Diklaim Akurat dan TerjangkauIlustrasi alat pendeteksi kebohongan (lie detector). (AFP/GENYA SAVILOV) ❂
Mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) berhasil menciptakan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) berbasis serat optik yang diapresiasi dalam lomba internasional.
Inovasi ini dibawa ke kompetisi Intenational Invention Competition for Young Moslem Scientist 2021 (IICYMS 2021) yang diadakan oleh Indonesian Young Scientist Association.
Ajang ini merupakan lomba berskala internasional yang diikuti 17 negara seperti Malaysia, Singapura, hingga Turki.
Dalam ajang tersebut, tim beranggotakan lima mahasiswa Unair yang menciptakan lie detector berhasil meraih medali emas dan Macedonia Special Awards untuk inovasi teknologi.
Gina Yunita Pranosa, ketua tim, mengatakan, lie detector pada umumnya menggunakan sensor khusus dan poligraf untuk mengukur detak jantung.
Namun alat yang dikembangkan mereka menggunakan serat optik (fiber optic) untuk mengukur detak jantung guna mendeteksi kebohongan.
"Dengan menggunakan serat optik, kami bisa mendapat resultan deteksi kebohongan yang jauh lebih akurat. Dalam rentang frekuensi detak jantung 50 - 300 bpm, telah kami buktikan bahwa tingkat lenearitasnya hampir 100 persen," ujar Gina dalam keterangan tertulis Unair, Senin (12/10).
Gina bilang lie detector hasil pengembangan timnya juga memiliki desain sederhana dengan biaya fabrikasi terjangkau. Sehingga menurut Gina, inovasi ini dapat diaplikasikan dengan mudah di lapangan.
Hanya saja ia tidak merinci berapa biaya dalam pembuatan satu produk alat pendeteksi kebohongan buatannya dan timnya itu.
Gina bilang inovasi tersebut diilhami jurnal penelitian berjudul Fiber Optic Sensor Heart Rate Detection. Inovasi itu merupakan aplikasi nyata dari hipotesis saintifik yang tertuang dalam jurnal itu.
Retna Apsari, dosen pembimbing, menjelaskan, pengembangan deteksi detak jantung berbasis serat optik itu pertama kali dikembangkan olehnya di Laboratorium Fotonika FST UNAIR bersama fisikawan dari UNAIR lain.
Retna menambahkan prestasi kali ini menjadi harapan dan pemicu bagi mahasiswa fisika dan mahasiswa Unair untuk tidak berhenti berprestasi di kancah nasional dan internasional.
"Tentu harapannya bahwa inovasi ini dapat diaplikasikan secara maksimal di dunia forensik," kata Retna. (ryh/fea)
Mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) berhasil menciptakan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) berbasis serat optik yang diapresiasi dalam lomba internasional.
Inovasi ini dibawa ke kompetisi Intenational Invention Competition for Young Moslem Scientist 2021 (IICYMS 2021) yang diadakan oleh Indonesian Young Scientist Association.
Ajang ini merupakan lomba berskala internasional yang diikuti 17 negara seperti Malaysia, Singapura, hingga Turki.
Dalam ajang tersebut, tim beranggotakan lima mahasiswa Unair yang menciptakan lie detector berhasil meraih medali emas dan Macedonia Special Awards untuk inovasi teknologi.
Gina Yunita Pranosa, ketua tim, mengatakan, lie detector pada umumnya menggunakan sensor khusus dan poligraf untuk mengukur detak jantung.
Namun alat yang dikembangkan mereka menggunakan serat optik (fiber optic) untuk mengukur detak jantung guna mendeteksi kebohongan.
"Dengan menggunakan serat optik, kami bisa mendapat resultan deteksi kebohongan yang jauh lebih akurat. Dalam rentang frekuensi detak jantung 50 - 300 bpm, telah kami buktikan bahwa tingkat lenearitasnya hampir 100 persen," ujar Gina dalam keterangan tertulis Unair, Senin (12/10).
Gina bilang lie detector hasil pengembangan timnya juga memiliki desain sederhana dengan biaya fabrikasi terjangkau. Sehingga menurut Gina, inovasi ini dapat diaplikasikan dengan mudah di lapangan.
Hanya saja ia tidak merinci berapa biaya dalam pembuatan satu produk alat pendeteksi kebohongan buatannya dan timnya itu.
Gina bilang inovasi tersebut diilhami jurnal penelitian berjudul Fiber Optic Sensor Heart Rate Detection. Inovasi itu merupakan aplikasi nyata dari hipotesis saintifik yang tertuang dalam jurnal itu.
Retna Apsari, dosen pembimbing, menjelaskan, pengembangan deteksi detak jantung berbasis serat optik itu pertama kali dikembangkan olehnya di Laboratorium Fotonika FST UNAIR bersama fisikawan dari UNAIR lain.
Retna menambahkan prestasi kali ini menjadi harapan dan pemicu bagi mahasiswa fisika dan mahasiswa Unair untuk tidak berhenti berprestasi di kancah nasional dan internasional.
"Tentu harapannya bahwa inovasi ini dapat diaplikasikan secara maksimal di dunia forensik," kata Retna. (ryh/fea)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.