Duit Recapital Ditunda, Masa Depan Bumi Makin Tidak Jelas
Bagaimana Bumi Resources akan melunasi utangnya kepada China Investment Corporation (CIC) yang beban bunga sangat besar?
Masa depan keuangan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) semakin tidak jelas,
setelah perusahaan tambang batubara terbesar Indonesia ini menunda
pencairan dana investasi pada PT Recapital Asset Management.
Menurut jadwal, dana investasi senilai Rp 2,3 triliun ini 'jatuh tempo' pada 27 Agustus silam. Tapi, sesuai dengan keterangan Direktur Bumi Dileep Srivastava, penempatan dana tersebut itu kembali diperpanjang karena kondisi pasar "tidak menguntungkan".
Ribut-ribut soal penempatan dana investasi Bumi di Recapital mulai meletup akhir tahun lalu ketika Nathaniel Rothschild, salah seorang pemegang saham Bumi Resources melalui Bumi Plc (perusahaan yang tercatat di bursa London) mengirim surat kepada Presiden Direktur Bumi Resources Ari Hudaya. Nathaniel minta agar dana-dana investasi segera dicairkan untuk membayar utang.
Nah, penundaan pencairan ini sekali lagi, memperbesar pertanyaan: Bagaimana Bumi Resources akan melunasi utangnya kepada China Investment Corporation (CIC) yang beban bunga sangat besar?
Jka dana investasi di Recapital cair, Bumi bisa mempercepat penyelesaian utangnya ke CIC senilai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun) yang jatuh tempo pada Oktober 2012 mendatang. Alhasil, bisa mengurangi beban bunga dan utang perseroan yang mencapai Rp 30 triliun hingga 2014 mendatang.
Pencairan yang seharusnya dilakukan 27 Agustus 2012 tersebut telah tertunda untuk kedua kalinya. Investasi di Recapital seharusnya ditarik pada semester I-2012.
Sekedar mengingat, penempatan dana Bumi di Recapital diteken pada Agustus 2008 dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD). Recapital diberi wewenang mengelola dana Bumi senilai US$ 350 juta selama 6 bulan. Pada 2 September 2009, Bumi menambahkan US$ 50 juta dana investasi untuk dikelola selama 6 bulan kemudian. Tahun lalu, kedua pihak memperpanjang kesepakatan hingga 27 Agustus 2012.
Direktur Bumi, Dileep Srivastava, dalam penjelasannya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Juli lalu mengatakan, imbal hasil yang diraih Bumi Resources di Recapital maksimal sebesar 6 persen per tahun. Sedangkan komisi yang harus dibayar perseroan kepada Recapital adalah 0,25 persen.
Recapital adalah perusahaan investasi yang didirikan Rosan Roeslani, Sandiaga Uno, dan Elvin Ramli. Rosan kini menjabat non-executive director Bumi Plc, induk usaha Bumi Resources, sekaligus presiden direktur PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), anak usaha Bumi Plc.
Selain di Recapital, Bumi juga memiliki penempatan dana investasi di Bukit Mutiara senilai US$ 260 juta. Bumi sedianya akan menarik dana investasi US$ 130 juta dari Bukit Mutiara pada Maret 2012. Sisanya akan ditarik di semester I-2013. Tapi rencana penarikan piutang tersebut tak terealisasi hingga kini.
Menurut jadwal, dana investasi senilai Rp 2,3 triliun ini 'jatuh tempo' pada 27 Agustus silam. Tapi, sesuai dengan keterangan Direktur Bumi Dileep Srivastava, penempatan dana tersebut itu kembali diperpanjang karena kondisi pasar "tidak menguntungkan".
Ribut-ribut soal penempatan dana investasi Bumi di Recapital mulai meletup akhir tahun lalu ketika Nathaniel Rothschild, salah seorang pemegang saham Bumi Resources melalui Bumi Plc (perusahaan yang tercatat di bursa London) mengirim surat kepada Presiden Direktur Bumi Resources Ari Hudaya. Nathaniel minta agar dana-dana investasi segera dicairkan untuk membayar utang.
Nah, penundaan pencairan ini sekali lagi, memperbesar pertanyaan: Bagaimana Bumi Resources akan melunasi utangnya kepada China Investment Corporation (CIC) yang beban bunga sangat besar?
Jka dana investasi di Recapital cair, Bumi bisa mempercepat penyelesaian utangnya ke CIC senilai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun) yang jatuh tempo pada Oktober 2012 mendatang. Alhasil, bisa mengurangi beban bunga dan utang perseroan yang mencapai Rp 30 triliun hingga 2014 mendatang.
Pencairan yang seharusnya dilakukan 27 Agustus 2012 tersebut telah tertunda untuk kedua kalinya. Investasi di Recapital seharusnya ditarik pada semester I-2012.
Sekedar mengingat, penempatan dana Bumi di Recapital diteken pada Agustus 2008 dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD). Recapital diberi wewenang mengelola dana Bumi senilai US$ 350 juta selama 6 bulan. Pada 2 September 2009, Bumi menambahkan US$ 50 juta dana investasi untuk dikelola selama 6 bulan kemudian. Tahun lalu, kedua pihak memperpanjang kesepakatan hingga 27 Agustus 2012.
Direktur Bumi, Dileep Srivastava, dalam penjelasannya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Juli lalu mengatakan, imbal hasil yang diraih Bumi Resources di Recapital maksimal sebesar 6 persen per tahun. Sedangkan komisi yang harus dibayar perseroan kepada Recapital adalah 0,25 persen.
Recapital adalah perusahaan investasi yang didirikan Rosan Roeslani, Sandiaga Uno, dan Elvin Ramli. Rosan kini menjabat non-executive director Bumi Plc, induk usaha Bumi Resources, sekaligus presiden direktur PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), anak usaha Bumi Plc.
Selain di Recapital, Bumi juga memiliki penempatan dana investasi di Bukit Mutiara senilai US$ 260 juta. Bumi sedianya akan menarik dana investasi US$ 130 juta dari Bukit Mutiara pada Maret 2012. Sisanya akan ditarik di semester I-2013. Tapi rencana penarikan piutang tersebut tak terealisasi hingga kini.
Utang Membumbung
Penundaan pencairan dana investasi di Recapital dan Bukit Mutiara tentu menimbulkan tanda tanya mengingat perusahaan saat ini tengah dililit utang. Dengan kondisi keuangan yang morat-marit hingga merugi US$ 117 juta di semester I-2012, seharusnya Bumi Resources mencairkan piutangnya, sehingga bisa mempercepat pembayaran utang ke CIC. Dengan mempercepat cicilan, beban bunga Bumi akan berkurang.
Morat-maritnya keuangan Bumi dipertegas dalam riset Panin Sekuritas (29/8) lalu yang menilai Bumi diambang kebangkrutan, karena performa keuangan memburuk dan kemampuan membayar utang (solvabilitas) rendah. Beban keuangan Bumi yang tinggi membuat solvabilitas Bumi rendah.
Sebagai informasi, utang Bumi ke CIC sebesar US$ 638 juta yang dijadwalkan Oktober 2012 mendatang merupakan cicilan kedua setelah pada Oktober 2011 lalu, Bumi membayar cicilan pertama sebesar US$ 600 juta.
Adapun total utang Bumi ke CIC yang ditarik 18 September 2009 lalu itu mencapai US$ 1,9 miliar, dan harus dilunasi 2013 mendatang. Asal tahu saja, tingkat pengembalian atau internal rate return (IRR) keseluruhan pinjaman dari CIC sebesar 19 persen per tahun.
Fasilitas utang CIC tersebut terbagi dalam tiga komitmen. Komitmen A senilai US$ 600 juta yang jatuh tempo empat tahun sejak penarikan. Utang ini telah dibayar di semester II-2011 dengan pinjaman sindikasi. Lalu, Komitmen B senilai US$ 600 juta yang jatuh tempo pada 2013. Bumi berupaya menyelesaikannya pada Oktober 2012 nanti. Jika rencana ini terwujud, maka utang tersisa nanti tinggal 700 juta dollar AS.
Sementara komitmen C ini memiliki masa jatuh tempo enam tahun sejak penarikan utang. Perusahaan berharap bisa menyelesaikan sisa pinjaman ini pada kuartal IV-2013.
Mega utang ini dijaminkan dengan saham anak usaha perseroan yakni PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, IndoCoal Resources (Cayman) Ltd., PT IndoCoal Kalsel Resources, PT IndoCoal Kaltim Resources dan the Original Subsidiary Guarantors.
Sekedar mengingat, mengacu laporan keuangan Bumi 2011, total utang Bumi yang jatuh tempo pada tahun ini mencapai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun). Di tahun 2013 utang yang jatuh tempo mencapai US$ 1,1 miliar, 2014 sebesar US$ 635 juta, 2015 sebesar US$ 313 juta, 2016 sebesar US$ 450 juta dan di 2017 sebesar US$ 700 juta. Jika disederhanakan, hingga 2014 Bumi harus melunasi utang jatuh tempo sebesar US$ 3 miliar (Rp 30 triliun).
Sementara dalam laporan riset harian Kim Eng Securities disebutkan, per Juni 2012, Bumi memiliki kas sebesar US$ 212,8 juta dan US$ 106,1 juta. Jauh lebih kecil dengan jumlah utangnya.
Di tengah utang yang membumbung, penundaan pencairan dana investasi di Recapital membuat gerah pemegang saham lainnya. Salah satunya adalah Nathaniel Rotschild, direktur independen Bumi Plc. Adapun Bumi Plc memegang 29,2 persen saham di Bumi Resources. Pria yang akrab disapa Nat ini meminta pembersihan di dalam manajemen keuangan Bumi Resources.
Sebagai salah satu pemegang saham, keinginan Nathaniel cukup beralasan mengingat percepatan pembayaran utang akan meringankan perusahaan.
Namun kenginan Nathaniel membersihkan manajemen Bumi Resources tidak cukup kuat melawan kelompok Bakrie. Justru perselisihan tersebut berujung dengan didepaknya Nathaniel dari kursi co-chairman dan menjadi direktur independen Bumi Plc.
Menyikapi meningkatnya utang, Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava menegaskan, perseroan berkomitmen untuk mengurangi beban utang dan bunga. Dalam dua tahun ke depan, Bumi akan memangkas beban bunga hingga 50 persen. "Kami akan berupaya membayar utang lebih cepat untuk mengurangi beban bunga," kata Dileep saat dikonfirmasi Beritasatu.com.
4 Strategi Bumi Pangkas Utangnya
Ada sejumlah langkah yang menjadi prioritas perusahaan.
PT
Bumi Resources Tbkl (BUMI) pada 27 Agustus lalu menunda pencairan dana
investasi sebesar US 423 juta (Rp 2,3 triliun) pada PT Recapital Asset
Management.
Padahal jika dana tersebut cair, Bumi bisa mempercepat penyelesaian utangnya ke CIC senilai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun) yang jatuh tempo pada Oktober 2012 mendatang. Alhasil, bisa mengurangi beban bunga dan utang perseroan yang mencapai Rp 30 triliun hingga 2014 mendatang.
Lalu apa skenario kelompok usaha Bakrie di sektor batubara ini guna menutupi utangnya yang menggunung ke depan?
Direktur Bumi Dileep Srivastava mengatakan, perseroan sengaja menunda penarikan investasi di Recapital karena kondisi pasar finansial global tengah bergejolak. Jika dana investasi ditarik, akan berdampak negatif terhadap perseroan. Untuk itu, perseroan memutuskan memperpanjang investasi di Recapital.
"Dana investasi itu bukan pinjaman, sehingga tidak ada risiko gagal bayar atau apapun, termasuk jika ada keterlambatan saat penarikan. Kalau kami ambil dananya sekarang, investasinya tidak berkembang,” ujar Dileep kepada Beritasatu.com, di Jakarta, hari ini.
Bumi dan Recapital saat ini sedang melakukan pembicaraan terkait jadwal baru penarikan investasi. "Pembahasan tengah dilakukan antara Bumi Resources dan Recapital terkait jadwal pembayaran yang baru," kata Direktur Bumi Plc, Nick von Schirnding dalam keterangan yang dipublikasi, Selasa (28/8).
Berdasarkan sumber Beritasatu.com, kontrak tersebut diperpanjang untuk setahun ke depan. Meski demikian, dana tersebut bisa dicairkan lebih awal tergantung kesepakatan lebih lanjut. Bumi lebih memilih mencari pinjaman dengan bunga lebih murah, dibanding mencairkan investasinya di Recapital.
Soal pembayaran utang. Dileep mengungkapkan, perseroan tetap akan mempercepat cicilan utang kedua ke CIC. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi beban bunga. "Kami berinisiatif membayar lebih awal dari yang dijadwalkan," kata Dileep.
Menurut Dileep, jatuh tempo utang Bumi Resources ke CIC yang tersisa US$ 1,3 miliar dari total US$ 1,9 miliar masih lama, yakni pada Oktober 2013. "Namun, kita masih berniat untuk membayar lebih awal dari tanggal jatuh tempo ini, tapi tidak ada paksaan atau waktu yang kaku," kata Dileep.
Dileep juga berkilah, jika Bumi Resources tidak membayar utang US$ 637 juta ke CIC pada Oktober 2012 mendatang, perseroan akan mengalami gagal bayar. "Jadi jika kami tidak membayar pada bulan Oktober tahun ini, kita tidak default," kata Dileep.
Namun teka-teki sumber pembiayaan Bumi Resources untuk membayar utang masih menjadi misteri. Untuk mencari pinjaman ke bank lokal sepertinya sudah mustahil mengingat sejak beberapa tahun terakhir, tidak ada bank lokal yang mau mengucuri pinjaman ke Bumi Resources.
Sementara mencari utangan ke institusional global dinilai sebagian kalangan sudah maksimal. Credit Suisse atau CIC salah satu contoh lembaga keuangan dunia yang masih mau memberikan pinjaman ke Bumi Resources dengan tingkat bunga yang sangat tinggi.
Menyikapi hal itu, Dileep menyatakan, Bumi Resorces akan memperkuat arus kas perusahaan dengan meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya produksi. Selain itu, perseroan juga akan menciptakan nilai tambah dengan memaksimalkan aset-aset yang minoritas.
Di sisi lain, kata Dileep, Bumi akan berupaya menurunkan utang dan beban bunga. Caranya, dengan mencari pinjaman dengan bunga yang lebih rendah dari beban yang selama ini ditanggung. Sayangnya dia tidak menjelaskan lebih lanjut sumber pendanaan tersebut.
Dia hanya mengungkapkan, perseroan akan mengurangi biaya bunga hingga 50 persen dan menurunkan utang/EBITDA menjadi ke 1x dalam dua tahun ke depan. "Kami memiliki sejumlah opsi untuk pembiayaan kembali utang, saat ini masih dalam tahap pembahasan," kata Dileep.
Jika pinjaman mentok, Bumi Resources juga berencana melego sebagian kepemilikannya di Bumi Resorces Mineral Tbk (BRM) guna mendapatkan suntikan dana segar. Menurutnya, saat ini perseroan masih melakukanpembicaraan dengan para calon investor. "Kita akan mencari mitra strategis di BRM," kata Dileep.
Sumber Beritasatu.com mengatakan, Bumi berencana menjual kepemilikannya di BRM sebesar 20 persen pada akhir tahun 2012. Saham tersebut ditawarkan ke sejumlah investor global asal China dan Eropa. Nilai penjualan 20 persen saham BRM ditaksir mencapai US$ 400 juta-US$ 500 juta.
Pada akhir Agustus lalu, saham Bumi anjlok. Nilai kapitalisasi pasar Bumidi Bursa Efek Indonesia (BEI) tersisa Rp 13,9 triliun pada perdagangan Rabu (29/ 8). Nilai kapitalisasi itu tergerus Rp 40 triliun atau 74 persen dibandingkan posisi tertinggi tahun ini sebesar Rp 54 triliun.
Saham Bumi sempat mencapai harga tertinggi pada 3 Februari 2012 sebesar Rp 2.600. Namun, pada perdagangan 29/8, saham Bumi turun Rp 90 (11,8 persen) menjadi Rp 670. Hingga pukul 15.15 JATS (14/9), saham Bumi naik Rp 80 (10,53 persen) mencapai Rp 840 dari perdagangan sebelumnya Rp 740.
Padahal jika dana tersebut cair, Bumi bisa mempercepat penyelesaian utangnya ke CIC senilai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun) yang jatuh tempo pada Oktober 2012 mendatang. Alhasil, bisa mengurangi beban bunga dan utang perseroan yang mencapai Rp 30 triliun hingga 2014 mendatang.
Lalu apa skenario kelompok usaha Bakrie di sektor batubara ini guna menutupi utangnya yang menggunung ke depan?
Direktur Bumi Dileep Srivastava mengatakan, perseroan sengaja menunda penarikan investasi di Recapital karena kondisi pasar finansial global tengah bergejolak. Jika dana investasi ditarik, akan berdampak negatif terhadap perseroan. Untuk itu, perseroan memutuskan memperpanjang investasi di Recapital.
"Dana investasi itu bukan pinjaman, sehingga tidak ada risiko gagal bayar atau apapun, termasuk jika ada keterlambatan saat penarikan. Kalau kami ambil dananya sekarang, investasinya tidak berkembang,” ujar Dileep kepada Beritasatu.com, di Jakarta, hari ini.
Bumi dan Recapital saat ini sedang melakukan pembicaraan terkait jadwal baru penarikan investasi. "Pembahasan tengah dilakukan antara Bumi Resources dan Recapital terkait jadwal pembayaran yang baru," kata Direktur Bumi Plc, Nick von Schirnding dalam keterangan yang dipublikasi, Selasa (28/8).
Berdasarkan sumber Beritasatu.com, kontrak tersebut diperpanjang untuk setahun ke depan. Meski demikian, dana tersebut bisa dicairkan lebih awal tergantung kesepakatan lebih lanjut. Bumi lebih memilih mencari pinjaman dengan bunga lebih murah, dibanding mencairkan investasinya di Recapital.
Soal pembayaran utang. Dileep mengungkapkan, perseroan tetap akan mempercepat cicilan utang kedua ke CIC. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi beban bunga. "Kami berinisiatif membayar lebih awal dari yang dijadwalkan," kata Dileep.
Menurut Dileep, jatuh tempo utang Bumi Resources ke CIC yang tersisa US$ 1,3 miliar dari total US$ 1,9 miliar masih lama, yakni pada Oktober 2013. "Namun, kita masih berniat untuk membayar lebih awal dari tanggal jatuh tempo ini, tapi tidak ada paksaan atau waktu yang kaku," kata Dileep.
Dileep juga berkilah, jika Bumi Resources tidak membayar utang US$ 637 juta ke CIC pada Oktober 2012 mendatang, perseroan akan mengalami gagal bayar. "Jadi jika kami tidak membayar pada bulan Oktober tahun ini, kita tidak default," kata Dileep.
Namun teka-teki sumber pembiayaan Bumi Resources untuk membayar utang masih menjadi misteri. Untuk mencari pinjaman ke bank lokal sepertinya sudah mustahil mengingat sejak beberapa tahun terakhir, tidak ada bank lokal yang mau mengucuri pinjaman ke Bumi Resources.
Sementara mencari utangan ke institusional global dinilai sebagian kalangan sudah maksimal. Credit Suisse atau CIC salah satu contoh lembaga keuangan dunia yang masih mau memberikan pinjaman ke Bumi Resources dengan tingkat bunga yang sangat tinggi.
Menyikapi hal itu, Dileep menyatakan, Bumi Resorces akan memperkuat arus kas perusahaan dengan meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya produksi. Selain itu, perseroan juga akan menciptakan nilai tambah dengan memaksimalkan aset-aset yang minoritas.
Di sisi lain, kata Dileep, Bumi akan berupaya menurunkan utang dan beban bunga. Caranya, dengan mencari pinjaman dengan bunga yang lebih rendah dari beban yang selama ini ditanggung. Sayangnya dia tidak menjelaskan lebih lanjut sumber pendanaan tersebut.
Dia hanya mengungkapkan, perseroan akan mengurangi biaya bunga hingga 50 persen dan menurunkan utang/EBITDA menjadi ke 1x dalam dua tahun ke depan. "Kami memiliki sejumlah opsi untuk pembiayaan kembali utang, saat ini masih dalam tahap pembahasan," kata Dileep.
Jika pinjaman mentok, Bumi Resources juga berencana melego sebagian kepemilikannya di Bumi Resorces Mineral Tbk (BRM) guna mendapatkan suntikan dana segar. Menurutnya, saat ini perseroan masih melakukanpembicaraan dengan para calon investor. "Kita akan mencari mitra strategis di BRM," kata Dileep.
Sumber Beritasatu.com mengatakan, Bumi berencana menjual kepemilikannya di BRM sebesar 20 persen pada akhir tahun 2012. Saham tersebut ditawarkan ke sejumlah investor global asal China dan Eropa. Nilai penjualan 20 persen saham BRM ditaksir mencapai US$ 400 juta-US$ 500 juta.
Pada akhir Agustus lalu, saham Bumi anjlok. Nilai kapitalisasi pasar Bumidi Bursa Efek Indonesia (BEI) tersisa Rp 13,9 triliun pada perdagangan Rabu (29/ 8). Nilai kapitalisasi itu tergerus Rp 40 triliun atau 74 persen dibandingkan posisi tertinggi tahun ini sebesar Rp 54 triliun.
Saham Bumi sempat mencapai harga tertinggi pada 3 Februari 2012 sebesar Rp 2.600. Namun, pada perdagangan 29/8, saham Bumi turun Rp 90 (11,8 persen) menjadi Rp 670. Hingga pukul 15.15 JATS (14/9), saham Bumi naik Rp 80 (10,53 persen) mencapai Rp 840 dari perdagangan sebelumnya Rp 740.
Utang Bumi yang jatuh tempo
1. 2012 mencapai US$ 638 juta (Rp 6,38 triliun).
2. 2013 mencapai US$ 1,1 miliar
3. 2014 mencapai US$ 635 juta
4. 2015 sebesar US$ 313 juta
4, 2016 sebesar US$ 450 juta
5. 2017 sebesar US$ 700 juta.
Jika disederhanakan, hingga 2014 Bumi harus melunasi utang jatuh tempo sebesar US$ 3 miliar (Rp 30 triliun).
Sumber laporan keuangan Bumi 2011
Saham Bumi Tak Ada Kaitan dengan Pendanaan Golkar
Tidak benar bila ada yang menyatakan bahwa Golkar sedang mengalami krisis keuangan.
Aburizal Bakrie |
Ketua
Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto, mengatakan anjloknya saham PT Bumi
Resources Tbk, yang dimiliki Ketua Umum Partai itu Aburizal Bakrie,
tidak berpengaruh terhadap soliditas pendanaan kegiatan partai itu.
Menurut Setya, tidak benar bila ada yang menyatakan bahwa Golkar sedang mengalami krisis keuangan.
Selaku
Bendahara Umum Partai Golkar, Setya memastikan semuanya masih berjalan
baik, termasuk usaha-usaha bisnis pribadi yang digeluti Aburizal.
"Lagian
masalah harga saham yang melorot ini tidak ada hubungan dengan partai.
Karena di dalam partai jelas semua pendanaan-pendanaan partai berjalan
dengan baik," kata Setya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Jakarta, hari ini.
Dia
juga menyatakan semua biaya yang diperlukan untuk mendukung pencapresan
Aburizal Bakrie di 2014 sudah dipersiapkan dengan baik.
"Saya selaku bendahara umum dan ketua fraksi, saya menjalankan sendiri dan semuanya tidak ada masalah," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.