Alat Rontgen X-Ray untuk Tentukan Status Pasien Terpapar Covid-19BPPT kembangkan DDR Modeena [BPPT] ☆
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini tengah mengembangkan alat radiografi sinar-x yang disebut 'Direct Digital Radiography (DDR) Madeena', sebagai inovasi alat kesehatan (alkes) yang bisa mendukung substitusi impor.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan bahwa inovasi yang tengah masuk dalam tahap pengembangan ini memiliki kegunaan sebagai alat penentu status pasien terpapar virus corona (Covid-19) untuk tingkatan ringan (mild), sedang (moderate) atau berat (severe).
"Dalam gelombang Covid yang kedua ini, BPPT juga sedang mengembangkan Direct Digital Radiography Madeena, sebuah alat radiografi sinar-x (x-ray) yang memungkinkan menentukan status pasien terpapar Covid-19," kata Hammam, dalam keterangan resminya, Sabtu (10/7/2021).
Perlu diketahui, berdasar pada data yang dimiliki Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), terdapat 8.000 alat rontgen (x-ray) yang tersebar di berbagai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia.
6.000 diantaranya merupakan alat rontgen konvensional yang berpotensi digantikan DDR.
Namun terdapat sejumlah pertimbangan yang membuat DDR tidak dipilih banyak fasyankes di Indonesia, satu diantaranya karena alat rontgen ini memiliki harga yang cukup mahal.
Manfaat DDR Modeena (BPPT)
Mirisnya, mayoritas rumah sakit yang memiliki DDR ini memasok alat kesehatan (alkes) tersebut justru melalui impor.
Sehingga penting untung mengembangkan inovasi alkes karya anak bangsa ini sebagai substitusi impor.
"Harga DDR yang mahal menjadi salah satu alasan banyak fasyankes yang belum beralih ke alat rontgen modern ini. Sementara selama ini sebagian besar kebutuhan DDR rumah sakit di Indonesia dipasok oleh produk impor berbagai merek," tegas Hammam.
Ia menjelaskan bahwa melalui citra radiografi format digital yang dihasilkan DDR Madeena, memungkinkan diterapkannya kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) untuk mempercepat dokter radiologis dalam memperoleh alternatif keputusan diagnostik.
"Formasi DDR Madeena akan dikembangkan menjadi platform pengembangan layanan radiografi digital regional maupun nasional yang menghubungkan suatu jaringan antar rumah sakit, sehingga pelayanan pasien dapat dilakukan secara cepat, efisien, efektif dan produktif," jelas Hammam.
(BPPT)
Nantinya, pasien dapat diarahkan menuju fasilitas DDR terdekat untuk mendapatkan layanan radiografi.
Kemudian citra pasien yang dihasilkan, akan dikirimkan ke cloud server untuk selanjutnya diakses oleh dokter radiologis melalui jaringan pusat layanan kesehatan.
Melalui sistem kerja ini, mobilitas pasien dan dokter pun dapat direduksi.
Hammam pun menekankan bahwa hilirisasi inovasi teknologi alkes seharusnya kembali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap bidang kesehatan di masa pandemi ini.
Tentunya ini juga menjadi momentum bagi industri kesehatan lokal dalam mengutamakan penggunaan alkes yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.
"Sudah sepatutnya ekosistem inovasi, khususnya dalam penanganan Covid-19 dapat kembali hadir dengan produk inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memicu tumbuhnya industri kesehatan lokal dengan nilai tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi," pungkas Hammam.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini tengah mengembangkan alat radiografi sinar-x yang disebut 'Direct Digital Radiography (DDR) Madeena', sebagai inovasi alat kesehatan (alkes) yang bisa mendukung substitusi impor.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan bahwa inovasi yang tengah masuk dalam tahap pengembangan ini memiliki kegunaan sebagai alat penentu status pasien terpapar virus corona (Covid-19) untuk tingkatan ringan (mild), sedang (moderate) atau berat (severe).
"Dalam gelombang Covid yang kedua ini, BPPT juga sedang mengembangkan Direct Digital Radiography Madeena, sebuah alat radiografi sinar-x (x-ray) yang memungkinkan menentukan status pasien terpapar Covid-19," kata Hammam, dalam keterangan resminya, Sabtu (10/7/2021).
Perlu diketahui, berdasar pada data yang dimiliki Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), terdapat 8.000 alat rontgen (x-ray) yang tersebar di berbagai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia.
6.000 diantaranya merupakan alat rontgen konvensional yang berpotensi digantikan DDR.
Namun terdapat sejumlah pertimbangan yang membuat DDR tidak dipilih banyak fasyankes di Indonesia, satu diantaranya karena alat rontgen ini memiliki harga yang cukup mahal.
Manfaat DDR Modeena (BPPT)
Mirisnya, mayoritas rumah sakit yang memiliki DDR ini memasok alat kesehatan (alkes) tersebut justru melalui impor.
Sehingga penting untung mengembangkan inovasi alkes karya anak bangsa ini sebagai substitusi impor.
"Harga DDR yang mahal menjadi salah satu alasan banyak fasyankes yang belum beralih ke alat rontgen modern ini. Sementara selama ini sebagian besar kebutuhan DDR rumah sakit di Indonesia dipasok oleh produk impor berbagai merek," tegas Hammam.
Ia menjelaskan bahwa melalui citra radiografi format digital yang dihasilkan DDR Madeena, memungkinkan diterapkannya kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) untuk mempercepat dokter radiologis dalam memperoleh alternatif keputusan diagnostik.
"Formasi DDR Madeena akan dikembangkan menjadi platform pengembangan layanan radiografi digital regional maupun nasional yang menghubungkan suatu jaringan antar rumah sakit, sehingga pelayanan pasien dapat dilakukan secara cepat, efisien, efektif dan produktif," jelas Hammam.
(BPPT)
Nantinya, pasien dapat diarahkan menuju fasilitas DDR terdekat untuk mendapatkan layanan radiografi.
Kemudian citra pasien yang dihasilkan, akan dikirimkan ke cloud server untuk selanjutnya diakses oleh dokter radiologis melalui jaringan pusat layanan kesehatan.
Melalui sistem kerja ini, mobilitas pasien dan dokter pun dapat direduksi.
Hammam pun menekankan bahwa hilirisasi inovasi teknologi alkes seharusnya kembali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap bidang kesehatan di masa pandemi ini.
Tentunya ini juga menjadi momentum bagi industri kesehatan lokal dalam mengutamakan penggunaan alkes yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.
"Sudah sepatutnya ekosistem inovasi, khususnya dalam penanganan Covid-19 dapat kembali hadir dengan produk inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memicu tumbuhnya industri kesehatan lokal dengan nilai tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi," pungkas Hammam.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.