika wabah Covid-19 mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus tutup kecuali untuk bidang yang terkait Covid-19.
Lab kemudian kekurangan orang, padahal penelitian tentang Covid-19 membutuhkan banyak sumber daya manusia.
Saat itulah project leader-nya membuka pintu bagi siapapun yang ingin bergabung, dan Indra Rudiansyah masuk ke tim untuk membantu uji klinis.
Di tim, mahasiswa yang mendapat beasiswa dari LPDP ini bertugas menguji antibody response dari para relawan yang sudah divaksinasi.
Ia memiliki pengalaman terlibat dalam pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio di Biofarma setelah lulus dari ITB.
Bekerja cepat
Pemuda asal Bandung lulusan S1 Mikrobiologi ITB itu bercerita, dia dituntut selalu bekerja dengan baik, cepat, dan siap dengan perubahan rencana karena kondisi yang serba dinamis.
Proses pengembangan vaksin AstraZeneca pun sangat cepat, karena dalam enam bulan sudah menghasilkan data uji preklinis dan inisial data untuk safety, serta imunogenitas di manusia.
"Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini," terang alumnus S2 Bioteknologi ITB dengan Fast Track Program tersebut.
Indra Rudiansyah(Dok. Pribadi)
Dalam prosesnya, studi dilakukan terhadap 560 orang dewasa yang sehat, termasuk 240 orang berusia di atas 70 tahun.
Hasilnya, vaksin virus corona AstraZeneca lebih dapat ditoleransi pada orang yang lebih tua daripada orang dewasa muda.
Lebih dari 600 juta dosis vaksin AstraZeneca kini telah dipasok ke 170 negara di seluruh dunia, termasuk 100 negara lebih yang tergabung dalam COVAX.
Meski harganya termurah, efikasi atau kemanjuran vaksin AstraZeneca cukup tinggi, termasuk mencegah infeksi Covid-19 varian Delta hingga 92 persen.
Pesan untuk Indonesia
Saat dihubungi Kompas.com pada 17 Januari 2021, Indra Rudiansyah menyampaikan pesan kepada Indonesia yang sedang dalam proses vaksinasi nasional.
“Jadi, sebenarnya vaksin yang ada sekarang ini (dan sudah mulai diberikan pada masyarakat) kan bisa dikatakan sebagai emergency used ya sehingga clinical trial itu masih terus berjalan," jelas pemuda kelahiran 1 September 1991 tersebut.
"Pasien yang sudah divaksinasi akan terus dipantau. Menurut data yang diumumkan, (semua jenis) vaksin ini memiliki efektivitas hingga enam bulan,” imbuhnya.
Indra Rudiansyah juga sedikit memberikan pandangannya terhadap vaksin Sinovac yang digunakan di Indonesia.
Ia menyebut, vaksin Sinovac memang benar dapat melindungi seseorang dari gejala berat Covid-19 seperti halnya vaksin Pfizer dan AstraZeneca, tetapi belum menjamin kebal dan tidak akan terinfeksi.
Ilustrasi Vaksin Sinovac (SHUTTERSTOCK/Shan_shan)
“Bisa terhindar dari penyakit akibat virus corona. Meski begitu, (masyarakat) tetap harus waspada. Sebab, sampai saat ini belum ada data apakah semua vaksin bisa mencegah seseorang dari terinfeksi," tutur Indra.
Artinya, sambung Indra, seseorang yang divaksin masih bisa terinfeksi dan dapat menularkan ke orang lain.
Selain itu, Indra juga mengingatkan kepada masyarakat Indonesia untuk tetap taat pada protokol kesehatan yang berlaku, dan yang bisa bekerja dari rumah sebisa mungkin jangan keluar untuk keperluan tidak mendesak.
“Indonesia ini kan dibangun dari mikroekonomi. Banyak dari mereka adalah pedagang dan harus keluar rumah mencari uang. Tidak bisa disalahkan karena mereka tetap harus menyambung hidup."
"Nah, yang bekerja dari rumah ini kan sebenarnya privilege (hak istimewa). Jadi, sebisa mungkin jangan egois ingin keluar rumah dengan alasan bosan atau ingin hiburan,” pungkas Indra Rudiansyah alumnus Beswan Djarum 2011-2012.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.